ANALISA TWO STEP FLOW OF COMMUNICATION DALAM AKSI BELA PALESTINA DI MONAS DAN TAGAR #AKSIBELAPALESTINA1712 DI TWITTER
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil
Pengantar Kajian Media
Dosen Pengampu : Abdul Wahid, S.I.Ikom., MA

Disusun Oleh
Dymi Marsa L.
165120200111024
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PEMBAHASAN
Menjadi masalah dunia atas tindak kejahatan Israel terhadap Palestina yang berlangsung selama satu tahun lebih. Peristiwa ini semakin panas ketika ditemui Ibukota Yerusalem menjadi milik negara Israel dalam google maps dan dibenarkan adanya dengan pidato Donald Trump orang nomor satu di Amerika Serikat pada 6 Desember 2017 lalu. Indonesia sebagai negara yang pernah dibantu Palestina akan kemerdekaannya di tahun 1944 merasa memiliki hutang etis penjajahan terhadap yang dialami Palestina kali ini. Tepat 17 Desember 2017 lalu, Indonesia berbondong-bondong menyuarakan dukungannya terhadap Palestina. Monas menjadi pilihan tempat rakyat Indonesia untuk berdemonstrasi atas pidato dukungan Donald Trump terhadap Yerusslaem yang menjadi Ibukota Negara Israel.
Demonstrasi ini merupakan salah satu bentuk konkrit teori opini publik. Teori ini berbunyi bahwa publik juga memiliki peran besar dalam memberikan komentarnya -dalam hal ini dapat pula dikatakan sebagai bentuk demokrasi Indonesia, yang merupakan kesepakatan ataupun diskusi dari individu-individu di suatu kelompok. Penyampaian opini oleh publik ini merupakan bentuk kebebasan serta menuntut adanya ketidak seimbangan yang dirasakan oleh masyarakat. “Pada intinya, opini publik merujuk pada sentimen kolektif dari sebuah populasi terhadap subjek tertentu” (Turner, L dan West, R, 2008, h 122). Tentu aksi tersebut berlangsung karena adanya permasalahan yang muncul, dalam kasus ini terdapat pada pidato Donald Trump. Aksi tersebut berusaha menyampaikan sisi berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh Trump. Demonstran Aksi Bela Palestina pada 17 Desember 2017 lalu merupakan subjek konkrit terhadap keberadaan opini publik yang perlu disampaikan.
Aksi demo ini tidak saja dilakukan di depan Monas, disebutkan bahwa banyak netizen yang turut menyuarakan dukungannya terhadap demonstrasi ini melalui jejaring sosial Twitter. Seperti yang dilansir msn.com melalui suara.com bahwa pengguna twitter juga turut meramaikan aksi tersebut melalui tagar #AksiBelaPalestina1712. Dalam satu jam, tagar ini mampu menjadi trending topic di seluruh dunia. Tweet yang diunggah juga berasal dari akun official seperti milik Kementerian Agama Republik Indonesia. Akun tersebut mengirimkan foto situasi pagi hari di Monas dengan iringan tagar #AksiBelaPalestina1712 #WeStandWithPalestin dan #AksiBelaPalestina.
Netizen ikut “berperang” selayaknya demonstran di Monas terhadap keputusan Donald Trump melalui Twitter. Sesuai dengan Model Komunikasi Massa yaitu Two Step Flow of Communication, bahwa komunikasi dilakukan dalam dua tahap. Model ini dikenalkan oleh Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet dalam The People’s Choice tahun 1944. Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan data empiris pengaruh langsung pesan di dalam media dalam pemilihan umum. Penelitian tersebut kemudian membuktikan bahwa sebagian besar pengambilan suara sebenarnya dipengaruhi oleh pendekatan individu dibandingkan dengan siaran kampanye melalui radio, koran atau media lainnya. Sebab itulah, Katz dan Lazarsfeld mengembangkan teori komunikasi dua tahap dalam komunikasi massa, dimana sesuatu dapat diterima oleh individu atau kelompok lainnya jika didahului dengan keberadaan orang yang paling berpengaruh.
Two step flow of communication terjadi dalam penentuan sikap mayoritas masyarakat Indonesia terhadap keputusan Donald Trump di dalam pidatonya. Bagaimana sikap penolakan mayoritas masyarakat Indonesia, didahului dengan pernyataan sikap tokoh atau lembaga yang berpengaruh di dalam dinamika masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, tentu masyarakat Indonesia tidak serta merta melakukan penolakan keras terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat. Perlu adanya ‘pendahuluan’ dalam sebuah kolaborasi dinamika kelompok. ‘Pendahuluan’ ini dilakukan oleh MUI dan ormas Islam lainnya, kelompok sosial yang bergerak dalam bidang agama, membacakan pernyataan sikap yang terdiri atas empat butir. Pernyataan ini dibacakan dalam Konfrensi Pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat pada 8 Desember 2017 oleh Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri MUI, Zaitun Rasmin.
