Strategi Pemasaran Rokok Di Indonesia melalui Analisa Semiotika pada Iklan Televisi Rokok Dji Sam Soe
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Komunikasi Perspektif Indonesia dan Asia
Dosen Pengampu : M. Fikri. AR, S.Kom., MA

Disusun Oleh :
Dymi Marsa L. (165120200111024)
Dymi Marsa L. (165120200111024)
Dhinar Adi (165120207111016)
Faustine Filbert L. (165120200111065)
Ulya Azmia U.H (165120201111068)
Nuraldin Thoriqul H (1651202001111086)
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LATAR BELAKANG
Statistik pengguna rokok di dunia yang dilakukan pada tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk kedalam urutan atas dalam konsumsi rokok di dunia. Selama setahun penuh, rokok yang dikonsumsi di dunia menyentuh angka 5,8 triliun batang, 240 miliar batang atau sebesar 4,14 persen di antaranya dikonsumsi oleh perokok Indonesia. Angka ini membuat Indonesia mengisi urutan ke empat sebagai pengkonsumsi rokok terbesar di dunia setelah negara China sebesar 2,57 triliun batang, Rusia sebesar 321 miliar batang, dan Amerika Serikat sebesar 281 miliar batang (Koran Tempo, 30 September 2015).
Data survey konsumsi rokok pada masyarakat Indonesia terlihat jelas sejalan dengan tingginya prevalensi merokok di tanah air. Hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilakukan pada tahun 2011 memiliki hasil bahwa total jumlah pengguna tembakau, baik itu berupa rokok maupun penggunaan lainnya tanpa asap (smokeless form), menyentung angka 61 juta orang atau mencakup hingga sekitar 36 persen dari seluruh total penduduk Indonesia.
Bahkan alokasi pengeluaran rumah tangga pada rokok masih lebih besar daripada alokasi pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga lainnya seperti pendidikan, pangan dan sebagainya. Seperti pada tahun 2005 silam, pengeluaran yang dikeuarkan untuk produk tembakau—termasuk rokok— mencapai 11,5 persen dari total pengeluaran rumah tangga perokok, lebih tinggi dari pengeluaran untuk pendidikan (3,2 persen), kesehatan (2,3 persen), serta sumber asupan protein seperti ikan, daging, dan susu (11 persen). Celakanya, sebanyak 68 persen rumah tangga di Indonesia memiliki pengeluaran untuk rokok (Susenas, 2009)
Kebiasaan merokok pada penduduk kelompok usia muda juga sangat tinggi. Hasil Global Youth Tobacco Survey 2014 menunjukkan bahwa 19 persen penduduk pada kelompok umur 13-15 tahun adalah perokok. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan dalam jangka panjang akibat kebiasaan merokok pada penduduk usia muda merupakan potensi yang hilang (potential loss).
Persoalan semakin rumit karena kebiasaan merokok pada masyarakat miskin ternyata juga sangat tinggi. Hal itu terlihat dari data tingginya pengeluaran penduduk miskin yang dialokasikan untuk membeli rokok. Hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, sumbangan pengeluaran untuk rokok terhadap garis kemiskinan menempati posisi kedua setelah pengeluaran untuk beras.
BPS mencatat, pada Maret 2015, kontribusi pengeluaran untuk rokok terhadap garis kemiskinan mencapai 8,24 persen di perkotaan dan 7,07 persen di pedesaan, jauh lebih tinggi dibanding kontribusi pengeluaran untuk pendidikan yang hanya sebesar 2,46 persen di perkotaan dan 1,39 persen di pedesaan. Itu artinya, masyarakat miskin negeri ini lebih banyak menghabiskan uang untuk rokok ketimbang urusan pendidikan.
RUMUSAN MASALAH
“Bagaimanakah strategi pemasaran iklan rokok dji sam soe dalam meningkatkan penjualan produknya serta menghadapi regulasi rokok di Indonesia?”
TINJAUAN PUSTAKA
1. Jurnal Integrated Marketing Communication yang telah ditulis oleh Ardy Dharmawan Salim berjudul “IMC: Promosi, Iklan dan Sponsor Rokok Strategi Perusahaan Menggiring Remaja untuk Merokok”. Penelitian ini membahas tentang iklan rokok yang mampu mempengaruhi konsumennya melalui konten yang diadopsi dari interaksi dan kegiatan sosial.
