PENGANTAR KAJIAN MEDIA [6]
RANGKUMAN RKPS PERTEMUAN 6
Uses and Gratification Theory
Adalah keyakinan pada aktivitas indiviu untuk mencari konten media yang memberikan mereka kepuasan pribadi dari kebutuhan yang bermacam-macam yang akhirnya menimbulkan penjelasan baru (DeFleur, 2010). Teori ini berusaha membantah asumsi dan prediksi pada magic bullet theory yang merepresetasikan bahwa audiens adalah masif dan tidak memiliki kekuatan, sehingga audiens hanya bersifat sebagai penerima segala pesan yang disampaikan oleh media. Psikologi merupakan pioneer dari teori ini sehingga pada dasarnya, teori ini akan fokus terhadap perilaku yang dialami individu terhadap media.
Teori Uses and Gratification bermula dari penelitian audiens radio (menjadi dasar bagi teori ini) dan kemudian berkembang. Pada studi kasus “Soap Opera” psikolog Herta Herzog tahun 1942 mengatakan bahwa soap opera memang memiliki audiens yang masif. Dalam penelitian yang berfokus pada individu, menemukan faktor personal yang menjadi bagian dalam teori ini, seperti perbedaan ketertarikan, kepuasan, kepercayaan diri sendiri dsb. Efek yang dirasakan pada “kepuasaan” individu memiliki beberapa macam menurut Herzog:
l Emotional Release (pelepasan emosi)
Audiens akan ikut merasakan apa yang dia lihat atau dengarkan melalui media massa. Seperti tokoh yang merasa marah, maka audiens juga akan ikut merasakan marah
l Wishful Thinking (berangan-angan)
Audiens tentu pernah memiliki angan-angan merasakan itu atau menjadi seperti itu. Dengan pengalaman yang didapat melalui media massa yang dia lihat atau dengarkan, audiens dapat berpura-pura atau membayangkan berada dalam suasana seperti itu maupun menjadi tokoh seperti itu.
l Getting Advice (mendapatkan saran)
Audiens akan mempelajari alur yang dialami oleh karakter, bahkan mereka bisa saja mengadopsi strategi yang dilakukan karakter dalam menghadapi masalah
Uses and Gratification berfokus terhadap kepuasan yang diterima oleh individu dan bagaimana pada akhirnya mereka merasakan “indikator” puas untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam. Teori ini masih dalam perkembangan. Peneliti terus berusaha memahami kebutuhan orang-orang dan bagaimana variasi bentuk dari konten media yang memberikan kepuasan bagi mereka.
Media Information Utility Theory
Telah dijelaskan bahwa seseorang sangat selektif apa yang mereka pilih di dalam media dan seharusnya fenomena ini dapat dijelaskan dengan pertanyaan “mengapa?” Pada pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa yang bisa menjawab adalah Uses and Gratifications Theory. Teori ini menjelaskan bahwa faktor signifikan yang memandu mereka dalam memilih media massa adalah motivasi orang-orang untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam melalui “gratifications” yang dapat diperoleh melalui bentuk spesifik dari konten media. Teori Uses and Gratifications menjelaskan bagaimana mereka memilih konten yang berbeda untuk kemudian (teori ini fokus terhadap) memperoleh kepuasaan yang mereka butuhkan.
Permasalahaan dalam logika dasar di dalam Media Information Utility Theory adalah terlalu banyak sesuatu yang tidak dapat diketahui. Seperti perilaku yang bisa diobervasi namun tidak dengan proses yang dilakukan. Teori ini menganalogikan “black box” yang diawali dengan mengobservasi perilaku dan kemudian menyimpulkan motivasi dan proses kepuasan. Black box dikatakan tidak lain sebagai sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan pemilihan media berdasarkan keperluan pemenuhan kebutuhan atau sesuatu yang belum bisa ditebak sebagaimana efek yang diberikan media massa jika belum publikasikan untuk dikonsumsi audiens.
Selektif dalam teori utilitas informasi
Uses and Gratifications Theory memiliki limit, pada satu sisi teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa orang orang memilih beberapa kategori dalam konten media dengan sederhana dan sangat jelas tidak berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang mendalam. Maka, dalam information utility theory akan dibahas, bagaimana individu memilah informasi (bukannya media seperti Uses and Gratifications) yang tersedia untuk kemudian digunakan dalam pemenuhan kebutuhan. Sebenernya orang orang mengambil dan memilih beberapa kategori dalam konten media karena ada hubungannya dengan kebutuhan kompleks. Penjelasan terhadap perilaku tersebut adalah dengan menganggap orang-orang menggunakan media sebagai sumber (yang mudah) guna memperoleh informasi yang dapat mereka satukan untuk mencapai tujuan praktis atau sebagai solusi untuk masalah rutin dalam kehidupan sehari-hari. Media menyediakan warga dalam kehidupan modern degan kekayaan informasi sederhana dan praktis dalam kehidupan sehari-hari dimana keputusan harus dibuat untuk mencapai tujuan.