Komunikasi dua tahap juga terjadi dalam kejadian demonstrasi virtual melalui sosial media Twitter. Agaknya, para netizen mulai raung meraung menyuarakan ‘kebenaran’ melalui saluran yang kerap kali mereka gunakan. Tanpa melalui kehadiran fisik, media telah menjadi jembatan penyeberangan yang tidak lagi membatasi ruang dalam menyampaikan pendapat. Tagar #AksiBelaPalestina1712 menjadi tirai atas cuitan tweet mereka. Tagar ini juga dimeriahkan oleh Ketua MPR RI, Zulkifi Hasan dan Kementerian Agama sebagai ‘pendahulu’ terhadap pendukung demonstrasi virtual. Diawali dengan aksi nyata di depan Monas bersamaan dengan komunitas, volunteer, dan tokoh negarawan, tagar ini ikut mengiringi meriahnya demo aksi protes keputusan Trump tersebut.
Asumsi dasar dari teori ini adalah seorang opinion leader yang menerima dan memperhatikan pesan melalui media massa. Gabriel Weimann, 2007, h 180 dalam Nisbet dan Kotcher menjelaskan bahwa pemimpin opini dibedakan berdasarkan tingkat kekuatan personal untuk mengkonstruksi “refleksi kepercayaan dalam kepemimpinannya, bakat dalam membentuk opini orang lain dan dampak diri mereka terhadap kondisi sosial dan politik”. Opinion leader kemudian akan menginterpretasikan atau memaknai simbol di dalam pesan tersebut dengan konstruksi pribadinya. Tokoh tersebut memiliki peran yang sangat kuat dalam dinamika kelompok, sehingga hasil pemaknaan simbol atas pesan yang diterima mampu mengubah perilaku kelompoknya dan melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Dampak yang ditunjukkan oleh kelompok saat memaknai pesan tokohnya akan berbeda ketika mereka memaknai pesan melalui sumber utamanya.
Tentu asumsi dasar ini juga dapat dibuktikan terhadap fenomena terkait. Perlu diketahui bahwa pidato Donald Trump tidak disaksikan secara langsung oleh masyarakat Indonesia, perlu adanya bantuan media massa untuk menyaksikan pidato orang nomor satu di Amerika Serikat tersebut. Youtube misalnya atau Instagram menjadi media alternatif para netizen untuk mengakses pidato terkait. Pemilihan media ini juga menjadi penentu atas bagaimana audiens menerima pesan dan dampak perilaku yang ditunjukkan setelah memaknai pesan tersebut. DeFleur dalam bukunya menjelaskan bagaimana peneliti dalam The People’s Choice mendalami hasil pendataan terhadap sampelnya, “When the interviewers asked how the subjects had learned about one of the candidates, the researchers fully anticipated that they would identify one of the media as sources of their information” (DeFleur, 2010). Hal serupa juga terjadi ketka netizen memilih media Twitter sebagai source of information terkait Aksi Bela Palestina.
Kedua fenomena diatas terjadi akibat adanya tokoh atau lembaga yang diterima masyarakat memaknai pesan yang diterimanya yaitu pidato Donald Trump. Barulah kemudian, tokoh dan lembaga ini mulai memproduksi pesannya sebagai “pernyataan sikap” maupun melalui cuitan Twitternya. Masyarakat baru dapat terpengaruh akibat adanya dekonstruksi pesan oleh leader. Dalam bukunya Mass Communication Theories, DeFleur mengungkapkan dua tahap untuk mempengaruhi kampanye dari media ke audiens. “(1) Opinion leaders attend closely and become well informed. (2) Then, by word of mouth, they inform and influence others….” (DeFleur, 2010, h 178)
Reaksi yang diterima oleh masyarakat tidak serta merta menolak secara mutlak terhadap keputusan Presiden Amerika Serikat tersebut. Masih terdapat rasa takut dan ragu untuk berpendapat, bahkan sebagian dari masyarakat mungkin merasa ‘kejenuhan’ akan media exposure terhadap permasalahan ini. Namun, akan berbeda haln ya ketika salah satu tokoh masyarakat berpendapat melalui cuitannya di media sosial. Habieb Rizieq adalah tokoh masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat dalam bidang agama. Ketika Habieb Rizieq mengatakan pernyataan sikapnya terhadap pidato Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibukota negara Israel yakni menentang hal tersebut karena Palestina adalah negara yang perlu dibela dengan masyarakat mayoritas beragama islam. Ketika hal ini terjadi, tak sedikit netizen mulai berani menyuarakan hal serupa terhadap pidato Donald Trump. Hal ini akibat kepercayaan yang dibangun oleh masyarakat terhadap tokoh Habieb Rizieq, dibuktikan dalam buku DeFleur “personal influence has a credibility advantage over media influence” (2010, h 179).
