PENGANTAR KAJIAN MEDIA [5]

by - 5:01 PM

TEORI MEDIA DAN MASYARAKAT MASSA
RANGKUMAN RKPS PERTEMUAN KE 5

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Berkelompok
 Mata Kuliah Pengantar Kajian Media
Dosen Pengampu : Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., DCOMM


 





Disusun oleh :
Dymi Marsa Levina Cahyarani 165120200111024
Dhinar Adi Respati 165120207111021

Jurusan Ilmu komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2016/2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Syukur senantiasa terpanjat kepada Allah SWT. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan makalah  yang diajukan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Kajian Media di semester 3 ini.
Makalah ini akan membahas tentang teori media dan masyarakat massa. Dimana teori yang dibahas akan ada kaitannya dengan studi ilmu komunikasi khususnya komunikasi massa.
Dalam penyusunan makalah ini penulis masih merasa terdapat banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang mendukung sangat diharapkan demi kebaikan untuk kedepannya. Terimakasih.

Malang, Juni 2017

        Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemunculan Komunikasi sebagai disiplin ilmu tidak lahir begitu saja, terdapat beberapa kritik dan saran melalui berbagai ahli dari beberapa disiplin ilmu. Komunikasi lahir akibat adanya sumbangsih dari ilmu sains maupun ilmu sosial, sehingga dalam perkembangannya, dapat dikatakan komunikasi memiliki berbagai macam pendekatan. Teori yang diaplikasikan dalam komunikasi juga lahir karena adanya kontribusi dari beberapa disiplin ilmu tersebut.
Selain itu, keterkaitan komunikasi dengan dunia sosial menyebabkan beberapa titik perubahan dan pergeseran. Perubahan dapat dipicu oleh berbagai faktor, baik komunikator, pesan, saluran, atau bahkan penerima pesan atau komunikan itu sendiri. Perubahan inilah yang kemudian menjadi asumsi dasar teori yang akan dibahas dalam makalah ini. Perubahan yang bersangkutan dengan kondisi sosial dan manusia menjadi sebuah perbincangan dalam teori. Bahkan, terdapat beberapa teori yang awalnya tidak melibatkan komunikasi, menjadi mengadopsi kajian-kajian komunikasi akibat adanya perubahan pada kelompok maupun individu.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain
1. Bagaimana kontribusi awal sosiologi dan psikologi dalam komunikasi massa?
2. Bagaimana kah pemahaman terhadap teori konstruksi sosial dan kaitannya dengan komunikasi massa?
3. Bagaimanakah definisi teori opini publik dan bullet theory ?
4. Bagaimanakah definisi gatekeeping dan agenda setting theory ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan media massa dan kontribusi disiplin ilmu lainnya
2.  Untuk menganalisa hubungan antar teori dengan komunikasi massa
1.3.2 Manfaat
Sebagai acuan bagi pembaca, khususnya peneliti yang membahas tentang perkembangan komunikasi massa dan teori media