2. Jurnal Komunikasi Pemasaran yang telah ditulis oleh Rio Gahari berjudul “Bentuk-bentuk Komunikasi Pemasaran Museum House of Sampoerna dalam Membangun Brand Image”. Penelitian ini membahas tentang pembentukan brand image melalui strategi pemasaran public relations (event), internet marketing, dan advertising.
3. Jurnal Komunikasi Pemasaran yang telah ditulis oleh Bayquni berjudul “Strategi Even Sponsorship PT HM Sampoerna dalam Mempertahankan Loyalitas Pelanggan”. Penelitian ini membahas tentang strategi yang dilakukan PT HM Sampoerna terhadap loyalitas pelanggannya adalah IMC dan pengadaan event sendiri.
4. Jurnal Semiotika yang telah ditulis oleh Calvien Muttaqin Tenggono dan Dhanik Sulistyarini berjudul “Analisis Semitoika Pesan Moral dalam Iklan Rokok Sampoerna A Mild “Go Ahead” di Media Televisi”. Penelitian ini membahas tentang pemaknaan iklan untuk mengelabuhi khalayak dengan tujuan komersial, untuk memberikan kesan terhadap penonton supaya menjadi aktor iklan dengan mengkonsumsi rokok tersebut.
5. Jurnal Semiotika yang telah ditulis oleh Fachrial Daniel berjudul “Analisis Semiotika tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokokk A Mild versi “Cowok Blur” Go Ahead 2011”. Penelitian ini membahas tentang penanaman konsep terhadap konsumen dengan memanfaatkan visualisasi (iklan), sehingga dapat dimaknai dengan mudah oleh audiens.
PEMBAHASAN
A. Strategi Pemasaran
Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan Egos atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. strategi dapat diartikan sebagai suatu rencana yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana ini meliputi : tujuan, kebijakan, dan tindakan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam mempertahankan eksistensi dan menenangkan persaingan, terutama perusahaan atau organisasi harus memilki keunggulan kompetitif.
Inti dari pemasaran adalah mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Definisi yang baik dan singkat dari pemasaran yang menurut Kotler dan Keller (2016:27) adalah “marketing is meeting needs profitability”, maksud ungkapan tersebut adalah pemasaran merupakan hal yang dilakukan untuk memenuhi setiap kebutuhan (kebutuhan konsumen) dengan cara-cara yang menguntungkan semua pihak. Arti dari definisi tersebut, pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menghantarkan dan memberikan nilai pelanggan yang unggul.
Maka dapat dikatakan bahwa strategi pemasaran adalah skema penentuan cara-cara yang dituju untuk mengkomunikasikan dan mengenalkan produk maupun jasa terhadap pelanggan dengan nilai-nilai yang unggul serta berkelanjutan. Strategi pemasaran sering kali dilakukan oleh perusahaan bersifat komersil untuk mencapai target finansial berupa keuntungan. Dalam menjalankan bisnis, perlu dilakukan strategi pemasaran dengan baik agar tujuan dapat dicapai sesuai dengan ekspetasi.
B. Iklan
Pencapaian tujuan perusahaan dilakukan melalui strategi pemasaran dengan berbagai macam bentuk. Dalam komunikasi pemasaran, terdapat berbagai macam cara seperti sponsorship, public relations atau melalui pemberitaan media, dan advertising atau iklan. Iklan adalah segala bentuk komunikasi non-personal melalui berbagai media massa seperti TV, radio, majalah dan koran mengenai informasi tentang perusahaan, produk maupun jasa (Salim, 2013). Iklan banyak dipilih dan digunakan karena jangkauan audiens yang cukup luas dan jumlah yang lebih besar. Tak hanya itu, iklan juga dapat membangun brand image dan brand association ke dalam benak konsumen.
