Pages

  • Beranda

Dymi Marsa Levina Cahyarani

dymimarsa04@gmail.com

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
 Pengantar Sosiologi
Dosen Pengampu : Prof.Ir. Sanggar Kanto, MS & M. Syahrul Ulum, M.Sos
 

Disusun Oleh  :
Dymi Marsa L. (165120200111024)
Dhinar Adi (165120207111016)



ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puja puji syukur senantiasa terpanjat kepada Allah SWT. Yang telah mencurahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan makalah ini sebagai pemenuhan tugas akhir mata kuliah Pengantar Sosiologi ini dapat tersusun dengan cukup baik.
Tersusunnya makalah ini juga tak luput dari peran pihak-pihak yang telah membantu ataupun mendukung dalam proses penyusunannya,  antara lain sebagai berikut :
1. Allah SWT. Yang telah meridhoi serta melimpahkan kemudahan dalam proses penyusunan hingga tersusunnya makalah ini.
2. Orang tua penulis yang selalu mendoakan yang terbaik dan memberikan restu pada setiap waktu demi kelancaran penyusunan proposal ini.
3. Bapak Prof.Ir. Sanggar Kanto, MS & M. Syahrul Ulum, M.Sos selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pengantar Sosiologi yang telah banyak membantu penulis dengan memberikan materi awal mengenai dasar-dasar dalam bidang keilmuan sosiologi.
4. Teman-teman kelas C-KOM-3 Pengantar Sosiologi yang saling mendukung satu sama lain.
Dalam penyusunan makalah ini tentu masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang mendukung sangat diharapkan demi kebaikan kedepannya. Terimakasih.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak berakhirnya masa-masa orde baru yaitu kepemimpinan Bapak Soeharto, nampaknya kasus korupsi mulai giat menonjolkan wujudnya dalam permukaan perpolitikan Indonesia. Hal-hal seperti ini diawali dengan aktivitas-aktivitas kecil yang kemudian merambah menjadi kegiatan mengeruk dengan kuantitas cukup besar sehingga menimbulkan dampak yang cukup besar pula. Diketahui bahwa korupsi telah menjadi musuh dalam segala jenis politik di dunia. Bahkan, VOC milik Belanda terdahulu mengalami penurunan kinerja akibat korupsi para pejabatnya.
Indonesia menduduki peringkat ke 107 pada tahun 2014, hal ini merupakan peningkatan sejak tahu 2005 yang berada di posisi 137. Namun, sebagai sebuah prestasi, Indonesia belum cukup diapresiasi melihat kemiripan kondisi dengan negara tetangga, Filipina yang unggul di posisi 85. Dikatakan pula bahwa, penurunan terhadap 1 tingkat posisi di indeks persepsi korupsi, Indonesia dapat mengalami penurunan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 0,99%. Kondisi Indonesia kian parah jika korupsi masih saja meraja lela, sementara kita ketahui bahwa kelancaran ekonomi di Indonesia juga ditunjang oleh investasi asing. Maka, jika Indonesia belum dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan posisinya dalam indeks persepsi korupsi dapat dipastikan akan terjadi penurunan investasi oleh perusahaan asing berupa ketidakpercayaan perusahaan terhadap ekonomi yang bersih. Tentu hal ini akan merugikan Indonesia.
KPK sebagai lembaga independen bentukan Pemerintah pada tahun 2002 memiliki tugas dan kewenangan khusus dalam mengulas kasus korupsi dan menemukan tikus berdasi yang menjadi tokoh utama di balik kemrosotan ekonomi Indonesia. Terhadap Setya Novanto, seorang Ketua Umum DPR RI yang namanya mulai melejit di tahun 2016 akibat kasus korupsi terbesarnya yaitu penanganan E-KTP, KPK terus melakukan investigasi. Sebagai lembaga yang berwenang dan diberikan amanat oleh pemerintah atas dasar hukum yang berlaku, KPK melakukan sebagaimana tugas yang telah ditentukan. Dalam hal ini, KPK sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam bidang politik. Keberlangsungan korupsi di Indonesia serta degredasi posisi Indonesia dalam indeks persepsi korupsi telah bergantung pada kinerja KPK. Maka, dalam bidang sosiologi, perlu adanya ditelaah lebih mendalam peran KPK dalam kondisi masyarakat sosial saat ini sebagai implementasi lembaga sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah kinerja KPK sebagai lembaga sosial terhadap kasus korupsi di Indonesia serta pengaruhnya terhadap masyarakat Indonesia?”


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Lembaga Sosial
2.1.2 Korupsi
2.1.3 KPK
2.1.4 Setya Novanto
2.2 Studi Kasus
Penanganan Kasus Korupsi Setya Novanto sedang berjalan. Setya Nvanto yang sempat menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019 tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK). Sebelumnya, KPK sebenarnya telah memanggil Setya Novanto untuk diperksa sebagai  saksi terkait kasus suap PON Riau dan juga kasus suap Akil Mochtar.  Namun, Setya Novanto lolos dari jeratan KPK dan tetap menikmati udara bebas hingga beberapa waktu lalu sebelum ia ditangkap KPK terkai kasus pengadaan e-KTP.
Dalam perjalanan kasus korupsi e-KTP tersebut, sebenearnya Setya Novanto telah ditetapkan sebagai tersangaka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Namun, pada waktu itu Setnov mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan untukmembatalkan status tersangka dari KPK, karena dirasa kurang memiliki bukti yang  kuat. Setelah diolah oleh Peradilan JakartaSelatan, sidang praperadilan tersebut akhirnya dimenangkan oleh Setya Novanto dan hakim memutuskan untuk membatalkan status tersangka Setnov.
KPK tetap tidak menyerah untuk mengusut tuntas kasus e-LTP tersebut. KPK pun melakukan pengembangan penyelidikan kasus korupsi tersebut dengan memanggil beberapa  pihak termasuk memanggi Setya Novanto kembali untuk penyelidikan. Namunm dua kali dipanggil KPK, Setnov mangkir dengan alasan sedang sakit, dan hal tersebut selalu terjadi saat Setnov akan diperiksa untuk dimintai keterangan.  Lalu KPK mengeluarkan seprindik (surat peringatan penyelidikkan) atas nama tersangka Setya Novanto. Kemudian tepat pada 10 November 2017 KPK kembali menentapkan Setnov sebagai tersangka kasus korupsi pengadaaan e-KTP ditandai dengan pengiriman Surat PemberitahuanDImulainya Penyelidikkan (SPDP) kepada Setnov. Dikarenakan Setnov sudah mangkir tiga kali dari panggilan KPK, maka KPK bersikap tegas dengan menjemput paksa Setnov di kediamannya daerah Melawai, Jakarta Selatan dan melakukan penyelidikkan pada dini hari. Setnov pun tidak ada didiamannnya sehingga KPK menetapkan Setnov sebagai DPO (daftar Pencarian Orang).
Mendalami kasus Setnov ini, KPK melakukan pencarian hingga esoknya terdengar kabar bahwa Setnov mengalami kecelakaan tunggal. Namun karena kuasa hukum Setnov meminta utuk tidak menahan dulu karena kliennya tersebut harus dirawat. Kasus penangkapan Setnov ini benar-benar dinilai sebagai drama kasus e-KTP di Iindonesia. Pasalnya, penangkapan Setnov ini terhitung panjang dan berkelit. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang peradilan dengan memeriksa pokok perkara kasus e-KTP setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
2.3 Analisa

