CULTURAL STUDIES

by - 11:06 PM


A.  Sejarah

Stuart Hall memetakan sejarah cultural studies yang telah ditemukan di akhir tahun 1950an dalam pelembagaanya di Birmingham Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) di tahun 1964, bersamaan dengan Richard Hoggart yang memang kedua cendekiawan ini saling terkait, terlebih ketika Hall menggantikan Hoggart sebagai direktur mengungkapkan istilah cultural studies pertama kalinya.

B. Definisi
Dalam buku “What is Cultural Studies”, edited by John Storey, 1997 menuliskan bahwa banyak sekali pendapat para cendekiawan yang bahkan belum dapat menemukan definisi cultural studies secara tepat. Colin Sparks dalam John Storey (1997:1) mengatakan bahwa
tidak mungkin dalam menanggapi persoalan hanya melihat satu sisi saja, kita bisa saja menemukan bidang yang tepat untuk sebuah budaya. Variasi gagasan, metode, dan kritik sastra sosiologi, sejarah, studi media dan yang lainnya, digabungkan bersama dibawah label budaya yang mudah ditemukan.

Dalam pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya, cultural studies adalah sebuah disiplin ilmu yang menanggapi sebuah persoalan dengan melihatnya dari berbagai sisi. Sebuah persoalan dapat dianggap salah pada suatu sisi namun dapat dibenarkan melalui sisi lainnya. Sebenarnya untuk menemukan definisi dari cultural studies itu dapat didasarkan pada tiga kriteria sebuah disiplin ilmu. Pertama adalah objek studinya, kedua adalah asumsi dasar yang mendukung metode pendekatan yang dilakukan, serta yang terakhir adalah sejarah disiplin ilmu itu sendiri. Menelaah dari kata “culture” dalam Cultural Studies, maka budaya tentu memiliki fokus tertentu. John Fiske dalam John Storey (1997:1) mengutarakan bahwa budaya di dalamnya tidak dapat diartikan dalam pengertian sempit. Agaknya budaya yang kita pahami selama ini adalah budaya yang memiliki nilai estetika tinggi sebagai bentuk kebiasaan suatu golongan yang dimaknai sebagai sebuah karya. Fiske, memiliki pendapat berbeda dengan budaya yang dimaksud dalam disiplin ilmu ini, dirinya berpendapat bahwa, pahamilah budaya dalam arti luas. Maksudnya adalah sebuah kebiasaan menjadi cara hidup baik individu, golongan maupun masa tertentu. Dapat diartikan layaknya bidang politik, sosial, maupun ekonominya. Bidang tersebut mengakar pada masyarakat dan menjadi cara hidup yang mereka lakukan dalam frekuensi terus menerus, bahkan dapat berubah sewaktu-waktu. Bahkan dalam prakteknya, budaya dapat dijadikan “seperangkat praktik representasi yang diperebutkan dan saling bertentangan yang terikat dengan proses pembentukan dan re -formasi kelompok sosial” (Frow and Morris dalam John Storey, 1997:2)
Cultural Studies lahir ditengah Neo-Marxisme yang mendefenisikan Marxisme itu sendiri. Cultural Studies mempunyai pandangan bahwa kapitalisme telah menciptakan kelompok elit kuasa untuk melakukan eksploitasi terhadap kelompok yang tidak berkuasa dan lemah. Marxisme mendasarkan pemikiran cultural studies menjadi dua, yaitu untuk memahami budaya kita harus menganalisa struktur sosial serta sejarahnya dan budaya telah mengelompokkan masyarakat industri kapitalis secara tidak setara (baik melihat gender, etnik, dan kelas).

C. Tokoh
Dalam perkembangannya, cultural studies didukung oleh ilmuan-ilmuan yang meneliti dalam bidang budaya khususnya. Setiap ilmuan juga memiliki sumbangsih tersendiri dalam perkembangan disiplin ilmu ini, diantaranya :
1. Chris Barker
Adalah profesor Ilmu Komunikasi di University of Wallongong Australia yang menulis sebuah buku tentang cultural studies. Dalam bukunya, beliau menyebutkan bahwa cultural studies adalah antidisiplin dan multidisiplin. Dikatakan antidisiplin karena cara penyidikannya yang tidak mengikuti aturan sebagaimana yang diterapkan ilmu lain. Multidisiplin karena cultural studies melihat suatu persoalan melalui berbagai perspektif. Dari bukunya ini lah, Barker melahirkan sebuah teori multidisipliner terhadap cultural studies.
Barker juga menyebutkan bahwa cultural studies memiliki acuan sebagai disiplin ilmu, pertama adalah relasi kuasa. Bahwa cultural studies mengungkapkan hubungan luas kekuasaan dalam membentuk budaya yang ada.
Menurutnya, kajian budaya lahir pada jaman strukturalis yang multidisipliner dan teori kritis multidisipliner. Maksudnya, kajian budaya mengkomposisikan berbagai teoritis yang dikembangkan sehingga cakupannya lebih luas terhadap potongan teori yang sudah ada.  
2. Paula Saukko
Paula Saukko mengemukakan bahwa kajian budaya dicirikan dengan topik lived experience (pengalaman yang hidup), discourse (wacana), text (teks) dan social context (konteks sosial). Dalam artikel Umayah menyebutkan, metodologi kajian budaya ini tersusun atas lived experience, discourse, text, dan social context yang menggunakan analisa luas mengenai interaksi yang hidup dengan unsur-unsur sekitar. Unsur yang dimaksud dapat berupa etnis, ras, agama, serta bidang ekonomi maupun politik.


DAFTAR PUSTAKA
Storey, John. (1997). What is cultural studies, a reader. USA: St Martin Press
Luzar, Laura. (2014). Cultural studies. Diakses melalui http://dkv.binus.ac.id/2014/09/21/cultural-studies/ pada 4 September 2017
Fatoni, Ahmad. (2010). Cultural studies. Diakses melalui https://ahmadfatoniofficial.wordpress.com/2010/04/27/cultural-studies/ pada 4 September 2017
Umayah, Choirul. Tokoh-tokoh ahli media dan kajian budaya. Diakses melalui https://www.academia.edu/12600274/Tokoh-tokoh_Ahli_Media_dan_Kajian_Budaya pada 5 September 2017

You May Also Like

0 pendapat