Iklan Televisi
Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki kejayaan di era 2000an terutama setelah terjadinya revolusi pada kebebasan pers. Televisi menjadi media yang disukai oleh masyarakat luas, maka tak heran jika pemasar melakukan advertising menggunakan media televisi. Menurut BPOM 2006 dalam Salim, 2013 dari 14.249 iklan rokok, terdapat 9.230 iklannya di tayangkan di televisi. Iklan tersebut tayang pada pukul 21.30 WIB. Iklan televisi adalah strategi pemasaran dalam memperkenalkan produk dengan memanfaatkan audio-visual pada media yang tersedia dengan harapan jangkauan audiens yang luas dan dalam jumlah besar.
C. Rokok
Rokok merupakan benda yang sudah sangat familiar di semua kalangan, baik itu pria, wanita, tua, muda maupun anak-anak sekalipun. Heryani, 2014 menyebutkan pengertian rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Kegiatan merokok ini sendiri sering bahkan didominasi oleh orang-orang yang kurang begitu sadar akan kesehatan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat dipisahkan oleh rokok. Di pasar, kampus, kantor, angkutan umum bahkan didalam rumah sekalipun. Padahal di ruangan tertutup dampak asap rokok tersebut lebih dirasakan. Anehnya lagi, mereka tahu akan dampak merokok itu namun enggan meninggalkannya.
D. Semiotika
Semiotika adalah sebuah kata berasal dari bahasa Yunani yaitu Semeion yang artinya tanda. Dapat dijelaskan arti dari tanda adalah suatu bentuk atau dasar yang memiliki satu makna yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini contohnya yaitu asap menandai adanya api, sirine mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota (Wibowo, 2011: 5).
Selain itu, secara istilah Semiotika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas dari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/ wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic (Wibowo, 2011: 5 dalam jurnal Konsep Diri Dalam Iklan Rokok A Mild (Analisis Semiotika tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A mild Versi “Cowok Blur” Go Ahead 2011 karya Fachrial Daniel)
ANALISIS
Regulasi Pemerintah perspektif Indonesia
PT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna adalah sebuah perusahaan rokok terkemuka di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi produk tersebut. Perusahaan rokok ini memproduksi sejumlah brand rokok kretek yang populer, seperti Sampoerna A, Sampoerna Kretek, Sampoerna U, serta satu produk andalan PT HM Sampoerna yaitu Dji Sam Soe yang mendapat julukan sebagai “Raja Kretek”. Sampoerna selalu memeperbarui penelitian tentang ekspektasi pelanggan terhadap produk Sampoerna, rokok kretek. Dengan begitu perusahan menjadi tahu apa yang dinginkan oleh pelanggan dan menawarkan pengalaman merokok terbaik kepada perokok dewasa di Indonesia .
PT HM Sampoerna ini sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Philip Morris Indonesia (PMID) dan afiliasi dari Philips Morris International Inc, perusahaan rokok tembakau international terkemuka di Indonesia. Sebagai anak perusahaan dari sebuah perusahaan international yang bertempat di Indonesia, tentunya PT HM Sampoerna harus mengikuti regulasi yang ada di Indonesia. Hal tersebut dilakukan oleh perusahaan agar segala kegiatannya sesuai dengan budaya dan aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia, perusahaan rokok ini mendapat respon positif dari masyarakat dan pemerintah sehingga perusahaan ini dapat terus beroperasi dan berkembang di Indonesia.
Dalam mengembangkan usahanya ini, PT HM Sampoerna harus mempromosikan dan memasarkan produknya agar perusahaan tetap berjalan. Dengan berpatok dari regulasi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia, perusahaan rokok ini tidak dapat mempromosikan produknya dengan bebas, terlebih bila melalui media massa. Contohnya adalah iklan rokok kretek Dji Sam Soe dalam media televisi. Dalam penyiaran iklan rokok tersebut terdapat aturan tentang penyiaran iklan rokok diantaranya :
- UU RI No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Bagian Kedelapan tentang Siaran Iklan Pasal 46 ayat 3C yang berbunyi "Siaran iklan niaga dilarang melakukan: Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok".
- Didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Pasal 27 yang berbunyi "Tidak memperagakan, menggunakan, dan/atau menampilkan wujud atau bentuk Rokok atau sebutan lain yang dapat diasosiasikan dengan merek Produk Tembakau".