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai lembaga sosial, KPK merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang politik. Dalam praktiknya, KPK sudah mampu mengungkapkan kasus korupsi yang telah dilakukan oleh Ketua DPR RI periode 2014-2019, bahkn tidak terjangkit hanya dalam satu kasus saja, kasus freeport dan “papa minta pulsa” juga menjadi kasus yang menyangkut Setya Novanto. Korupsi adalah suatu tindakan yang perlu diperangi oleh semua lapisan masyarakat karena merugikan politik dan ekonomi di Indonesia. Disinilah letak kewenangan KPK dalam mengatasi permasalahan tersebut.
 Sebagai lembaga politik, KPK mampu melakukan kekuasaan dan wewenangnya yang mengankut kepentingan masyarakat agar supaya tercapai keteraturan dan tata tertib kehidupan bermasyarakat. Mengusut kasus korupsi hingga milyaran rupiah, berarti telah menyelamatkan uang rakyat. KPK merupakan lembaga sosial operative karena telah menghimpun pola atau cara pemberantasan korupsi dalam lingkungan masyarakat. Merupakan lembaga sosial general karena hampir seluruh lapisan masyarakat mengetahui KPK dan fungsi yang dijalankan. Nilai-nilai yang disampaikan KPK diterima oleh masyarakat sehingga KPK merupakan lembaga sosial basic dan lembaga sosial enacted karena KPK dibentuk supaya mencapai tujuan yang jelas yaitu pemberantasan korupsi. Serta, karena fungsi yang dijalankan telah sesuai dengan dasar hukum yang ada dan mampu mengungkap korupsi terbesar di Indonesia maka KPK adalah lembaga sosial yang dapat diterima (approved institution).

DAFTAR PUSTAKA
Malau, S. (2017). Sepak Terjang Setya Novanto Dulu dan Sekarang, diakses 23 Desember 2017, tersedia pada http://www.tribunnews.com/nasional/2017/11/17/sepak-terjang-setya-novanto-dulu-dan-sekarang?page=2 
Gabrilin, A. (2017). Berapa Jatah Setya Novanto dalam Proyek E-KTP?, diakses 23 Desember 2017, tersedia pada http://nasional.kompas.com/read/2017/07/18/08334241/berapa-jatah-setya-novanto-dalam-proyek-e-ktp- 
Nugroho, B. (2017). Pansel KPK Paparkan Dampak Korupsi terhadap Ekonomi, diakses 23 Desember 2017, tersedia pada https://news.detik.com/berita/2934889/pansel-kpk-paparkan-dampak-korupsi-terhadap-ekonomi 
Nurita, D. (2017). Begini Kronologi Kasus Setya Novanto, diakses 23 Desember 2017, tersedia pada https://nasional.tempo.co/read/1041781/begini-kronologi-kasus-setya-novanto 
Share
Tweet
Pin
Share
No pendapat



Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil
 Pengantar Kajian Media
Dosen Pengampu : Abdul Wahid, S.I.Ikom., MA


 


