Oleh: Dymi Marsa Levina Cahyarani
165120200111024
165120200111024
Teori Public Relations B-KOM-4
Universitas Brawijaya
Dalam Kuliah Umum Public Relations Talkshow memiliki topik yang cukup menarik, yakni perkembangan public relations di Indonesia dan Malaysia. Narasumber yang cukup kredibel didatangkan dari Malaysia oleh Mr. Shebley serta praktisi PR Indonesia oleh Ibu Risma selaku public relations PLN cabang Jawa Barat. Tak hanya itu, talkshow ini juga mendatangkan seorang akademisi yang bergelut dalam teori public relations yakni Bapak Rachmat Kriyantono.
Sebagai kata pengantar, Ibu Yuyun selaku moderator memberikan gambaran singkat mengenai perkembangan public relations di Indonesia. Public relations diartikan sebagai humas (hubungan masyarakat) yang menjadi frontliner dari perusahaan. Sayangnya, pemahaman ini hanya berlaku di instansi pemerintahan saja, kesadaran akan instansi swasta terkait pentingnya public relations belum cukup besar sehingga hal ini bisa saja menghambat perkembangan perusahaan. Tak hanya itu, public relations juga disalah artikan sebagai departemen yang berfungsi dalam hal marketing. Walaupun pada dasarnya memang kegiatan public relations adalah kegiatan ‘menjual’ namun pemahaman ‘menjual’ disini cukup berbeda dalam pendekatan marketing.
Pelemparan isu tersebut kemudian dijawab oleh Mr. Shebley, seorang praktisi public relations dari Malaysia dalam jangka waktu yang cukup panjang, yakni 16 tahun lamanya. Pemahaman yang sama juga terjadi di Malaysia, yakni pemahaman tentang bagaimana seorang PR dianggap sebagai suatu yang umum, dapat diduduki oleh berbagai ilmu karena hanya mengandalkan berbicara dan menyusun kata-kata. “PR more than that…” sebutnya dalam penjelasan mengenai isu ini. Seorang PR harus berhubungan baik dengan media-media, tentu saja hal ini berkaitan dengan tulisan-tulisan yang nantinya anda buat, serta redaksional-redaksional yang muncul terkait dengan perusahaan anda. PR juga membahas tentang marketing namun dalam hal ini PR menjual perusahaan secara softselling. Seorang PR tidak bisa hanya pintar berbicara saja, harus ada pengetahuan di dalam diri PR, mengapa? Hal ini nantinya akan berhubungan ketika seorang PR dihadapkan pada manajemen krisis, isu, dan resiko perusahaan. Apresiasi Mr. Shebley terhadap manajemen krisis terkait terorisme di Surabaya yang baru saja terjadi tentang keterbukaan informasi, segala informasi dijelaskan dengan baik melalui radio. Ini merupakan suatu tanggung jawab pemerintahan kepada masyarakatnya, informasi-informasi seperti inilah kemudian menjadi tanggung jawab seorang humas/public relations bahwa di dalam instansi itu no hidden issue. “Setidaknya jangan berbohong lah walaupun itu menyakiti” ujarnya.
Perkembangan PR di instansi pemerintahan juga ikut melakukan revolusi. Ibu Irma, sebagai PR PLN cabang Jawa Barat juga sebagai seorang yang memiliki andil dalamrebranding humas menjadi public relations di PLN. Dulunya, PR berada dibawah sekretaris dan hanyalah menjadi juru bicara serikat. Padahal sangat disayangkan, melihat PR juga bisa melakukan lebih dari itu seperti memiliki suara dalam mengambil kebijakan. PR sebagai departemen yang bersinggungan langsung dengan umum/publik dari perusahaan tentu seharusnya mengetahui kondisi lapangan sehingga perlu ikut memutuskan kebijakan demi kebaikan perusahaan maupun publiknya. Sekalipun PLN adalah usaha monopoli milik pemerintah, PR juga dibutuhkan (dalam hal ini Ibu Irma memberikan gambaran bahwa mau tidak mau seorang warga tetap akan membeli listrik pada PLN sekalipun pelayanan yang buruk). Strategi PR yang dijalankan adalah sustainable business karena PLN nantinya belum tentu bertahan sebagai suatu perusahaan monopoli listrik. Apa yang terjadi ketika PLN memiliki pesaing, sehingga warganya memiliki pilihan untuk tetap pada PLN atau pindah pada perusahaan lain? Mengingat bagaimana pelayanan PLN apakah baik atau buruk? Sehingga manajemen resiko seperti ini perlu dipikirkan sedini mungkin untuk tetap menjaga konsumen memilih perusahaan PLN sebagai pemasok listriknya. Strategi lainnya dalam PR di PLN juga ditunjukkan pada hubungan dengan media-media. Seperti yang kita ketahui bahwa media sangat tajam sekali terkait perusahaan BUMN, sebagai seorang PR tentu berita-berita seperti ini dilihat sebagai suatu yang mengancam citra perusahaan. Sehingga PR perlu melampaui terlebih dahulu atau bahkan membuat klarifikasi (tapi tidak terkesan seolah terdesak) bagaimana sebuah perusahaan memiliki kesiapan yang matang dalam segala rencana-rencananya serta tantangan yang akan dihadapinya.
Dalam public relations talkshow diatas, saya dapat menyimpulkan bahwa betapa pentingnya seorang PR dalam sebuah perusahaan. Sekalipun perusahaan berada dalam posisi aman, namun tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa krisis, isu, maupun resiko bisa saja terjadi dalam jangka waktu yang tidak dapat diperkirakan. Sebuah pengetahuan dijadikan dasar bagi seorang praktisi PR untuk menghadapi krisis yang ada. Pengetahuan disini bukan saja bagaimana kita mengolah kata seperti public speaking di depan massa, namun pengetahuan yang lebih dari itu. Seperti mengenal stakeholder, pentingnya sebuah informasi bagi suatu kalangan, menghadapi konflik di dalam maupun di luar perusahaan, serta bagaimana membangun kepercayaan perusahaan pada publiknya dan sebaliknya.