- Peraturan Pemerintah No.109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Pasal 39 yang berbunyi " Setiap orang dilarang menyiarkan dan menggambarkan dalam bentuk gambar atau foto, menayangkan, menampilkan atau menampakkan orang sedang merokok, memperlihatkan batang Rokok, asap Rokok, bungkus Rokok atau yang berhubungan dengan Produk Tembakau serta segala bentuk informasi Produk Tembakau di media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi yang berhubungan dengan kegiatan komersial/iklan atau membuat orang ingin merokok.”
- Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau, Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Peringatan Kesehatan adalah gambar dan tulisan yang memberikan informasi mengenai bahaya merokok.”dan ayat 3 yang berbunyi “Informasi Kesehatan adalah keterangan yang berhubungan dengan
kesehatan yang dicantumkan pada Kemasan Produk Tembakau.”
kesehatan yang dicantumkan pada Kemasan Produk Tembakau.”
Perlu diketahui bahwa regulasi ini berlaku di Indonesia dengan alasan yang sama sebagaimana regulasi yang berlaku di Benua Amerika tepatnya Amerika Serikat. Jika dibandingkan, keduanya memiliki alasan yang sama yaitu perihal kesehatan, dimana Amerika Serikat berusaha mengkampanyekan kesehatan terhadap pengguna rokok yang terus meningkat pada tahun 1960an dan memiliki dampak buruk terhadap konsumennya. Kampanye kesehatan terbesar ini kemudian menjadi peraturan tetap pemerintah di 2 Januari 1972 yaitu “Public Health Cigarette Smoking Act” yang melarang publikasi iklan rokok di televisi dan radio.
Jika ditarik mundur, Indonesia sebagai negara berkembang kerap kali bergantung terhadap negara-negara maju demi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta meningkatkan besar pendapatan per kapita. Seperti halnya Freeport yang dialihkan lebih dari 50% nya kepada Amerika Serikat untuk mengolah sumber daya alam emasnya sehingga memiliki nilai lebih tinggi. Berbeda halnya dengan sumber daya alam tembakau yang menjadi daya tarik tersendiri dari negara tropis Indonesia. Indonesia mampu mengolah tembakau dengan baik, sehingga pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menjaga sumber daya alam ini serta memikirkan bagaimana distribusi sebaiknya terhadap tembakau yang telah berkontribusi sebesar 97% dari total cukai nasional pada tahun 2016. Maka, tidak seharusnya jika dalam hal regulasi pengolahan rokok disamakan dengan regulasi yang berlaku di Amerika Serikat --yang kemungkinan besar dapat menurunkan penurunan pemasaran produk rokok, mengingat bahwa rokok berbahan baku utama tembakau, produk rempah andalan Indonesia.
Pemerintah Indonesia sudah seharusnya menggunakan hasil studi kesehatan bahaya rokok terhadap konsumennya sebagaimana yang dilakukan peneliti Amerika Serikat pada tahun 1960an. Namun, hal ini baru diaplikasikan akhir abad 19an dimana pada tahun inilah pertama kalinya regulasi tenang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 1999. Hingga saat ini, peraturan tersebut masih berlaku dengan adanya Peraturan Pemerintah no. 109 pasal 61 tahun 2012. Peraturan yang berlaku di Indonesia tak lain seperti tidak diperbolehkannya penayangan orang merokok sehingga perlu disensor, penayangan iklan rokok hanya dalam bentuk soft selling dan ditayangkan pada pukul 21.30 hingga 05.00 pagi. Maka, dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah bijak dalam mengambil keputusan, yaitu melihat potensi industri rokok di Indonesia, sehingga regulasi yang dikeluarkan pun berdasarkan perspektif dari kacamata Indonesia.
Analisis Semiotika pada Iklan PT HM Sampoerna “Mahakarya Indonesia 2016”
Sebagai perusahaan berbasis komersil, tentu PT HM Sampoerna memiliki tujuan ekonomi yang harus dicapai. Dalam hal ini, perusahaan terkait melakukan strategi pemasarannya berupa tayangan iklan langsung dalam media televisi. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menganalisa segi semiotika dari sebuah iklan. Dalam Tenggono dan Sulistyarini, 2016 disebutkan terdapat penelitian berjudul “Pesan Moral dalam Iklan Biskuit Oreo versi Oreo dan Handphone Ayah” oleh Abdul Khalim Fanani, serta “Pesan Moral dalam Iklan Politik (Analisis Semiotika Pesan Moral dalam Iklan Politik Gita Wirjawan tahun 2013-2014) oleh Devita Nur Pratiwi yang membuahkan hasil bahwa iklan bertujuan tidak sekedar komersil, namun dapat dijadikan sebagai media yang menyiratkan pesan maupun kritik yang bermanfaat dan membangun masyarkat.