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kontribusi Awal Sosiologi dan Psikologi dalam Komunikasi Massa
Komunikasi lahir dari berbagai disiplin ilmu seperti politik, sosiologi, psikologi, administrasi, dan antropologi. Sebab komunikasi lahir dari berbagai disiplin, maka lahirlah subdisiplin seperti komunikasi politik, sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, komunikasi organisasi, dan komunikasi antarbudaya.
Lahirnya ilmu komunikasi tidak muncul begitu saja, butuh waktu yang cukup panjang dengan berbagai sumbangan dari disiplin ilmu. Diawali dari ketertarikan para ahli terhadap surat kabar, Eropa menyebutnya Zaitungskunde di Eropa dan Jurnalistik di Amerika, lalu dengan berbagai proses akhirnya lahirlah suatu disiplin ilmu yang bernama Ilmu Komunikasi.
2.1.1 Sejarah Perkembangan Komunikasi Massa
2.1.1.1 Perkembangan di Eropa
Pada tahun 1884, para pakar mulai memperhatikan surat kabar sebagai sebuah media yang memiliki kekuatan. Zaitungskunde (keterampilan surat kabar) atau studi pers muncul di Universitas Bazel (Swiss). Lalu muncul di Universitas Leipzig, Jerman pada 1892, delapan tahun kemudian. Studi ini awalnya diberi nama sosiologi pers, yang kemudian pada Kongres Sosiologi tahun 1910 diusulkan agar dijadikan proyek pengkajian sosiologi oleh Max Weber. Pakar sosiologi inipun meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagai studi akademik. Disusul oleh Ferdinant Tonnies, yang memberi kontribusi berupasifat opini publik dalam masyarakat massa di tahun 1920. Pemikiran Tonnies inilah yang kemudian menaikkan isu surat kabar menjadi ilmu  pada 1925, dan dinamai dengan Zaitungswissenschaft (Ilmu Surat Kabar). Dengan demikian publisistik (dalam hal ini Zaitungswissenschaft) diakui sebagai suatu kekuatan yang dapat mengendalikan tingkah-laku manusia dan mewarnai perkembangan sejarahnya.
2.1.1.2 Perkembangan di Amerika.
Ilmu komunikasi massa berkembang di Amerika Serikat dengan nama jurnalistik. Sebuah keterampilan tentang surat kabar yang mulai dikenal sejak tahun 1970. Hal ini mulai diperhatikan setelah Perang Dunia II oleh pakar-pakar, melihat bahwa surat kabar maupun media yang lainnya dapat mempengaruhi banyak massa dan menjadi salah satu perantara untuk menyuarakan ideologi. Mereka merasa bahwa tak cukup hanya sekadar jurnalistik (yang fokus terhadap surat kabar) padahal yang sedang terjadi pada saat itu, tidak hanya surat kabar, melainkan media lainnya seperti radio, film, dan televisi. Munculah pemikiran untuk memberi nama yang lebih sesuai itu Komunikasi Massa yang mencakup semua media pada jaman tersebut. Keempat media diatas itulah kemudian disebut media massa. Tokoh yang berkontribusi dalam hal ini adalah Harold D. Laswell (politik), Paul Lazarsfeld dan Ithiel de Sola Pool.
Kemudian pada tahun 1950-an lebih berkembang, dengan kontribusi dari para ilmuan sosiologi dan politik bahwa studi mereka tidak hanya sebatas komunikasi, melainkan pembangunan yang dapat dilakukan dengan komunikasi tersebut (pada masa Perang Dunia II). Maka, kajian komunikasi massa semakin meluas seperti penyuluhan, ceramah yang dibahas dalam retorika.
Selama itulah, komunikasi massa dianggap menjadi sebuah keterampilan, dan baru dianggap menjadi sebuah ilmu atas kontribusi Wilbur Schramm (tokoh sastra) dari University of Chicago. Schramm kemudian memimpin Departemen Komunikasi Massa di Universitas Iowa dan beberapa penilitan komunikasi di Stanford dan East West Center.
2.1.2 Konsepsi Sosiologi dan Psikologi dalam Komunikasi Massa
Konsepsi sosiologi menyadari adanya beberapa sejumlah dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi massa. Media sebagai salah satu elemen dalam komunikasi massa dapat menyebabkan dampak sosial negatif dan positif. Pergeseran nilai-nilai dan perilaku masyarakat dapat disebabkan oleh adanya media massa, seperti meningkatnya kejahatan, rusaknya moral, dan munculnya budaya populer yang menggeser budaya asli di dalam kelompok sosial. Tak hanya itu, media sosial juga dapat digunakan sebagai perantara sosialisasi terhadap suatu nilai dan norma yang berlaku. Melalui isi yang terdapat dalam media massa, kelompok sosial dan masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan si pembuat pesan. Tak hanya itu, proses imitasi dan simpati dapat berlangsung akibat adanya media massa pula yang akan berpengaruh terhadap perilaku individu.
Dalam konsepsi yang lebih sempit lagi, adalah sebuah perubahan yang terjadi pada individu akibat komunikasi yang terjadi. Dalam hal ini komunikasi telah berada dalam lingkup psikologi yang mampu mempengaruhi mental dan perilaku individu. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungya komunikasi.Ketika akan melakukan komunikasi, tentu akan membutuhkan pihak lain sebagai komunikan (penerima) untuk merespon pesan yang disampaikan.
Konsep ini menunjukkan bahwa psikologi dalam komunikasi akan berperan dalam perubahan perilaku individu ketika melakukan komunikasi, baik bersifat interpersonal, kelompok, maupun massa. Saat komunikasi berlangsung, akan terjadi beberapa perubahan saat berlangsungnya komunikasi maupun setelahnya. Seperti gerakan dan nada bicara yang berubah. Analisa melalui sudut pandang ini memiliki manfaat dan sumbangsih yang cukup besar terhadap perkembangan komunikasi melalui pemaknaan dampak yang ditimbulkannya.
2.2 Teori Konstruksi Sosial
Dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann seorang ilmuan sosiologi. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang memandang bahwa realita sosial sebenarnya diciptakan oleh individu itu sendiri yang bersifat bebas. Individu berperan dalam membentuk realita dan bertanggung jawab atas fenomena yang dibentuknya. Manusia memang memiliki banyak sifat dan naluri yang berbeda, sehingga cenderung melengkapi satu sama lain. Kecenderungan ini dapat membentuk sistem dan pola yang terbentuk secara sengaja maupun tidak sengaja, sehingga terciptalah realita sosial. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal memiliki cara sendiri dalam membentuk dunianya, melalui kebebasan untuk bertindak, sistem dan pola yang terbentuk biasanya akan tertata dan harmonis. Aristoteles memperkenalkan ucapannya ‘Cogito ergo sum’ yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada”. Kata-kata ini kemudian terkenal dan menjadi dasar bagi perkembangan konstruktivisme sampai sekarang.