Disusun Oleh

Dymi Marsa L.
165120200111024

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017


PEMBAHASAN

Menjadi masalah dunia atas tindak kejahatan Israel terhadap Palestina yang berlangsung selama satu tahun lebih. Peristiwa ini semakin panas ketika ditemui Ibukota Yerusalem menjadi milik negara Israel dalam google maps dan dibenarkan adanya dengan pidato Donald Trump orang nomor satu di Amerika Serikat pada 6 Desember 2017 lalu. Indonesia sebagai negara yang pernah dibantu Palestina akan kemerdekaannya di tahun 1944 merasa memiliki hutang etis penjajahan terhadap yang dialami Palestina kali ini. Tepat 17 Desember 2017 lalu, Indonesia berbondong-bondong menyuarakan dukungannya terhadap Palestina. Monas menjadi pilihan tempat rakyat Indonesia untuk berdemonstrasi atas pidato dukungan Donald Trump terhadap Yerusslaem yang menjadi Ibukota Negara Israel.
Demonstrasi ini merupakan salah satu bentuk konkrit teori opini publik. Teori ini berbunyi bahwa publik juga memiliki peran besar dalam memberikan komentarnya -dalam hal ini dapat pula dikatakan sebagai bentuk demokrasi Indonesia, yang merupakan kesepakatan ataupun diskusi dari individu-individu di suatu kelompok. Penyampaian opini oleh publik ini merupakan bentuk kebebasan serta menuntut adanya ketidak seimbangan yang dirasakan oleh masyarakat. “Pada intinya, opini publik merujuk pada sentimen kolektif dari sebuah populasi terhadap subjek tertentu” (Turner, L dan West, R, 2008, h 122). Tentu aksi tersebut berlangsung karena adanya permasalahan yang muncul, dalam kasus ini terdapat pada pidato Donald Trump. Aksi tersebut berusaha menyampaikan sisi berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh Trump. Demonstran Aksi Bela Palestina pada 17 Desember 2017 lalu merupakan subjek konkrit terhadap keberadaan opini publik yang perlu disampaikan.
Aksi demo ini tidak saja dilakukan di depan Monas, disebutkan bahwa banyak netizen yang turut menyuarakan dukungannya terhadap demonstrasi ini melalui jejaring sosial Twitter. Seperti yang dilansir msn.com melalui suara.com bahwa pengguna twitter juga turut meramaikan aksi tersebut melalui tagar #AksiBelaPalestina1712. Dalam satu jam, tagar ini mampu menjadi trending topic di seluruh dunia. Tweet yang diunggah juga berasal dari akun official seperti milik Kementerian Agama Republik Indonesia. Akun tersebut mengirimkan foto situasi pagi hari di Monas dengan iringan tagar #AksiBelaPalestina1712 #WeStandWithPalestin dan #AksiBelaPalestina.
Netizen ikut “berperang” selayaknya demonstran di Monas terhadap keputusan Donald Trump melalui Twitter. Sesuai dengan Model Komunikasi Massa yaitu Two Step Flow of Communication, bahwa komunikasi dilakukan dalam dua tahap. Model ini dikenalkan oleh Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dalam The People’s Choice tahun 1944. Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan data empiris pengaruh langsung pesan di dalam media dalam pemilihan umum. Penelitian tersebut kemudian membuktikan bahwa sebagian besar pengambilan suara sebenarnya dipengaruhi oleh pendekatan individu dibandingkan dengan siaran kampanye melalui radio, koran atau media lainnya. Sebab itulah, Katz dan Lazarsfeld mengembangkan teori komunikasi dua tahap dalam komunikasi massa, dimana sesuatu dapat diterima oleh individu atau kelompok lainnya jika didahului dengan keberadaan orang yang paling berpengaruh.
Two step flow of communication terjadi dalam penentuan sikap mayoritas masyarakat Indonesia terhadap keputusan Donald Trump di dalam pidatonya. Bagaimana sikap penolakan mayoritas masyarakat Indonesia, didahului dengan pernyataan sikap tokoh atau lembaga yang berpengaruh di dalam dinamika masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, tentu masyarakat Indonesia tidak serta merta melakukan penolakan keras terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat. Perlu adanya ‘pendahuluan’ dalam sebuah kolaborasi dinamika kelompok. ‘Pendahuluan’ ini dilakukan oleh MUI dan ormas Islam lainnya, kelompok sosial yang bergerak dalam bidang agama, membacakan pernyataan sikap yang terdiri atas empat butir. Pernyataan ini dibacakan dalam Konfrensi Pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat pada 8 Desember 2017 oleh Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri MUI, Zaitun Rasmin.
Komunikasi dua tahap juga terjadi dalam kejadian demonstrasi virtual melalui sosial media Twitter. Agaknya, para netizen mulai raung meraung menyuarakan ‘kebenaran’ melalui saluran yang kerap kali mereka gunakan. Tanpa melalui kehadiran fisik, media telah menjadi jembatan penyeberangan yang tidak lagi membatasi ruang dalam menyampaikan pendapat. Tagar #AksiBelaPalestina1712 menjadi tirai atas cuitan tweet mereka. Tagar ini juga dimeriahkan oleh Ketua MPR RI, Zulkifi Hasan dan Kementerian Agama sebagai ‘pendahulu’ terhadap pendukung demonstrasi virtual.  Diawali dengan aksi nyata di depan Monas bersamaan dengan komunitas, volunteer, dan tokoh negarawan, tagar ini ikut mengiringi meriahnya demo aksi protes keputusan Trump tersebut.
Asumsi dasar dari teori ini adalah seorang opinion leader yang menerima dan memperhatikan pesan melalui media massa. Gabriel Weimann, 2007, h 180 dalam Nisbet dan Kotcher menjelaskan bahwa pemimpin opini dibedakan berdasarkan tingkat kekuatan personal untuk mengkonstruksi “refleksi kepercayaan dalam kepemimpinannya, bakat dalam membentuk opini orang lain dan dampak diri mereka terhadap kondisi sosial dan politik”. Opinion leader kemudian akan menginterpretasikan atau memaknai simbol di dalam pesan tersebut dengan konstruksi pribadinya. Tokoh tersebut memiliki peran yang sangat kuat dalam dinamika kelompok, sehingga hasil pemaknaan simbol atas pesan yang diterima mampu mengubah perilaku kelompoknya dan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Dampak yang ditunjukkan oleh kelompok saat memaknai pesan tokohnya akan berbeda ketika mereka memaknai pesan melalui sumber utamanya.