Mengganti sumber dalam informasi utilitarian
Pemecahan masalah dasar adalah memperoleh kurang lebih secara langsung melalui orang lain, orang orang yang memiliki keterikatan sosial secara signifikan. Pada jaman sekarang, bagaimanapun juga, apabila kita membutuhkan informasi, orang terdekat dapat dijadikann sebagai channels, hal serupa terjadi dalam kehidupan pedesaan, atau bahkan dengan anggota dalam sebuah kelompok, keluarga misalnya.
Mass Media in Mass Society
Komunikasi interpersonal cenderung menghambat “free flow” komunikasi diantara orang-orang, dan hal ini memandu mereka untuk berputar balik pada sumber lainnya untuk mendapatkan informasi yang dapat mereka gunakan. Hal ini dapat saja terjadi jika seseorang menjadi tertutup dan tidak mau memberi banyak informasi pada kita. Jaman sekarang, kita hidup di sebuah negara namun tidak sepenuhnya mengetahui tentang negara. Sebagai konsekuensi nya, media massa lah menjadi solusi yang sekarang mampu menyediakan informasi untuk kita gunakan sebagai dasar dalam membuat berbagai dedikasi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. “Penjelasan yang paling masuk akan dan mudah bahwa individu mencari sejumlah besar informasi dari media setiap hari” (DeFleur, 2010)
RINGKASAN FORMAL
“Sebuah penjelasan dari sebuah hubungan antara macam macam konten dalam media massa tertentu, perubahan alami masyarakat, dan jenis selektifitas yang dilakukan oleh penonton dapat disebut dengan Media Information Utility Theory “(DeFleur, 2010). Mencoba mejelaskan penggunaan ekstrim yang dilakukan khalayak dalam membuat informasi praktis, bahwa yg mereka cari melalui berbagai media, dan digunakan untuk berbagai tujuan utilitarian dalam masyarakat urban-industri. Teori ini dimaksudkan untuk membenahi pada frasa “uses” dalam Uses and Gratification yang dianggap membingungkan. Sejak teori Uses and Gratification secara khusus terfokus pada penelusuran “deep-seated needs” atau kebutuhan yang mendalam yang dipuaskan melalui paparan selektif terhadap konten media dan tidak melihat alamat penggunaan utilitarian, namanya berganti menjadi Uses for Gratification. Yang pada akhirnya memberi teori tersebut fokus yg lebih tajam, yaitu konsisten terhadap penelitian literatur yang cukup besar dalam akumulasi kebutuhan-kepuasan. Sehingga, Information Utility Theory lebih memfokuskan pada bagaimana pertimbangan individu dalam memilah konten dari berbagai media yang ada, sifat selektifitas inilah yang menjadi alasan mengapa konten tersebut penting.
MODELLING THEORY
Teori ini fokus terhadap bagian partikel (kecil) dari efek komunikasi massa. Seperti yang telah diketahui, bahwa psikologi telah mempelajari efek dari media itu sendiri. Dalam modeling theory dijelaskan bahwa bagaimana orang-orang memperoleh kehidupan baru dengan melihat bagaimana orang lain berperilaku, hal ini juga berlaku saat mereka melihat melalui media massa.
Psikologi yang menjadi pendekatan dalam teori ini, melihat bagaimana media benar-benar menjadi “model” selayaknya dalam dunia fashion. Seperti halnya wanita yang akan selalu mengikuti trend baju, individu memiliki hal tertentu untuk dapat dijadikan referensi. Tak hanya berupa fisik, seorang wanita bahkan dapat mengadopsi gaya bicara, gaya hidup, gaya berjalan dan lain sebagainya, hal ini menunjukkan bahwa individu juga dalam mengadopsi nilai-nilai yang diterimanya sebagai bentuk perilaku barunya nanti.
Social learning theory
Dalam mengadopsi dan membentuk perilaku baru, sebuah nilai juga akan mengalami proses secara langsung dan sadar. Penampilan yang diadopsi kemudian akan mendapatkan “reward” sebagai bentuk kepuasan atau kondisi yang menyenangkan. “reward” yang dimaksud adalah sebuah konsekuensi dari perilaku yang menunjukkan penguatan kebiasaan (hingga akhirnya diakui sebagai sebuah kebiasaan).
Social learning from media depicitions
Teori ini dibutuhkan dalam pembelajaran media dan perolehan pola perilaku hanya dengan melihat orang lain bertindak. Adanya sesuatu yang penting disini adalah media visual, dimana media visual akan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan koran, majalah, dan buku. Printed media memiliki kelemahan dalam mendominasi perubahan perilaku seseorang. Maka dari itu, televisi justru mempegaruhi audiens dengan lebih efektif. Hal ini terjadi sejak televisi mulai meluas dan banyak digunakan di Amerika (pada saat itu).