2.2.1 Asumsi Dasar Teori
Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:
1. Realitas merupakan hasil dari kekreatifan manusia terhadap dunia di sekelilingnya
2. Hubungan antara pemikiran manusia dengan konteks sosial sebagai pemicu tumbulnya pemikiran yag kemudian berkembang dan dilembagakan.
3. Kehidupan masyarakat yang dikonstruksi terus menerus
4. Membedakan realitas sebagai kenyataan tentang keberadaan yang melibatkan banyak individu pula dengan pengetahuan sebagai kepastian tentang adanya realitas sosial itu nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik.

2.2.2 Konstruksi Sosial dalam Media Massa
Dasar teori dan pendekatan ini adalah pada tahun 1960an dalam transisi-modern di Amerika. Pada saat itu media massa belum menjadi fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Sehingga, dalam pemikiran teori konstruksi sosial, Berger dan Luckmann tidak melibatkan media massa sebagai variabel dalam konstruksi sosial atas pembentukan realitas.
Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan budaya yang semakin menggunakan media massa sebagai alat komunikasi membuahkan kritik terhadap teori konstruksi sosial. Revisi ini dilakukan karena media massa sudah mulai banyak dikenal bahkan mulai membentuk realita sosial dengan dampak yang ditimbulkannya, sehingga munculah “konstruksi sosial media massa”.
Media massa tentu memiliki message untuk disampaikan kepada komunikan. Message inilah yang kemudian akan memiliki share of meaning yang berbeda-beda terhadap penerimanya. Pemaknaan yang berbeda ini tergantung terhadap latar belakang komunikannya, seperti latar belakang pengetahuan, strata, dan pendidikan yang diterimanya. Namun, dalam konsepsi konstruktivisme, pembentukan pemaknaan bukan hanya melalui pemaknaan seorang komunikan saja. Ada faktor lain yang memicu terhadap pembentukan realitas media (dalam hal ini realitas sosial digambarkan melalui media). Realitas ini terbentuk akibat pembentukan dari message itu sendiri, sehingga nantinya munculah framing theory.
Teori pembentukan (framing theory) menekankan pada pembentukan message oleh komunikator yang berbeda-beda. Perbedaan itu tergantung terhadap opini komunikator atau media itu sendiri serta kepentingan masing-masing. Dengan satu fenomena saja, akan muncul beberapa message dengan karakteristik yang berbeda-beda dari beberapa media. Karakteristik ini lah yang dibangun, sehingga memang media bebas dalam membentuk pesan yang ingin disampaikannya. Dalam praktiknya, terkadang ada beberapa media yang menekankan pada aspek negatif sehingga akan menarik peminat komunikannya. Konsep bad news is a good news memang sudah menjadi mindset penikmat media dalam mencari informasi. Sedangkan, media yang menonjolkan aspek positif terhadap suatu peristiwa kurang mendapati minat. Perlu diketahui adanya, pada suatu fenomena tentu tidak hanya mengandung fakta negatif atau fakta positif saja, walaupun keduanya tidak seimbang, namun dalam peristiwa tentu memiliki baik dan buruknya. Media kemudian akan mengkonstruksi pesan berdasarkan fenomena tersebut sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. 