Mengambil kutipan Jerri Kickpatrik, 2007 dalam Tenggono dan Sulistyarini, 2016 bahwa iklan telah bersalah membuat masyarakat mengkonsumsi produk-produk berbahaya dan melakukan pembelian atas produk yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Iklan pada rokok tidak memiliki sifat persuasif didalamnya, mengacu pada Peraturan Etika Pariwara Indonesia, pada butir 2.2.2 huruf C yaitu iklan rokok dan produk tembakau tidak memperagakan atau menggambarkan orang sedang merokok, atau mengarah pada orang yang sedang merokok. Pada dasarnya, iklan rokok bertujuan mempromosikan produknya, namun dengan hadirnya peraturan tersebut perusahaan terkait harus mampu menayangkan iklan dengan kreatif untuk menarik perhatian masyarakat, misalnya dengan mengaitkan tema keseharian. Namun, terdapat nilai yang diadopsi dengan berbagai persepsi terkait dengan pemaknaan iklan.
Iklan digunakan sebagai teknik dalam tatanan pemikiran sosial seperti positioning dan penciptaan citra. Produksi iklan dilakukan sesuai dengan segmentasi terhadap siapa produk tersebut akan dijual (Daniel, 2011). Konten yang diproduksi pada iklan juga harus mampu mewakili visi-misi perusahaan terkait, sehingga pesan yang disampaikan memiliki kualitas tinggi. Hal ini tidak perlu disampaikan secara verbal, iklan memiliki audio dan visual yang dapat digunakan sebagai media penyampaian, sehingga dapat dilakukan produksi pesan non-verbal untuk menyampaikan pesan tersurat. Dalam iklan “Mahakarya Indonesia 2016” oleh PT HM Sampoerna, positioning yang diterapkan mencakup segmentasi gender laki-laki yang sudah dewasa dan berumur, hal ini sesuai dengan visi misi PT HM Sampoerna bahwa menyediakan produk-produk berkualitas tinggi dengan target konsumen mereka adalah laki-laki dewasa.
PT HM Sampoerna memberikan sebuah representasi dari produk rokoknya Dji Sam Soe yang khas Indonesia, yaitu dengan iklan Mahakarya Indonesia Dji Sam Soe tahun 2016. Iklan tersebut menunjukkan sebuah mahakarya berupa alam, budaya dan tradisi khas Indonesia. Iklan tersebut berusaha menjelaskan bahwa rokok kretek Dji Sam Soe adalah produk rokok dengan bahan dasar tembakau dari Indonesia, maka budaya dianggap mampu merepresentasikan produk rokok kretek Dji Sam Soe. Simbol budaya yang terdapat dalam iklan tersebut contohnya seperti budaya tradisional daerah dan gotong royong. Budaya tersebut melekat dan telah lama tumbuh di masyarakat Indonesia. Disini, iklan Mahakarya Indonesia 2016 memiliki penyampaian kritik sosial bahwa sesungguhnya terdapat budaya yang melekat pada bangsa Indonesia, namun disisi lain terdapat sisi kritik iklan. Sisi kritik diungkapkan bahwa nilai tersebut telah luntur, Dji Sam Soe berusaha menghadirkan kembali nilai tersebut melalui visualisasi iklannya. PT HM Sampoerna juga berusaha berusaha mengkomunikasikan tentang produknya dengan makna serupa, yaitu produk yang khas atau “melekat” dengan Indonesia dan telah lama berada di antara masyarakat Indonesia. Diketahui bahwa PT HM Sampoerna berproduksi sejak lama di Indonesia, yakni pada tahun 1913 dengan pekerja industri dan bahan baku asli dari negeri agraris ini.