Tentu asumsi dasar ini juga dapat dibuktikan terhadap fenomena terkait. Perlu diketahui bahwa pidato Donald Trump tidak disaksikan secara langsung oleh masyarakat Indonesia, perlu adanya bantuan media massa untuk menyaksikan pidato orang nomor satu di Amerika Serikat tersebut. Youtube misalnya atau Instagram menjadi media alternatif para netizen untuk mengakses pidato terkait. Pemilihan media ini juga menjadi penentu atas bagaimana audiens menerima pesan dan dampak perilaku yang ditunjukkan setelah memaknai pesan tersebut. DeFleur dalam bukunya menjelaskan bagaimana peneliti dalam The People’s Choice mendalami hasil pendataan terhadap sampelnya, “When the interviewers asked how the subjects had learned about one of the candidates, the researchers fully anticipated that they would identify one of the media as sources of their information” (DeFleur, 2010). Hal serupa juga terjadi ketka netizen memilih media Twitter sebagai source of information terkait Aksi Bela Palestina.
Kedua fenomena diatas terjadi akibat adanya tokoh atau lembaga yang diterima masyarakat memaknai pesan yang diterimanya yaitu pidato Donald Trump. Barulah kemudian, tokoh dan lembaga ini mulai memproduksi pesannya sebagai “pernyataan sikap” maupun melalui cuitan Twitternya. Masyarakat baru dapat terpengaruh akibat adanya dekonstruksi pesan oleh leader. Dalam bukunya Mass Communication Theories, DeFleur mengungkapkan dua tahap untuk mempengaruhi kampanye dari media ke audiens. “(1) Opinion leaders attend closely and become well informed. (2) Then, by word of mouth, they inform and influence others….” (DeFleur, 2010, h 178)
 Reaksi yang diterima oleh masyarakat tidak serta merta menolak secara mutlak terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat tersebut. Masih terdapat rasa takut dan ragu untuk berpendapat, bahkan sebagian dari masyarakat mungkin merasa ‘kejenuhan’ akan media exposure terhadap permasalahan ini. Namun, akan berbeda haln  ya ketika salah satu tokoh masyarakat berpendapat melalui cuitannya di media sosial. Habieb Rizieq adalah tokoh masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat dalam bidang agama. Ketika Habieb Rizieq mengatakan pernyataan sikapnya terhadap pidato Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibukota negara Israel yakni menentang hal tersebut karena Palestina adalah negara yang perlu dibela dengan masyarakat mayoritas beragama islam. Ketika hal ini terjadi, tak sedikit netizen mulai berani menyuarakan hal serupa terhadap pidato Donald Trump. Hal ini akibat kepercayaan yang dibangun oleh masyarakat terhadap tokoh Habieb Rizieq, dibuktikan dalam buku DeFleur “personal influence has a credibility advantage over media influence” (2010, h 179).
Begitupula dengan demonstrasi virtual dengan media sosial Twitter sebagai jembatan atas suara masyarakat. Cuitan netizen tidak begitu saja keluar dalam benak mereka, tentu terdapat faktor pendorong yang menjadi motivasi mereka dalam mengunggah opininya terkait #AksiBelaPalestina1712. Tokoh politik MPR RI sebagai opinion leaders yang kemudian akan diikuti dengan netizen lainnya untuk menggencarkan Aksi Bela Palestina di hari tersebut. Nyatanya, dorongan dari opinion leaders mampu diikuti oleh netizen dari berbagai kalangan, baik itu pejabat, ustadz, bahkan warga sipil turut berpartisipasi dalam media massa. “Thus, there was no evidence that those higher in income, education, or other forms of social status were exerting their personal influence downward” (DeFleur, 2010, h 178).
Pada dasarnya, fenomena ini telah membuktikan bahwa komunikasi dua tahap memang benar adanya. Pembuktian ini agaknya juga menentang adanya Magic Bullet Theory atau Teori Jarum Hipodermik. Teori ini membicarakan bagaimana sebuah media menjadi suntikan bius yang paling berpengaruh terhadap audiens. Rupanya tak semudah itu, pada jaman era modern ini masyarakat sudah mulai aktif dan pintar dalam memilah sebuah informasi. Pesan dalam pidato Donald Trump adalah sebuah tembakan yang dalam teori ini dirasa akan membius audiens secara langsung. Sayangnya, masyarakat Indonesia tidak semudah itu dalam menyikapi hal ini. DeFleur mengatakan “these findings were one reason why the Magic Bullet Theory had to be abandoned” (2010, h 180). Masyarakat sekarang bukan lagi subjek yang pasif dan begitu saja menerima segala pemikiran-pemikiran dari media. Mereka semakin pintar dalam menyikapi suatu hal, sehingga mengesampingkan asumsi-asumsi dari teori ini.
Two step flow of communication atau komunikasi dua tahap berasumsikan terhadap kontribusi sosiologi di dalamnya. Bahwa para sosiolog percaya bahwa karakteristik dan hubungan antara tokoh pemimpin dengan masyarakatnya memiliki kaitan terhadap besarnya pengaruh terpaan pesan yang dibawa. MUI dan ormas islam lainnya memiliki karakteristik yang cukup kuat dalam membentuk pola pikir atau persepsi mayoritas masyarakatnya serta bagaimana mereka (baca:masyarakat) dapat mengadopsi ide-ide yang ditawarkan oleh tokoh atau lembaga tersebut -selanjutnya dibahas dalam Teori Difusi Inovasi dalam Rogers. Hal ini dapat dilakukan ketika pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa tidak dapat berdifusi dengan baik atau kurang mendapatkan respon terhadap audiensnya. Maka tokoh atau lembaga dapat dijadikan sebagai “batu loncatan” atau bahkan tepatnya sebagai “pembuka gerbang” pemikiran orang di sekitarnya dalam menerima nilai-nilai yang berusaha dikirimkan melalui media massa.