Begitupula dengan demonstrasi virtual dengan media sosial Twitter sebagai jembatan atas suara masyarakat. Cuitan netizen tidak begitu saja keluar dalam benak mereka, tentu terdapat faktor pendorong yang menjadi motivasi mereka dalam mengunggah opininya terkait #AksiBelaPalestina1712. Tokoh politik MPR RI sebagai opinion leaders yang kemudian akan diikuti dengan netizen lainnya untuk menggencarkan Aksi Bela Palestina di hari tersebut. Nyatanya, dorongan dari opinion leaders mampu diikuti oleh netizen dari berbagai kalangan, baik itu pejabat, ustadz, bahkan warga sipil turut berpartisipasi dalam media massa. “Thus, there was no evidence that those higher in income, education, or other forms of social status were exerting their personal influence downward” (DeFleur, 2010, h 178).
Pada dasarnya, fenomena ini telah membuktikan bahwa komunikasi dua tahap memang benar adanya. Pembuktian ini agaknya juga menentang adanya Magic Bullet Theory atau Teori Jarum Hipodermik. Teori ini membicarakan bagaimana sebuah media menjadi suntikan bius yang paling berpengaruh terhadap audiens. Rupanya tak semudah itu, pada jaman era modern ini masyarakat sudah mulai aktif dan pintar dalam memilah sebuah informasi. Pesan dalam pidato Donald Trump adalah sebuah tembakan yang dalam teori ini dirasa akan membius audiens secara langsung. Sayangnya, masyarakat Indonesia tidak semudah itu dalam menyikapi hal ini. DeFleur mengatakan “these findings were one reason why the Magic Bullet Theory had to be abandoned” (2010, h 180). Masyarakat sekarang bukan lagi subjek yang pasif dan begitu saja menerima segala pemikiran-pemikiran dari media. Mereka semakin pintar dalam menyikapi suatu hal, sehingga mengesampingkan asumsi-asumsi dari teori ini.
Two step flow of communication atau komunikasi dua tahap berasumsikan terhadap kontribusi sosiologi di dalamnya. Bahwa para sosiolog percaya bahwa karakteristik dan hubungan antara tokoh pemimpin dengan masyarakatnya memiliki kaitan terhadap besarnya pengaruh terpaan pesan yang dibawa. MUI dan ormas islam lainnya memiliki karakteristik yang cukup kuat dalam membentuk pola pikir atau persepsi mayoritas masyarakatnya serta bagaimana mereka (baca:masyarakat) dapat mengadopsi ide-ide yang ditawarkan oleh tokoh atau lembaga tersebut -selanjutnya dibahas dalam Teori Difusi Inovasi dalam Rogers. Hal ini dapat dilakukan ketika pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa tidak dapat berdifusi dengan baik atau kurang mendapatkan respon terhadap audiensnya. Maka tokoh atau lembaga dapat dijadikan sebagai “batu loncatan” atau bahkan tepatnya sebagai “pembuka gerbang” pemikiran orang di sekitarnya dalam menerima nilai-nilai yang berusaha dikirimkan melalui media massa.
DAFTAR PUSTAKA
l Nisbet, M dan Kotcher, J. (2009). A Two-Step Flow of Influence? Opinion-Leader Campaigns on Climate Change. 30 (3). 328-354
l DeFleur, M. (2010). Mass Communication Theories: Explaining Origins, Processes, and Effects. Boston: Allyn & Bacon
l West, R dan Turner, L. (2008). Introducing Communication Theory: Analysis and Application (3rd ed.). (Maer, M, Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.
l Sudjoko, A. (2017). Minggu keempat: Two Step Flow Communication. Teks tidak terpublikasi, Universitas Brawijaya, Jawa Timur, Indonesia
l Pratomo, A. (2017). Aksi Bela Palestina 1712 di Twitter pun Pecah. Diakses pada 18 Desember 2017. Pada https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/aksi-bela-palestina-1712-di-twitter-pun-pecah/ar-BBGRwOY?li=BBrVqUC&ocid=wispr
l Purnomo, N. ( 2017). Aksi Bela Palestina bisa Memakan Dana Ratusan Miliar Rupiah. Diakses pada 18 Desember 2017. Pada http://www.tribunnews.com/nasional/2017/12/15/aksi-bela-palestina-bisa-memakan-dana-ratusan-miliar-rupiah
l Hashtag #AksiBelaPalestina1712. Diakses pada 18-19 Desember 2017. Pada https://twitter.com/hashtag/aksibelapalestina1712
l Purnomo, N. (2017). MUI dan Ormas Islam Tolak Pernyataan Donald Trump Soal Yerusalem. Diakses pada 19 Desember 2017 pada http://www.tribunnews.com/nasional/2017/12/08/mui-dan-ormas-islam-tolak-per
nyataan-donald-trump-soal-yerusalem
nyataan-donald-trump-soal-yerusalem
0 pendapat