Bagaimana mereka mengadopsi sebuah perilaku tidak secara mentah-mentah. Mereka akan mengadopsi sesuai dengan kebutuhan, misalnya saja dalam menghadapi permasalahan, apa yang mereka lihat akan mereka adopsi di kehidupan nyata. Dan jika hal tersebut berhasil, mereka akan cenderung mengulanginya kembali dalam keadaan yang sama, kemudian akan berkembang menjadi kebiasaan. Maka dapat disimpulkan, sebenarnya perilaku baru yang mereka cari adalah sebuah solusi yang mereka butuhkan.
Proposisi seseorang dalam menerima pengaruh perilaku melalui media
1. Mereka akan melihat gambaran perilaku (model) dalam presentasi oleh media
2. Identifikasi model, kemudian meyakinkan diri sendiri atas keinginannya menjadi seperti model
3. Mengingat dan reproduksi (imitasi) perilaku dalam beberapa persoalan/masalah sebagai bentuk kontrol dalam situasi/masalah tersebut
4. Melakukan imitasi tersebut dan melihat hasil dari “reward”
5. Jika hasil yang didapatkan memiliki penguatan yang positif, orang tersebut akan menggunakannya kembali dalam keadaan yang sama.
MEDIA INFLUENCED DIFFUSION OF INNOVATION THEORY
“Adalah sebuah adopsi dari kelompok maupun populasi terhadap suatu inovasi” (DeFleur, 2010). Karena membahas perubahan sosial yang terjadi pada suatu kelompok maupun populasi, maka sosiologi akan menjadi pendekatan dalam teori ini. Perubahan sosial yang dimaksud adalah seperti kepercayaan, perilaku, atau menggunakan teknologi baru yang sebelumnya belum menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri dalam beraktifitas. Saat seseorang dalam sebuah masyarakat mulai mengambil dan menggabungkan pemikiran, kepercayaan, perkataan, suatu barang, dan solusi permasalahan lainnya dalam kehidupan mereka, maka itu adalah sebuah tanda bahwa budaya mereka mulai mengalami pergeseran.
Industri dan organisasi komersial juga memanfaatkan teori difusi inovasi. Mereka menyadari bagaimana konsumen memutuskan untuk lebih menggunakan solusi baru atau produk baru saat menyelesaikan masalahnya. Lalu, mereka akan menggunakan media untuk memainkan perannya dalam menyadarkan pemirsa bahwa adanya inovasi sebagai bentuk alat pemuasan kebutuhan mereka.
DOI interest for three reasons:
1. Kehadiran media baru yang mengambil posisi media lainnya.
Melalui teori DOI. Seperti radio menggantikan koran, televisi yang menggantikan radio, dan internet yang menggantikan televisi,
2. Media berperan dalam melakukan promosi terhadap ide, bentuk perilaku, maupun sesuatu yang baru. Hal ini juga lalu dimanfaatkan oleh industri untuk melakukan iklan terus menerus terhadap produk ataupun jasa mereka.
3. Dalam penerimaan inovasi, akan ada sebagian orang yang tidak dapat menerima perubahan yang terjadi dan bahkan menganggap terjadinya imperialisme budaya. Dapat disimpulkan bahwa, invoasi diterima hanya sebagian lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan tertentu.
Basic Definitions
PROSES PERSONAL
Konsep dalam definisi DOI Theory adalah penerimaan individu, bagiamana mereka menerima dan menggunakan invoasi tersebut, mereka harus melihat dulu sejauh mana invoasi dapat digunakan dan bermanfaat, baru kemudian di adopsi dan digunakan.
KELOMPOK DIFUSI -> Akan ada kelompok yang tidak dapat melakukan difusi terhadap suatu inovasi, namun teori ini akan lebih fokus terhadap kelompok yang mau menerima inovasi sebagai bentuk difusi. Dalam ranah kelompok, dapat dikatakan difusi ketika sesuatu tersebut dapat diterima oleh anggota kelompok dan menggunakan inovasi tersebut dalam waktu yang bersamaan.
INOVATION ?
Diawali dengan perkawinan silang tanaman jagung pada masa Perang Dunia II. Bahwa penemuan ini adalah sesuatu yang baru, dimana pada awalnya jagung hanya dapat dikawinkan sejenis, namun dengan adanya penemuan ini, tanaman jagung dapat berbuah lebih baik. Penemuan ini kemudian meluas dan diaplikasikan hampir ke seluruh penjuru Amerika pada saat itu. Saluran yang digunakan dalam penyebaran penemuan ini bukanlah media massa, melainkan komunikasi interpersonal. Sebuah komunikasi satu orang ke orang lainnya juga dapat mempengaruhi sebagai sebuah difusi (pada saat itu
Faktor yang mempengaruhi efektifitas DOI Theory :
(1) spesifikasi dari inovasi itu sendiri
(2) proses interpersonal maupun media massa dalam menciptakan ketertarikan,
(3) karakteristik sebuah kelompok
(4) golongan individu yang memiliki pengaruh kuat dalam sebuah kelompok.