DAFTAR PUSTAKA

l Nisbet, M dan Kotcher, J. (2009). A Two-Step Flow of Influence? Opinion-Leader Campaigns on Climate Change. 30 (3). 328-354
l DeFleur, M. (2010). Mass Communication Theories: Explaining Origins, Processes, and Effects. Boston: Allyn & Bacon
l West, R dan Turner, L. (2008). Introducing Communication Theory: Analysis and Application (3rd ed.). (Maer, M, Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.
l Sudjoko, A. (2017). Minggu keempat: Two Step Flow Communication. Teks tidak terpublikasi, Universitas Brawijaya, Jawa Timur, Indonesia
l Pratomo, A. (2017). Aksi Bela Palestina 1712 di Twitter pun Pecah. Diakses pada 18 Desember 2017. Pada https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/aksi-bela-palestina-1712-di-twitter-pun-pecah/ar-BBGRwOY?li=BBrVqUC&ocid=wispr
l Purnomo, N. ( 2017). Aksi Bela Palestina bisa Memakan Dana Ratusan Miliar Rupiah. Diakses pada 18 Desember 2017. Pada http://www.tribunnews.com/nasional/2017/12/15/aksi-bela-palestina-bisa-memakan-dana-ratusan-miliar-rupiah
l Hashtag #AksiBelaPalestina1712. Diakses pada 18-19 Desember 2017. Pada https://twitter.com/hashtag/aksibelapalestina1712
l Purnomo, N. (2017). MUI dan Ormas Islam Tolak Pernyataan Donald Trump Soal Yerusalem. Diakses pada 19 Desember 2017 pada http://www.tribunnews.com/nasional/2017/12/08/mui-dan-ormas-islam-tolak-per
nyataan-donald-trump-soal-yerusalem
Share
Tweet
Pin
Share
No pendapat
RANGKUMAN RKPS PERTEMUAN 7
MEDIA SEBAGAI GEJALA (MC LUHAN).
Media massa merupakan bentuk dari pembuahan pemikiran manusia dalam bidang teknologi dan informasi yang bermanfaat. Dengan adanya media massa, informasi dapat diakses dengan mudah, cepat, dan meluas, inilah mengapa McLuhan mengatakan bahwa media merupakan kepanjangan dari indra manusia. Dimana, media juga memiliki fungsi yang sama seperti indra namun tidak memiliki limit sebagaimana indra manusia.
Media adalah gejala terkait dengan penjelasan diatas adalah, media juga ikut berkembang sebagaimana penemuan terus berkembang. Akibat dari fenomena tersebut adalah perilaku manusia yang juga ikut berubah, hal ini dimaklumi dengan melihat ketergantungan manusia terhadap media yang cukup tinggi. Perubahan yang terjadi dapat berbentuk proses komunikasi, pertukaran nilai, maupun pertukaran ideologi. Semakin berkembangnya media, transfer yang terjadi tidak cukup hanya sebatas informasi, misalnya saja dengan hadirnya televisi maka audiens diberikan sajian “tontonan” yang nilai-nilai gambarannya dapat diadopsi secara berkala. Misalnya saja trend warna baju yang secara visual ditampilkan dalam televisi, kemudian akan menjadikan perubahan terhadap individu terkait sebagai pemirsa televisi. Gejala-gelaja inilah kemudian disebutkan karena adanya perkembangan media, baik bentuk, cara, maupun kecepatan informasi media itu sendiri.
MEDIA SEBAGAI PRODUK BUDAYA (RAYMOND WILLIAMS)
Seperti yang dikatakan DeFleur dalam bukunya Mass Communication Theory, bahwa perbedaan setiap individu ketika diterpa oleh media massa yang dapat memberikan efek tertentu yang berbeda-beda. Perbedaan tangapan setiap individu tersebut dikarenakan sifat mereka yang selektif dalam menerima informasi, mereka memiliki keyakinan dan psikologis yang berbeda.
Pada kelompok sosial tentu adanya norma budaya yang tumbuh dan kemudian mengatur serta membatasi sikap anggota kelompoknya. Hal ini lah yang kemudian juga mempengaruhi seseorang dalam menanggapi informasi. Media massa menyebarkan informasi kepada khalayak umum yang kemudian difilter melalui norma budaya yang ada. Norma ini kemudian akan memandu individu dalam melihat media berdasarkan perspektif budaya yang tumbuh. Maka, konten yang ada di dalam media massa secara sadar maupun tidak sadar akan tersisihkan dengan menonjolkan konten yang sesuai dan berkaitan dengan norma budaya kelompok tersebut.
MEDIA IS THE MESSAGE
McLuhan membahas bagaimana efek dari teknologi atau media itu sendiri diluar dari informasi yang disampaikan. Menurutnya, media disini tidak hanya sebagai saluran untuk sekedar menyampaikan informasi. Dalam buku Understanding Media, media yang dimaksud dapat memberikan pengaruh dan perubahan persepsi masyarakat. Seperti halnya sebuah berita yang akan diinformasikan kepada masyarakat melalui radio dan televisi. Ada perbedaan mencolok terhadap perubahan yang terjadi terkait saluran yang digunakan. Ketika berita disebarluaskan melalui saluran radio, agaknya feedback yang diterima sangatlah minim dibandingkan ketika disebarluaskan melalui saluran televisi. Akan ada banyak feedback yang diterima ketika pemberitaan dilakukan lewat televisi, padahal perlu ditekankan kembali bahwa informasi pemberitaan yang disampaikan adalah sama, hanya berbeda saluran yaitu media berupa radio dan televisi. Maka, dapat disimpulkan bagaimana sebenarnya media benar memiliki pengaruh yang kuat layaknya “pesan” yang disampaikan komunikator.
TELEVISION (RAYMOND WILLIAMS)
Televisi sebagai media audio-visual memiliki pengaruh kian besar dalam perubahan masyarakat. Utamanya konten yang ditampilkan adalah dominan budaya populer. Perubahan ini terjadi tanpa memandang lapisan masyarakat dan unsur geografisnya karena nyaris seluruh audiens dapat dengan mudahnya terpengaruh dengan keberadaan media audio-visual ini.
Kebudayan populer tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan media. Media, telah  memberi kontribusi yang cukup besar untuk berkembangnya kebudayaan massa kini. Dalam buku Television tersebut, Williams juga menyebutkan bahwa televisi juga mempengaruhi kebudayan sesorang atau kelompok. Seperti penayangan acara tertentu dalam jam tertentu yang akan berakibat pada penjadwalan rutinitas audiens dalam menonton televisi untuk menikmati acara favoritnya.
DAFTAR PUSTAKA
eprints.undip.ac.id/39295/3/BAGIAN_I.docx

Share
Tweet
Pin
Share
No pendapat
RANGKUMAN RKPS PERTEMUAN 6

Uses and Gratification Theory

Adalah keyakinan pada aktivitas indiviu untuk mencari konten media yang memberikan mereka kepuasan pribadi dari kebutuhan yang bermacam-macam yang akhirnya menimbulkan penjelasan baru (DeFleur, 2010). Teori ini berusaha membantah asumsi dan prediksi pada magic bullet theory yang merepresetasikan bahwa audiens adalah masif dan tidak memiliki kekuatan, sehingga audiens hanya bersifat sebagai penerima segala pesan yang disampaikan oleh media. Psikologi merupakan pioneer dari teori ini sehingga pada dasarnya, teori ini akan fokus terhadap perilaku yang dialami individu terhadap media.