2.3 Teori Opini Publik dan Bullet Theory
2.3.1 Teori Opini Publik
Teori opini publik menurut William Albiq adalah suatu jumlah dari pendapat individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antar individu dalam suatu publik. Emory S. Bogardus dalam The making of Public Opinion mengatakan opini publik hasil pengintegrasian  pendapat berdasarkan diskusi dalam masyarakat demokratis (Olii, 2007:20).
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa opini publik adalah pendapat yang dikemukakan oleh sekelompok masyarakat dari suatu diskusi suatu topik yang melibatkan pemikiran individu-individu lain. Penyampaian opini dari setiap individu tesebut merupakan bentuk kebebasan dalam menyampaikan keluh kesah, kritik, dan ide-ide yang membangun.
Dalam buku Pendapat Umum, Hennessy mengemukakan lima faktor terbentuknya opini public :
1. Adanya isu (Presence of an issue), terdapat perhatian atau kesepakatan yang sama terhadap sebuah isu atau pemberitaan, dengan begitu opini publik akan berkumpul disekitar isu tersebut.
2. Nature of Publics, harus ada kelompok yang dikenal dan berkepentingan dengan persoalan itu. Adanya tokoh yang dikenal dan berpengaruh ikut terlibat dalam isu tersebut maka besar kemungkinan ia menggiring opini publik.
3. Pilihan yang sulit (Complex of preferences), mengacu pada totalitas opini para anggota masyarakat tentang suatu isu.
4. Suatu pernyataan atau opini (Expression of Opinion), berbagai pernyataan bertumpuk sekitar isu.
5. Jumlah orang terlibat (Number of persons involved), opini publik adalah besarnya (size) masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu. (Olii, 2007:20)

Selanjutnya membahas mengenai bagaimana proses pembentukan sebuah opini. Berikut terdapat skema pembentukan opini publik:





Dari skema tersebut, yang pertama adalah persepsi. Dimana persepsi tersebut adalah sebuah anggapan yang dimiliki seseorang dengan bebrapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu adanya latar belakang budaya, pengalama masa lalu, nilai-nilai yang dianut, dan berita yang berkembang.
Yang kedua adalah opini. Dalam penyampaian pendapat terdapat hal yang terkait yaitu sebuah pendirian atau attitude yang mempengaruhi seseorang dalam memberikan opininya. Bagaimana emosi seseorang, perilakunya, dan cara penalarannya terhadap suatu isu.
Yang ketiga adalah konsensus. Konsensus sendiri artinya adalah kesepakatan, artinya dalam membentuk sebuah opini publik, sebelumnya harus terdapat sebuah kesepakatan terhadap sebuah isu. Maka jika sudah ada kesepakatan maka akan terbentuk sebuah opini.


2.3.2 Bullet Theory
Bullet theory atau bisa disebut juga teori peluru, jarum hipodermik, atau jarum suntik, merupakan sebuah teori yang dikenalkan oleh Harlod LassWell. Ia mengemukakan bahwa teori ini menekankan pada pengaruh media massa yang kuat dalam masyarakat. Ini juga menggambarkan ketidakberdayaan masyarakat sebagai dampak adanya opini publik yang dibangun oleh media massa sehingga dapat merubah perilaku masyarakatnya. Bisa dikatakan bahwa pada teori ini komunikator(media massa) dianggap lebih pintar dari komunikan (masyarakat) yang bersifat pasif.  

2.4 Gatekeeping dan Agenda Setting Theory
2.4.1 Gatekeeping
Gatekeeping pertama kali dikenalkan oleh Kurt Zadek Lewin(1890-1947). Teori ini digambarkan sebagai pintu masuk yang menghalau hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak berguna dengan menggunakan gate atau gerbang. Yang mengahalau hal-hal tersebut adalah gatekeeper. Ia yang memutuskan informasi apa saja yang harus dipilih untuk dimuat dan disebarkan untuk suatu kelompok atau individu, dan nyeleksi berita yang tidak sesuai agar tidak dimuat. Sesuai atau tidaknya berita tersebut tergantung dari sudut pandang gatekeeper itu sendiri. Disini gatekeeper terhitung memiliki peran yang sangat penting karena mereka memiliki kewenangan untuk memperluas atau membatasi informasi yang akan disebarkan, mereka termasuk wartawan, editor,atau sutradara.
 











2.4.2 Teori Agenda Setting
Agenda Setting Thoery pertama kali dikenalkan oleh M.E. Mc. Combs dan D.L. Shaw. Kedua pakar ini beranggapan bahwa media akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.
Dalam karyanya David H. Heaver, menyatakan bahwa pers sebagai media komunikasi massa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuk suatu isu. Toeri agneda settin gini memiliki kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi dalam mengarahkan kesadaran publik dan perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh massa. Terdapat dua asumsi dasar dalam agenda setting, yaitu :
1. Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
2. Media hanya menayangkan isu-isu yang dianggap lebih penting oleh masyarakat daripada isu-isu lain. Aspek yang juga penting dalam konsep penentuan agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal.















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam perkembangannya, komunikasi mendapatkan sumbangsih yang cukup besar melalui disiplin ilmu sosiologi dan psikologi. Melihat bahwa komunikasi sebenarnya juga membawa dampak atau efek setelah pesan disampaikan, dan dampak ini akan berpengaruh baik secara kelompok maupun individu. Perubahan kelompok inilah menjadi kajian oleh sosiologi, bagaimana kelompok dalam menanggapi pesan yang diterimanya. Serta perubahan yang dialami oleh individu menjadi sebuah kajian untuk pendekatan psikologi dalam komunikasi. Perubahan mimik wajah serta gerak-gerik menjadi sebuah simbol yang memiliki makna dan dapat diinterpretasi sesuai dengan kondisi individu. Sumbangsih kedua disiplin ilmu ini juga melahirkan subdisiplin yaitu psikologi komunikasi dan sosiologi komunikasi.
Komunikasi massa dapat mempengaruhi individu maupun kelompok. Pembentukan pesan dalam komunikasi massa dapat dipicu oleh komunikator itu sendiri. Teori konstruksi sosial terhadap komunikasi massa berbicara bahwa pesan yang disampaikan dapat disampaikan dan dimaknai berbeda-beda pada individu. Bahwa realita sosial juga diciptakan oleh manusia, begitu pula realita sosial pada media atau biasa disebut realita media. Bahwa realita media juga diciptakan oleh media itu sendiri, sehingga timbulah framing theory. Dimana konstruktivism memang banyak terjadi dalam dunia media untuk mencapai tujuan yang dimaksud oleh media itu sendiri.
Adanya pembentukan pesan dalam komunikasi tersebut dapat diketahui melalui teori-teori seperti opini publik, bullet theory, gatekeeping dan agenda setting yang juga mempengaruhi. Keempat teori tersebut juga saling mempengauhi satu sama lain sehingga terbentuklah pesan komunikasi yang bisa menggiring persepsi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
· DeFleur, M. L. (2010). Mass communication theories: explaining origins, processes and effetcs. Boston: Allyn & Bacon

You May Also Like

0 pendapat