A THEORY OF AUDIENCE AND MEDIA DEPENDENCY ON POPULAR CULTURE
Ketergantungan ini pertama kali disadari pada media massa koran yang berkembang di tahun 1830-an. Bahwa konten di dalam koran seperti kasus pembunuhan, berita, maupun hiburan yang mendapat perhatian dari pembacanya. Mereka meyakini akan adanya peristiwa tersebut hanya dengan membacanya melalui koran. Untuk mendapatkan pembaca dengan angka cukup besar, maka sebuah media massa akan menyajikan “sesuatu” yang menjadi kesenangan pembaca. Strategi ini berkembang di Amerika Serikat pada awal abad 19. Banyaknya ketertarikan pembaca terhadap konten hiburan, yang kemudian disebut para akademisi bahwaa media menampilkan “popular culture” atau budaya popular. Dalam hal ini, industri media berusaha untuk menyajikan sesuatu yang menjanjikan dengan mendapat perhatian publik. Walaupun mendapat kritikan, strategi ini terus saja berlangsung sebagai bentuk meraup keuntungan dari bisnis yang dilakukan industri media.
BERBAGAI PENGERTIAN “CULTURE”
- Culture as a design living berarti budaya sebagai solusi. Maksudnya, setiap generasi tentu akan menemukan sebuah permasalahan yang kemudian mendapatkan solusi. Solusi ini kemudian diadopsi, disepakati, dan dilakukan terus menerus sehingga menggeser budaya yang dulunya mereka gunakan.
- High culture dikatakan demikian berarti budaya yang dimaksud fokus terhadap sesuatu dengan nilai seni tinggi dan sesuatu yang superior dalam lapisan masyarakat. Dapat juga diartikan high culture karena pengetahuan dan sikap mereka terhadap seni, musik, literature, yang mana seni tersebut diproduksi oleh talent berbakat. Budaya ini hanya dikonsumsi oleh beberapa orang saja dalam suatu masyarakat.
- Folk culture adalah produksi kreatif dari orang-orang tradisional. Budaya ini menjadi sebuah keunikan dan ciri khas penduduk tertentu maupun wilayah tertentu yang menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka. Sebenarnya folk culture juga sebagian dari presentasi media massa, namun tidak sepenuhnya diekspos. Layaknya high culture, budaya ini juga memiliki peminat yang sedikit karena objeknya yang cukup kritis dan bahkan sebagian kecilnya bisa berbahaya.
- Popular culture ada dua frasa yang perlu dipahami, yaitu “budaya massa” ataukah “budaya populer”. Sebagai seorang sosiolog, Herbert Gans dalam DeFleur, 2010 menjelaskan
“The term mass culture is a combination of two German ideas: Masse and Kulture. The mass is (or was) the non-aristocratic, uneducated portion of European society, especially the people who today might be described as lower-middle class, working-class, and poor. Kultur translates as a high culture, it refers not only to the art, music, literature and other symbolic product that were (and are) preferred by the well-educated elite of European society but also the styles of thought and the feelings of those who choose these products- those who are ‘cultured’. Mass culture on the other hand, refers to the symbolic products used by the ‘uncultured’ majority”
Bahwa budaya massa adalah budaya yang diproduksi oleh individu yang tidak berbudaya, maksudnya adalah tidak memiliki nilai seni yang tinggi, baik dalam hal musik, literatur maupun pendapat yang disampaikan.
Budaya populer sering ditampilkan karena dapat menampilkan berbagai produk, aktivitas maupun hiburan yang didesain untuk disajikan terhadap orang banyak tanpa harus memperhatikan permintaan golongan intelektual. Budaya populer tidak se kompleks budaya lain yang membutuhkan segmentasi audiens lebih khusus. Maka dari itulah, budaya populer banyak diadopsi utamanya industri media guna menjangkau banyak pemirsa. Sebagai ajang bisnis, pemirsa dijadikan objek untuk menonton iklan sebagai sasaran industri dan organisasi komersial. Seperti dalam complex flow of kitsch yang mengatakan bahwa budaya populer memproduksi sedikit nilai artistik amun mendapatkan perhatian yang luas dalam tatanan audiens.
DAFTAR PUSTAKA
DeFleur, M. L. (2010). Mass communication theories: explaining origins, processes and effetcs. Boston: Allyn & Bacon
0 pendapat