Teori Uses and Gratification bermula dari penelitian audiens radio (menjadi dasar bagi teori ini) dan kemudian berkembang. Pada studi kasus “Soap Opera” psikolog Herta Herzog tahun 1942 mengatakan bahwa soap opera memang memiliki audiens yang masif. Dalam penelitian yang berfokus pada individu, menemukan faktor personal yang menjadi bagian dalam teori ini, seperti perbedaan ketertarikan, kepuasan, kepercayaan diri sendiri dsb. Efek yang dirasakan pada “kepuasaan” individu memiliki beberapa macam menurut Herzog:
l Emotional Release (pelepasan emosi)
Audiens akan ikut merasakan apa yang dia lihat atau dengarkan melalui media massa. Seperti tokoh yang merasa marah, maka audiens juga akan ikut merasakan marah
l Wishful Thinking (berangan-angan)
Audiens tentu pernah memiliki angan-angan merasakan itu atau menjadi seperti itu. Dengan pengalaman yang didapat melalui media massa yang dia lihat atau dengarkan, audiens dapat berpura-pura atau membayangkan berada dalam suasana seperti itu maupun menjadi tokoh seperti itu.
l Getting Advice (mendapatkan saran)
Audiens akan mempelajari alur yang dialami oleh karakter, bahkan mereka bisa saja mengadopsi strategi yang dilakukan karakter dalam menghadapi masalah

Uses and Gratification berfokus terhadap kepuasan yang diterima oleh individu dan bagaimana pada akhirnya mereka merasakan “indikator” puas untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam. Teori ini masih dalam perkembangan. Peneliti terus berusaha memahami kebutuhan orang-orang dan bagaimana variasi bentuk dari konten media yang memberikan kepuasan bagi mereka.

Media Information Utility Theory

Telah dijelaskan bahwa seseorang sangat selektif apa yang mereka pilih di dalam media dan seharusnya fenomena ini dapat dijelaskan dengan pertanyaan “mengapa?” Pada pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa yang bisa menjawab adalah Uses and Gratifications Theory. Teori ini menjelaskan bahwa faktor signifikan yang memandu mereka dalam memilih media massa adalah motivasi orang-orang untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam melalui “gratifications” yang dapat diperoleh melalui bentuk spesifik dari konten media. Teori Uses and Gratifications  menjelaskan bagaimana mereka memilih konten yang berbeda untuk  kemudian (teori ini fokus terhadap) memperoleh kepuasaan yang mereka butuhkan.
Permasalahaan dalam logika dasar di dalam Media Information Utility Theory adalah terlalu banyak sesuatu yang tidak dapat diketahui. Seperti perilaku yang bisa diobervasi namun tidak dengan proses yang dilakukan. Teori ini menganalogikan “black box” yang diawali dengan mengobservasi perilaku dan kemudian menyimpulkan motivasi dan proses kepuasan. Black box dikatakan tidak lain sebagai sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan pemilihan media berdasarkan keperluan pemenuhan kebutuhan atau sesuatu yang belum bisa ditebak sebagaimana efek yang diberikan media massa jika belum publikasikan untuk dikonsumsi audiens.

Selektif dalam teori utilitas informasi
Uses and Gratifications Theory memiliki limit, pada satu sisi teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa orang orang memilih beberapa kategori dalam konten media dengan sederhana dan sangat jelas tidak berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang mendalam. Maka, dalam information utility theory akan dibahas, bagaimana individu memilah informasi (bukannya media seperti Uses and Gratifications) yang tersedia untuk kemudian digunakan dalam pemenuhan kebutuhan. Sebenernya orang orang mengambil dan memilih beberapa kategori dalam konten media karena ada hubungannya dengan kebutuhan kompleks. Penjelasan terhadap perilaku tersebut adalah dengan  menganggap orang-orang menggunakan media sebagai sumber (yang mudah) guna memperoleh informasi yang dapat mereka satukan untuk mencapai tujuan praktis atau sebagai solusi untuk masalah rutin dalam kehidupan sehari-hari. Media menyediakan warga dalam kehidupan modern degan kekayaan informasi sederhana dan praktis dalam kehidupan sehari-hari dimana keputusan harus dibuat untuk mencapai tujuan.
Mengganti sumber dalam informasi utilitarian
Pemecahan masalah dasar adalah memperoleh kurang lebih secara langsung melalui orang lain, orang orang yang memiliki keterikatan sosial secara signifikan. Pada jaman sekarang, bagaimanapun juga, apabila kita membutuhkan informasi, orang terdekat dapat dijadikann sebagai channels, hal serupa terjadi dalam kehidupan pedesaan, atau bahkan dengan anggota dalam sebuah kelompok, keluarga misalnya.
Mass Media in Mass Society
Komunikasi interpersonal cenderung menghambat “free flow” komunikasi diantara orang-orang, dan hal ini memandu mereka untuk berputar balik pada sumber lainnya untuk mendapatkan informasi yang dapat mereka gunakan. Hal ini dapat saja terjadi jika seseorang menjadi tertutup dan tidak mau memberi banyak informasi pada kita. Jaman sekarang, kita hidup di sebuah negara namun tidak sepenuhnya mengetahui tentang negara. Sebagai konsekuensi nya, media massa lah menjadi solusi yang sekarang mampu menyediakan informasi untuk kita gunakan sebagai dasar dalam membuat berbagai dedikasi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. “Penjelasan yang paling masuk akan dan mudah bahwa individu mencari sejumlah besar informasi dari media setiap hari” (DeFleur, 2010)

RINGKASAN FORMAL
“Sebuah penjelasan dari sebuah hubungan antara macam macam konten dalam media massa tertentu, perubahan alami masyarakat, dan jenis selektifitas yang dilakukan oleh penonton dapat disebut dengan Media Information Utility Theory “(DeFleur, 2010). Mencoba mejelaskan penggunaan ekstrim yang dilakukan khalayak dalam membuat informasi praktis, bahwa yg mereka cari melalui berbagai media, dan digunakan untuk berbagai tujuan utilitarian dalam masyarakat urban-industri. Teori ini dimaksudkan untuk membenahi pada frasa “uses” dalam Uses and Gratification yang dianggap membingungkan. Sejak teori Uses and Gratification secara khusus terfokus pada penelusuran “deep-seated needs” atau kebutuhan yang mendalam yang dipuaskan melalui paparan selektif terhadap konten media dan tidak melihat alamat penggunaan utilitarian, namanya berganti menjadi Uses for Gratification. Yang pada akhirnya memberi teori tersebut fokus yg lebih tajam, yaitu konsisten terhadap penelitian literatur yang cukup besar dalam akumulasi kebutuhan-kepuasan. Sehingga, Information Utility Theory lebih memfokuskan pada bagaimana pertimbangan individu dalam memilah konten dari berbagai media yang ada, sifat selektifitas inilah yang menjadi alasan mengapa konten tersebut penting.