Sebagai produk rokok yang telah lama berkembang di Indonesia, Dji Sam Soe menggunakan simbol verbal serta non-verbal untuk menunjukkan dan memperkuat pernyataan tentang kemegahan Indonesia. Contohnya, pemilihan aktor laki-laki yang sudah tua dan laki-laki dewasa, artinya PT HM Sampoerna berusaha menargetkan rokoknya pada laki-laki yang dianggap sudah cukup umur untuk mengkonsumsi produknya, sebagaimana tertera di web PT HM Sampoerna dalam mentaati peraturan pemerintah. Terdapat juga voice over yang mengiringi penggambaran iklan tersebut seperti “diturunkan dari generasi ke generasi” yang tentu memiliki keterkaitan dengan pemilihan aktor laki-laki tua dan laki-laki dewasa.
Pemilihan aktor tua dan dewasa ini memiliki makna yang menunjukkan bahwa rokok kretek terkenal digunakan oleh orang tua, juga diharapkan bisa diterima oleh laki-laki dewasa, sehingga target konsumen dari rokok kretek “Dji Sam Soe” ini tidak hanya orang tua tetapi juga dewasa. Sebagaimana asumsi yang tertanam di masyarakat bahwa, rokok Dji Sam Soe adalah rokok yang hanya dikonsumsi oleh laki-laki tua, dapat tergeser dengan adanya penambahan voice over yaitu “diturunkan dari generasi ke generasi”. Hal ini dimaknai dengan rokok Dji Sam Soe sebagai produk lama mampu memenuhi selera laki-laki tua maupun laki-laki dewasa Indonesia.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa PT HM Sampoerna, sebagai perusahaan yang memproduksi rokok Dji Sam Soe, telah taat pada regulasi yang berlaku di Indonesia. Dan dalam penayangan iklan rokok tersebut, Dji Sam Soe sebagai produk rokok lama lebih mengandalkan budaya dan tradisi khas Indonesia guna menarik perhatian konsumen baik laki-laki tua maupun laki-laki dewasa. Dengan mengandalkan budaya dan tradisi daerah, Dji Sam Soe ingin menunjukkan bahwa rokoknya adalah rokok khas Indonesia, yang bahan baku tembakaunya dan proses produksinya berasal dari Indonesia. Sehingga PT HM Sampoerna dapat menstimulus pemikiran masyarakat Indonesia, bahwa ketika para konsumen membeli rokok Dji Sam Soe, berarti mereka telah meincai produk budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
u Salim, A. (2013). IMC: Promosi, iklan, dan sponsor rokok strategi perusahaan menggiring remaja untuk merokok, 17 (1), 58-65.
u Gahari, R. Bentuk-bentuk komunikasi pemasaran museum house of sampoerna dalam membangun brand image, 4 (1), 341-356
u Bayquni. Strategi even sponsorship PT HM Sampoerna dalam mempertahankan loyalitas pelanggan, 1-11
u Tenggono, C dan Sulistyarini, D. (2016). Analisi semiotika pesan moral dalam iklan rokok sampoerna a mild “go ahead” di media televisi, 390-396
u Daniel, F. (2011). Analisis semiotika tentang konsep diri dalam iklan rokok a mild versi “cowok blur” go ahead 2011. 1-11
u Marrus (2002). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksa
u Kotler, Philip dan Keller. (2016). Marketing management. Prentice hall
u Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2013. Diakses pada 29 November 2017, http://bprs.kemkes.go.id/v1/uploads/pdffiles/peraturan/26%20PMK%20No.%2028%20ttg%20Pencatuman%20Peringatan%20Kesehatan%20dan%20Informasi%20Kesehatan%20Pada%20Kemasan%20Produk%20Tembakau.pdf
u https://soapboxie.com/social-issues/The-Banning-of-Cigarette-Commercials-and-Other-Dangerous-Products, diakses pada 26 November 2017
u http://www.kemenperin.go.id/artikel/17257/Kontribusi-Besar-Industri-Hasil-Tembakau-Bagi-Ekonomi-Nasional, diakses pada 26 November 2017
u http://www.spengetahuan.com/2017/11/pengertian-rokok-menurut-para-ahli.html , diakses pada 4 Desember 2017
0 pendapat