MODELLING THEORY

Teori ini fokus terhadap bagian partikel (kecil) dari efek komunikasi massa. Seperti yang telah diketahui, bahwa psikologi telah mempelajari efek dari media itu sendiri. Dalam modeling theory dijelaskan bahwa bagaimana orang-orang memperoleh kehidupan baru dengan melihat bagaimana orang lain berperilaku, hal ini juga berlaku saat mereka melihat melalui media massa.  
Psikologi yang menjadi pendekatan dalam teori ini, melihat bagaimana media benar-benar menjadi “model” selayaknya dalam dunia fashion. Seperti halnya wanita yang akan selalu mengikuti trend baju, individu memiliki hal tertentu untuk dapat dijadikan referensi. Tak hanya berupa fisik, seorang wanita bahkan dapat mengadopsi gaya bicara, gaya hidup, gaya berjalan dan lain sebagainya, hal ini menunjukkan bahwa individu juga dalam mengadopsi nilai-nilai yang diterimanya sebagai bentuk perilaku barunya nanti.

Social learning theory
Dalam mengadopsi dan membentuk perilaku baru, sebuah nilai juga akan mengalami proses secara langsung dan sadar. Penampilan yang diadopsi kemudian akan mendapatkan “reward” sebagai bentuk kepuasan atau kondisi yang menyenangkan. “reward” yang dimaksud adalah sebuah konsekuensi dari perilaku yang menunjukkan penguatan kebiasaan (hingga akhirnya diakui sebagai sebuah kebiasaan).
Social learning from media depicitions
Teori ini dibutuhkan dalam pembelajaran media dan perolehan pola perilaku hanya dengan melihat orang lain bertindak. Adanya sesuatu yang penting disini adalah media visual, dimana media visual akan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan koran, majalah, dan buku. Printed media memiliki kelemahan dalam mendominasi perubahan perilaku seseorang. Maka dari itu, televisi justru mempegaruhi audiens dengan lebih efektif. Hal ini terjadi sejak televisi mulai meluas dan banyak digunakan di Amerika (pada saat itu).
Bagaimana mereka mengadopsi sebuah perilaku tidak secara mentah-mentah. Mereka akan mengadopsi sesuai dengan kebutuhan, misalnya saja dalam menghadapi permasalahan, apa yang mereka lihat akan mereka adopsi di kehidupan nyata. Dan jika hal tersebut berhasil, mereka akan cenderung mengulanginya kembali dalam keadaan yang sama, kemudian akan berkembang menjadi kebiasaan. Maka dapat disimpulkan, sebenarnya perilaku baru yang mereka cari adalah sebuah solusi yang mereka butuhkan.
Proposisi seseorang dalam menerima pengaruh perilaku melalui media
1. Mereka akan melihat gambaran perilaku (model) dalam presentasi oleh media
2. Identifikasi model, kemudian meyakinkan diri sendiri atas keinginannya menjadi seperti model
3. Mengingat dan reproduksi (imitasi) perilaku dalam beberapa persoalan/masalah sebagai bentuk kontrol dalam situasi/masalah tersebut
4. Melakukan imitasi tersebut dan melihat hasil dari “reward”
5. Jika hasil yang didapatkan memiliki penguatan yang positif, orang tersebut akan menggunakannya kembali dalam keadaan yang sama.

MEDIA INFLUENCED DIFFUSION OF INNOVATION THEORY

“Adalah sebuah adopsi dari kelompok maupun populasi terhadap suatu inovasi” (DeFleur, 2010). Karena membahas perubahan sosial yang terjadi pada suatu kelompok maupun populasi, maka sosiologi akan menjadi pendekatan dalam teori ini. Perubahan sosial yang dimaksud adalah seperti kepercayaan, perilaku, atau menggunakan teknologi baru yang sebelumnya belum menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri dalam beraktifitas. Saat seseorang dalam sebuah masyarakat mulai mengambil dan menggabungkan pemikiran, kepercayaan, perkataan, suatu barang, dan solusi permasalahan lainnya dalam kehidupan mereka, maka itu adalah sebuah tanda bahwa budaya mereka mulai mengalami pergeseran.
Industri dan organisasi komersial juga memanfaatkan teori difusi inovasi. Mereka menyadari bagaimana konsumen memutuskan untuk lebih menggunakan solusi baru atau produk baru saat menyelesaikan masalahnya. Lalu, mereka akan menggunakan media untuk memainkan perannya dalam menyadarkan pemirsa bahwa adanya inovasi sebagai bentuk alat pemuasan kebutuhan mereka.
DOI interest for three reasons:
1. Kehadiran media baru yang mengambil posisi media lainnya.
Melalui teori DOI. Seperti radio menggantikan koran, televisi yang menggantikan radio, dan internet yang menggantikan televisi,
2. Media berperan dalam melakukan promosi terhadap ide, bentuk perilaku, maupun sesuatu yang baru. Hal ini juga lalu dimanfaatkan oleh industri untuk melakukan iklan terus menerus terhadap produk ataupun jasa mereka.
3. Dalam penerimaan inovasi, akan ada sebagian orang yang tidak dapat menerima perubahan yang terjadi dan bahkan menganggap terjadinya imperialisme budaya. Dapat disimpulkan bahwa, invoasi diterima hanya sebagian lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan tertentu.
Basic Definitions
PROSES PERSONAL
Konsep dalam definisi DOI Theory adalah penerimaan individu, bagiamana mereka menerima dan menggunakan invoasi tersebut, mereka harus melihat dulu sejauh mana invoasi dapat digunakan dan bermanfaat, baru kemudian di adopsi dan digunakan.
KELOMPOK DIFUSI -> Akan ada kelompok yang tidak dapat melakukan difusi terhadap suatu inovasi, namun teori ini akan lebih fokus terhadap kelompok yang mau menerima inovasi sebagai bentuk difusi. Dalam ranah kelompok, dapat dikatakan difusi ketika sesuatu tersebut dapat diterima oleh anggota kelompok dan menggunakan inovasi tersebut dalam waktu yang bersamaan.

INOVATION ?
Diawali dengan perkawinan silang tanaman jagung pada masa Perang Dunia II. Bahwa penemuan ini adalah sesuatu yang baru, dimana pada awalnya jagung hanya dapat dikawinkan sejenis, namun dengan adanya penemuan ini, tanaman jagung dapat berbuah lebih baik. Penemuan ini kemudian meluas dan diaplikasikan hampir ke seluruh penjuru Amerika pada saat itu. Saluran yang digunakan dalam penyebaran penemuan ini bukanlah media massa, melainkan komunikasi interpersonal. Sebuah komunikasi satu orang ke orang lainnya juga dapat mempengaruhi sebagai sebuah difusi (pada saat itu

Faktor yang mempengaruhi efektifitas DOI Theory :
(1) spesifikasi dari inovasi itu sendiri
(2) proses interpersonal maupun media massa dalam menciptakan ketertarikan,
(3) karakteristik sebuah kelompok
(4)  golongan individu yang memiliki pengaruh kuat dalam sebuah kelompok.

A THEORY OF AUDIENCE AND MEDIA DEPENDENCY ON POPULAR CULTURE
Ketergantungan ini pertama kali disadari pada media massa koran yang berkembang di tahun 1830-an. Bahwa konten di dalam koran seperti kasus pembunuhan, berita, maupun hiburan yang mendapat perhatian dari pembacanya. Mereka meyakini akan adanya peristiwa tersebut hanya dengan membacanya melalui koran. Untuk mendapatkan pembaca dengan angka cukup besar, maka sebuah media massa akan menyajikan “sesuatu” yang menjadi kesenangan pembaca. Strategi ini berkembang di Amerika Serikat pada awal abad 19. Banyaknya ketertarikan pembaca terhadap konten hiburan, yang kemudian disebut para akademisi bahwaa media menampilkan “popular culture” atau budaya popular. Dalam hal ini, industri media berusaha untuk menyajikan sesuatu yang menjanjikan dengan mendapat perhatian publik. Walaupun mendapat kritikan, strategi ini terus saja berlangsung sebagai bentuk meraup keuntungan dari bisnis yang dilakukan industri media.
BERBAGAI PENGERTIAN “CULTURE”
- Culture as a design living berarti budaya sebagai solusi. Maksudnya, setiap generasi tentu akan menemukan sebuah permasalahan yang kemudian mendapatkan solusi. Solusi ini kemudian diadopsi, disepakati, dan dilakukan terus menerus sehingga menggeser budaya yang dulunya mereka gunakan.
- High culture dikatakan demikian berarti budaya yang dimaksud fokus terhadap sesuatu dengan nilai seni tinggi dan sesuatu yang superior dalam lapisan masyarakat. Dapat juga diartikan high culture karena pengetahuan dan sikap mereka terhadap seni, musik, literature, yang mana seni tersebut diproduksi oleh talent berbakat. Budaya ini hanya dikonsumsi oleh beberapa orang saja dalam suatu masyarakat.
- Folk culture adalah produksi kreatif dari orang-orang tradisional. Budaya ini menjadi sebuah keunikan dan ciri khas penduduk tertentu maupun wilayah tertentu yang menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka. Sebenarnya folk culture juga sebagian dari presentasi media massa, namun tidak sepenuhnya diekspos. Layaknya high culture, budaya ini juga memiliki peminat yang sedikit karena objeknya yang cukup kritis dan bahkan sebagian kecilnya bisa berbahaya.
- Popular culture ada dua frasa yang perlu dipahami, yaitu “budaya massa” ataukah “budaya populer”. Sebagai seorang sosiolog, Herbert Gans dalam DeFleur, 2010 menjelaskan

“The term mass culture is a combination of two German ideas: Masse and Kulture. The mass is (or was) the non-aristocratic, uneducated portion of European society, especially the people who today might be described as lower-middle class, working-class, and poor. Kultur translates as a high culture, it refers not only to the art, music, literature and other symbolic product that were (and are) preferred by the well-educated elite of European society but also the styles of thought and the feelings of those who choose these products- those who are ‘cultured’. Mass culture on the other hand, refers to the symbolic products used by the ‘uncultured’ majority”

Bahwa budaya massa adalah budaya yang diproduksi oleh individu yang tidak berbudaya, maksudnya adalah tidak memiliki nilai seni yang tinggi, baik dalam hal musik, literatur maupun pendapat yang disampaikan.
Budaya populer sering ditampilkan karena dapat menampilkan berbagai produk, aktivitas maupun hiburan yang didesain untuk disajikan terhadap orang banyak tanpa harus memperhatikan permintaan golongan intelektual. Budaya populer tidak se kompleks budaya lain yang membutuhkan segmentasi audiens lebih khusus. Maka dari itulah, budaya populer banyak diadopsi utamanya industri media guna menjangkau banyak pemirsa. Sebagai ajang bisnis, pemirsa dijadikan objek untuk menonton iklan sebagai sasaran industri dan organisasi komersial. Seperti dalam complex flow of kitsch yang mengatakan bahwa budaya populer memproduksi sedikit nilai artistik amun mendapatkan perhatian yang luas dalam tatanan audiens.

DAFTAR PUSTAKA

DeFleur, M. L. (2010). Mass communication theories: explaining origins, processes and effetcs. Boston: Allyn & Bacon
Share
Tweet
Pin
Share
No pendapat
Newer Posts
Older Posts

Blog Archive

  • ►  2010 (12)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Desember (11)
  • ►  2011 (2)
    • ►  Januari (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Januari (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  November (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Desember (2)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2017 (5)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Oktober (4)
  • ▼  2018 (18)
    • ▼  Januari (11)
      • AGENDA SETTING THEORY ON 21ST CENTURY NEWS PORTAL
      • Kehadiran Iphone X bagi Masyarakat Indonesia [Kri...
      • Strategi Pemasaran Rokok Di Indonesia melalui Anal...
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [1, 2]
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [3]
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [4]
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [5]
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [6]
      • PENGANTAR KAJIAN MEDIA [7]
      • ANALISA TWO STEP FLOW OF COMMUNICATION DALAM AKSI ...
      • Analisa Lembaga Sosial pada Studi Kasus Penanganan...
    • ►  Maret (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Juli (4)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Maret (9)

Entri Populer

  • DOWNLOAD MAKALAH NEGARA LAOS
  • DOWNLOAD SOUNDTRACK IKLAN WINDOWS 8

About Me

Unknown
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates