Analisa Studi Kasus Bank Century dalam Perspektif PR
|
Analisa Studi Kasus Bank Century dalam Perspektif PR
NIM : 165120200111024
Kode Mata Kuliah/Kelas : /A-KOM-5
Nama Mahasiswa : Dymi Marsa Levina Cahyarani
Nama Mata Kuliah : Manajemen Isu dan Krisis
Dosen : Rachmat Kriyantono, Ph.D
Batas pengumpulan tugas : 20 September 2018
Judul Tugas :
Analisa Studi Kasus Bank Century dalam Perspektif Public Relations
Analisa Studi Kasus Bank Century dalam Perspektif Public Relations
Perpanjangan diterima: Ya / Tidak
Persetujuan terlampir : Ya / Tidak
Dengan ini saya / kami menyatakan :
· Bahwa ini adalah karya asli saya / kamu, dan tidak ada bagian dari tugas yang dikopi dari sumber atau orang lain kecuali jika telah tecatum dalam referensi.
· Tidak ada bagian dari karya ini yang sudah pernah dikumpulkan kepada institusi ini atau institusi lainnya.
· Jika terbukti bahwa saya / kami melakukan kecurangan dan pernyataan palsu, maka saya / kami siap menerima konsekuensi yang berlaku.
Tanda tangan : Tanggal : 20 September 2018
Analisa Studi Kasus Bank Century dalam Perspektif Public Relations
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kolektif Mingguan
Mata Kuliah Manajemen Isu dan Krisis
Dosen Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D
Disusun oleh :
Dymi Marsa Levina Cahyarani
165120200111024
Jurusan Ilmu komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2018
KRONOLOGI KASUS BANK
CENTURY
|
||
Tanggal
|
Kronologi
|
Fenomena Komunikasi
|
6 Desember 2004
|
Adanya merger yang dilakukan Bank
Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century yang disetujui oleh BI
|
Muncul kesepakatan dan legalitas
yang diberikan oleh BI
|
31 Oktober 2005
|
Laporan hasil BI terhadap posisi
CAR Century yakni berada pada posisi negatif 132,5 persen seharusnya
menetapkan Century dalam pengawasan khusus. Namun, BI hanya memberi kategori
bank dalam pengawasan intensif
|
Muncul masalah tentang bank Century
yang belum menimbulkan keresahan publik, sebatas diketahui dalam jajaran
praktisi, dan melakukan pemecahan masalah berupa pengkategorian bank
|
2005 – 2007
|
Ditemukan pelanggaran yang
dilakukan Century, namun BI tidak mengambil tindakan tegas. Seharusnya
Century membayar denda sebesar Rp 22 Miliar, tapi BI memberi keringanan Rp 11
Miliar
|
Bentuk perilaku BI terhadap Century
sehingga memberikan keringanan tentu memiliki alas an tertentu
|
5 November 2008
|
Bank Century ditetapkan sebagai
kategori bank dalam pengawasan khusus oleh BI
|
Adanya tahapan dalam melakukan
pemecahan masalah yang sesuai dengan standar aturan.
|
13 November 2008
|
Bank Century mengalami masalah
likuiditas, yang pada akhirnya menyebabkan kepercayaan dari masyarakat yang
mencekam dan muncul isu-isu yang mengganggu stabilitas sektor perbankan. Pada
lima hari berikutnya, terjadi penarikan dana oleh masyarakat secara cepat.
|
Sikap publik (utamanya masyarakat sebagai stakeholders perusahaan)terhadap
suatu organisasi tercerminkan secara aktif akibat terpaan isu-isu terhadap
situasi perbankan.
|
21 November 2008
|
Bank Century dinyatakan sebagai
bank gagal berdampak sistemik dan diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin
Simpanan)
|
Adanya krisis yang muncul di dalam
perusahaan dan keterlibatan pemerintah dalam mengendalikan situasi/krisis
|
2008 – 2009
|
Bank Century menerima kucuran dana
pinjaman jangka pendek (FPJP) sebesar Rp 689 miliar dan dana penyertaan modal
sebesar Rp 6,782 Triliun
|
Adanya pemecahan masalah dalam
menghadapi krisis perusahaan yakni dana pinjaman. Selain itu, Bank Century
juga mendapatkan kepercayaan dari BI untuk melakukan kewajiban likuiditasnya
sendiri
|
Februari 2013
|
Budi Mulya ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK atas dugaan melawan hukum dan penyalah gunaan wewenang
terkait FPJP Bank Century (FPJP sebesar 7 miliar merugikan negara)
|
Krisis yang terjadi pada Bank
Century semakin parah, hal ini juga menyangkut Gubernur Bank Century sebagai
simbol pimpinan perusahaan yang justru mendapatkan pencitraan negative
|
6 Maret 2014
|
Budi Mulya saat disidang KPK
menyebutkan beberapa nama yang menurutnya ikut terlibat dalam penyalahgunaan
wewenang FPJP Bank Century diantaranya Boediono, Miranda, Mantan Pemilik Bank
Century Robert Tantular, dll
|
Adanya perlibatan publik internal
dalam krisis ini menandakan bahwa perusahaan tidak dalam kondisi sehat, baik
ke ranah eksternal maupun ranah internal.
|
Juli – Desember 2014
|
Vonis hukuman pada Budi Mulya
sebesar 12 tahun akibat kejahatannya melanggar peraturan hokum
|
Simbol pemimpin disini mengalami
kesenjangan persepsi saat Budi Mulya dijatuhi hukuman
|
Juni 2015
|
Tidak ada kelanjutan dari kasus
Bank Century dengan KPK, muncul isu terkait kasus ini yang diberitakan oleh
beberapa media
|
Isu muncul setengah tahun setelah
pemberitaan Bank Century terakhir pada bulan Desember 2014. Kemunculan ini
diawali dengan adanya pemberitaan media online.
|
Desember 2015
|
Dilantiknya pemimpin KPK yang baru
yakni Saut, dalam media merdeka.com, di dalamnya membahas kembali keterkaitan
KPK dengan kasus Century yang tak kunjung usai
|
Isu muncul yang kemudian
mengkaitkan situasi persaingan masa pemerintahan Jokowi dengan menyinggung
persaingan masa pemerintahan SBY
|
April 2018
|
Munculnya berita pada media
kredibel Jepang yakni Asia Sentinel yang kembali mengungkap kasus Century
dengan melibatkan pemerintahan SBY pada headlines
nya. Munculnya somasi partai demokrat yang menganggap adanya black campaign
|
Isu yang kian meredam nyaris empat
tahun lamanya, muncul kembali akibat terpaan portal media yang cukup
kredibel.
|
ANALISA TEORI
ISU dan MANAJEMEN ISU
Isu
didefinisikan sebagai “berbagai perkembangan, biasanya di dalam arena public,
yang jika berlanjut, dapat secara signifikan memengaruhi operasional atau
kepentingan jangka panjang dari organisasi” (Harrison, 2008 dalam Kriyantono,
2015). Isu akan muncul apabila terjadi gap
atau kesenjangan antara harapan dengan realita yang terjadi. Public relations dapat saja melakukan environmental scanning dengan aktivitas
berupa tracking opini publik. Dalam
buku Kriyantono, 2015 disebutkan formula isu adalah “isu = masalah + dampak”,
yakni masalah belum tentu isu sedangkan isu sudah tentu mengandung masalah.
Berikut adalah beberapa tahapan isu menurut Hainsworsth, 1990 dan Meng, 1992
dikutip di Regester & Larkin, 2008 dalam Kriyantono, 2015:
1. Tahap
Origin/ Potential Stage
-
Seseorang atau kelompok mengekspresikan
perhatiannya pada isu dan memberikan opini
-
Adanya akademisi, pakar, atau LSM yang
memberikan perhatian pada suatu masalah
-
Dimungkinkan adanya tindakan tertentu
berkaitan dengan identifikasi isu yang dianggap penting dan berpotensi
-
Pada tahap ini, isu belum menjadi
perhatian pakar dan public secara luas, meskipun ada beberapa pakar yang sudah
mulai menyadarinya
2. Imminent Stage
-
Isu tersebut berkembang dan mempunyai
dukungan public
-
Adanya makna mediasi, yakni orang-orang
atau kelompok yang mulai memiliki pandangan yang sama saling bertukar pikiran
-
Liputan media menjadi suatu faktor dominan
terhadap perkembangan isu
-
Perlu adanya pengelolaan arus informasi
oleh organisasi sebagai bentuk komunikasi dengan public
3. Critical Stage
-
Public sudah mulai mengorganisasikan diri
dan membentuk jaringan-jaringan
-
Isu menjadi lebih popular akibat adanya
pemberitaan media secara berulang dalam jumlah yang cukup banyak
-
Adanya pihak pro kontra yang tercipta di
public
-
Jika pada tahap ini isu tidak ditangani
sebaik mungkin, maka akan terjadi krisis.
-
Disisi lain, pemerintah juga memiliki
peran besar dalam tahap ini, yakni
upaya kebijakan public seperti kemunculan regulasi baru
4. Dormant Stage
-
Sudah ada perubahan kebijakan public dari
pemerintah yang kemudian diikuti oleh organisasi
-
Seiring berjalannya waktu, isu mulai dapat
diredam, organisasi telah menemukan solusinya walaupun dalam jangka waktu yang
pendek atau panjang, energi besar, dan biaya yang cukup banyak
-
Perlu dilakukannya recovery citra perusahaan agar mendapat kepercayaan kembali dari
public
Ketika
perusahaan menghadapi isu, tentu diperlukan tindakan sistematis untuk
mengantisipasi terjadinya kemungkinan buruk atau worst scenario dalam perusahaan. “Manajemen isu dilakukan untuk
mengambil keputusan beupa strategi aksi yang efektif untuk menjawab masalah
tersebut …” (Kriyantono, 2015). Jika pada awalnya manajemen isu dilakukan hanya
sebatas pemberian informasi, modern PR menekankan adanya tindakan lain seperti
penerapan strategi advokasi perusahaan sebagai bentuk manajemen isu yang baik.
Tentu saja, strategi ini tidak serta merta dilakukan, perlu dilakukan beberapa
langkah dalam memilih manajemen isu. Yakni (1) Identifikasi Isu, mengenal dahulu isu yang diprediksi dapat memengaruhi
organisasi. Biasanya isu yang dipilih adalah isu yang memiliki potensi besar
dalam memberikan dampak. (2) Melakukan
Evaluasi dan Analisis Isu-isu yang Ditemukan, setelah menjalankan manajemen
isu, ada baiknya melakukan analisis yang diperkuat dengan riset sehingga
menentukan tingkat efektifitas dari strategi yang dilakukan. Penting rasanya
seorang PR melihat apakah strategi yang dibuat merupakan sesuatu yang
bermanfaat dan melibatkan public sesuai dengan target sasarannya.
ISU DAN MANAJEMEN ISU:
ANALISIS STUDI KASUS
Dalam kronologi Bank Century dengan
Bank Indonesia diatas, muncul beberapa permasalahan yang menyebabkan adanya
isu. Masalah yang muncul yakni pada 31 Oktober 2005 bahwa BI menetapkan Bank
Century pada posisi negatif 132,5% dan menetapkan Century dalam pengawasan
khusus. Sehingga, setelah muncul masalah, tentu saja akan menyinggung suatu
isu. Cepat lambatnya suatu isu muncul adalah tergantung bagaimana organisasi
mampu memanajemen isu tersebut dengan baik.
Isu
yang terjadi dalam Bank Century adalah isu ekonomi. Hal ini terlihat dalam
kronologi waktu 2005 hingga 2007 bahwa adanya pemberian keringanan Bank
Indonesia kepada Bank Century terkait denda sebesar Rp 22 Miliar. Jika melihat
formula dalam Kriyantono, 2015 yakni “isu = masalah + dampak”, maka dampak juga
terlihat pada isu ekonomi yang muncul. Dampak tersebut yakni keringanan Bank
Indonesia dalam memberi denda mencapai Rp 11 Miliar pada akhir tahun. Menurut Hainsworsth, 1990 dan Meng, 1992
dikutip di Regester & Larkin, 2008 dalam Kriyantono 2015, isu juga memiliki
tahap atau biasa disebut issue life cycle.
Pada isu ekonomi terkait keringanan yang diterima oleh Bank Indonesia, isu ini
menempati tahap potential stage.
Sebaik-baiknya manajemen PR adalah melakukan tindakan tegas pada awal mula isu
muncul. Tindakan tersebut dapat berasal dari internal maupun pihak eksternal
sebagai stakeholders perusahaan. Bank
Indonesia sebagai suatu kelompok, merupakan komponen penting dalam issue life cycle ini dalam mengungkapkan
ekspresinya dan juga didukung dengan tindakan yang berkaitan dengan isu.
Kegiatan tersebut berupa pemberian keringanan dengan harapan respons yang
diberikan Bank Century sebagai perusahaan dapat melakukan perubahan kondisi.
Perlu ditekankan pula, pada tahap ini isu belum berkembang secara luas,
walaupun jajaran praktisi sudah menyadari hal ini. Media exposure tidak terlalu banyak dan belum berpengaruh secara
luas, sehingga tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dianggap sebagai
tindakan pencegahan terjadinya krisis.
Berjalanan
pada kronologi selanjutnya yakni 5 November 2008 penetapan Bank Century sebagai
bank dalam pengawasan khusus oleh Bank Indonesia. Jika dianalisa, tindakan ini
dilakukan sebagai bentuk manajemen isu pada tahap berikutnya. Nampaknya,
pemberian keringanan denda sebesar Rp 11 Miliar bukan menjadi problem solving yang tepat. Mengambil
dari Jaques, 2007 dan Harrison, 2008 dalam Kriyantono, 2015 bahwa “A problem can be solved, but an issue has
tobe resolved”, maka tentu saja akan ada tindakan evaluasi dari strategi
yang diterapkan. Jika tindakan manajemen isu selanjutnya belum memberi dampak
atas pemulihan organisasi terhadap isu, maka perlu dilakukan pemecahan ulang
sehingga isu tidak berkembang terus menerus dan mengakibatkan krisis pada
organisasi. Tahap awal pemberian keringanan denda sebesar Rp 11 Miliar
(terlepas dari kebenaran nilai, tegas atau tidaknya institusi terkait) belum
memberikan jawaban pasti, apakah Bank Century berhasil meredam isu ekonomi yang
menimpanya. Sehingga, pengalihan status menjadi bank dalam pengawasan khusus
adalah tindakan manajemen isu evaluatif.
Issue life cycle
tidak berhenti hanya pada potential stage.
Mirisnya, imminent stage juga
dihadapi oleh Bank Century sebagai imbas dari isu sebelumnya yang tidak
terkontrol dengan cukup baik. Tepat pada tanggal 13 November 2008, Bank Century
dinyatakan mengalami masalah likuiditas. Artinya, bank ini sudah tidak mampu
mengerjakan fungsinya dengan baik. Dijelaskan pula, dampak dari kemampuan
likuiditas Bank Cenutry ini mampu mengganggu stabilitas sektor perbankan.
Adanya kepercayaan masyarakat yang mulai mencekam tanpa diikuti dengan tindakan
yang mendukung. Tentu saja, pada tahap ini isu telah memiliki dukungan public
berupa kepercayaan masyarakat. Hal ini bersangkutan dengan persepsi masyarakat
yang menganggap kredibelitas bank
dilihat dari kemampuan likuiditas yang dilakukan. Jika bank tidak mampu
melakukan fungsi dasarnya seperti likuiditas, maka uang yang berada di dalam
bank tersebut dinyatakan dalam posisi tidak aman. Aman disini seperti sulitnya
masyarakat melakukan kredit maupun debit terhadap rekeningnya. Makna mediasi
juga terlihat, karena dampak yang diberikan Bank Century ini tidak hanya
merugikan beberapa orang saja, namun public yang merupakan nasabah dari Bank
Century. Nasabah merasakan adanya kesamaan nasib dan kesamaan pandangan,
sehingga pada tahap ini isu kian meluas. Sesama nasabah mulai resah dengan
keadaan Bank Century. Ketika mencapai pada tahap ini, tidak ditemukan adanya
manajemen isu yang memadai. Ketika sudah bersangkutan dengan publik, ada
baiknya diberlangsungkan komunikasi dua arah untuk pemberian informasi yang
jelas. Sehingga, keresahan public dapat teredam sementara akibat kepuasan
penerimaan informasi dari sumber yang kredibel. Komunikasi dua arah dapat
dilakukan berupa call center untuk
menanggapi berbagai keluhan dan keresahan yang datang.
Lima
hari setelahnya, yakni 15 November 2008, issue
life cycle berkembang kian pesat hingga menuju critical stage. Isu berkembang menjadi lebih populer karena media
yang memberitakan cukup banyak. Hal ini akibat adanya respon yang diterima Bank
Century dari publiknya. Pada tanggal tersebut, terjadi penarikan uang oleh
masyarakat yang merupakan nasabah bank tersebut. Artinya perusahaan mengalami
krisis kepercayaan. Pada stage ini
dimungkinkan krisis telah terjadi. Maka, selain perlu meredam isu, organisasi
juga dirasa perlu melakukan tindakan yang mampu menenangkan publik. Hal ini
tentu saja tidak melewatkan akibat terpaan media dalam memberitakan isu Bank
Century.
Pada
kronologi selanjutnya yakni 21 November 2008 telah terjadi krisis akibat
perkembangan isu yang tidak ditanggapi dengan baik. Ketidak mampuan perusahaan
dalam menanggapi isu yang dihadapi berakhir dengan tindakan dari pemerintah.
Adanya kebijakan public dengan muncul regulasi baru, seperti pemindahan alih
Bank Century kepada LPS merupakan manajemen isu pada tahap critical stage (government
relation). Selanjutnya, isu ini berada dalam posisi dormant stage, yakni organisasi berada dalam posisi “pasrah”
terhadap solusi yang diberikan oleh pemerintahan tetapi akan memungkinkan untuk
muncul kembali isu yang pernah terjadi. Baik itu isu utama maupun isu-isu yang
muncul akibat pengaruh dari luar.
Kelanjutan
kronologi yakni munculnya krisis yang menimpa perusahaan. Krisis yang diterima
cukup menekan Bank Century. Materi ini akan dibahas pada subbab selanjutnya.
Isu
yang muncul pada tahun 2005 hingga 2008 merupakan tahap awal tumbuhnya krisis
yang akan berdampak dalam jangka waktu cukup lama. Dampak yang ditimbulkan isu
tersebut tersebar hingga negeri tetangga dan masih teringat hingga tahun
sekarang. Isu adalah sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Kebenaran dalam
menindaki isu yakni resolving problem.
Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan berulang-ulang pada saat isu muncul.
Perlu dipahami pula bahwa isu bukan hilang, hanya saja isu teredam untuk
sementara sampai akhirnya akan ada suatu pemicu yang menyebabkan munculnya isu
itu kembali. Maka, pemecahan masalah yang sama tidak akan mempan meredam isu
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kemunculan isu setelah sekian tahun juga
terjadi pada kasus korupsi Bank Century. Kronologi selanjutnya yakni awal 2013
yang merupakan awal dari isu muncul hingga berujung pada krisis. Isu ini muncul
akibat adanya masalah di awal tahun 2008 yang telah disebutkan. Dampak yang
ditimbulkan bahkan terasa hingga lima tahun setelahnya. Akibat masalah
tersebut, timbul pernyataan dari Deputi Gubernur Bank Indonesia yakni Budi Mulya untuk memindahkan status Bank
Century menjadi bank gagal sistemik. Pernyataan ini kemudian menimbulkan
berbagai macam pertanyaan, seperti mengapa ada perubahan status tersebut
padahal Bank Century tidak memiliki kriteria sesuai? Sehingga hal ini mendasari
adanya penyalahan wewenang yang dilakukan oleh Budi Mulya selaku Deputi
Gubernur Bank Indonesia atas statement
yang dikeluarkan. Banyaknya dugaan-dugaan secara hukum dilemparkan pada Budi
Mulya, dan Bank Century dijadikan alat untuk kepentingannya sendiri. Isu ini
menimbulkan banyak isu lainnya yang bermunculan. Isu terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan atau gap antara
harapan dengan realita. Gap yang
terjadi disini adalah suatu simbol pemimpin yang dipersepsi public sebagai
suatu yang wibawa dan bertanggung jawab. Namun sayangnya, pemimpin dalam kasus
ini tidak menggambarkan hal serupa, sehingga munculah sebagai suatu isu yang
menarik untuk diangkat. Isu yang muncul tidak sesegera mungkin diredam,
sehingga sangat besar kemungkinan adanya pemberitaan media yang fokus pada
hal-hal berbau negatif. Mengingat bad
news is a good news, maka media akan selalu mencari sesuatu yang hangat dan
menyimpang dari seharusnya untuk dijadikan topik berita. Jika saja seorang PR
mampu memberikan press conference
atau pemberian komunikasi dua arah yang baik, pemberitaan media tidak akan fokus pada hal-hal lainnya. Pemberitaan
media yang cukup rajin dalam
peliputan yakni kompas.com, headline yang bermunculan juga memiliki
arahan yang negatif dan cenderung memojokkan pihak Bank Century maupun Bank
Indonesia. Bad news yang diungkit
oleh media tentunya gap persepsi masyarakat tentang pemimpin, terlebih Budi
Mulya adalah seorang pemimpin instansi milik pemerintahan yang hubungannya
sangat dekat dengan masyarakat. Maka, suatu isu seperti ini akan sangat susah
dihindari jika sudah mulai menyebar dan terlalu lama dibiarkan.
6
Maret 2014 adalah satu tahun tepatnya isu penangkapan Budi Mulya oleh KPK
terkait penyalahgunaan wewenang dana FPJP dan PMS sebesar 7 triliun yang
dianggap merugikan negara. Kabar baiknya adalah, isu ini mampu bertahan satu
tahun sampai akhirnya muncul kembali di kalangan media. Dugaan kuat isu ini
teredam karena pemberitaan negatif terkait instansi pemerintah akan berakibat
buruk pada pemerintahan pada saat itu, sehingga ditakutkan akan muncul isu-isu
lainnya yang melibatkan pemerintahan dalam pengertian luas. Dugaan lainnya
adalah waktu 12 bulan digunakan oleh pihak KPK untuk melakukan penyelidikan dan
menetapkan status dari Budi Mulya dalam kasus ini. Pemberitaan yang muncul
menjelaskan bahwa Budi Mulya menyebutkan beberapa nama yang menurutnya juga
ikut membantu melancarkan tindak buruknya pada saat itu. Dalam tahap ini,
kembali lagi isu pada tahap critical
stage. Pemberitaan media besar-besaran, bahkan jika diakumulasikan dalam
satu kasus ini mendapatkan pemberitaan media sebanyak sepuluh lebih dari portal
media online yang berbeda-beda. Selain itu, munculnya pihak pro kontra juga
terlihat dari sisi oposisi dan pemerintahan. Dugaan-dugaan yang dilemparkan
adalah suatu jenis isu eksternal akibat aktifitas di luar organisasi. Tentu
saja, reputasi perusahaan dipertaruhkan pada posisi ini. Apakah Bank Century
bersama Bank Indonesia akan meredam isu atau membiarkan isu terus berlanjut
hingga pada tahap krisis. Namun, tuduhan KPK adalah sesuatu yang tidak dapat
dicegah oleh seorang praktisi PR. Maka, fungsi PR disini adalah relasi media,
bagaimana pemberitaan media agar tidak terfokus pada kasus korupsi. Manajemen
isu supaya media tidak tertarik untuk mengekspos isu korupsi secara terus
menerus. Tindakan tegas perlu dilakukan, misalnya saja pergantian pemimpin yang
lebih kredibel, mengadakan press
conference untuk keterbukaan informasi. Sehingga media tidak memberitakan
sesuatu yang belum tentu baik dan benar bagi perusahaan.
Namun
tampaknya, kegiatan manajemen isu tidak terlihat baik pada kedua pihak (Bank
Century dan Bank Indonesia). Pemberitaan media kian menyorot Budi Mulya, sosok
pemimpin Bank Indonesia yang menyalahgunakan wewenang pada kucuran dana FPJP
milik Bank Century. Pada bulan Juli hingga Desember, media tidak habis memberitakan
info terbaru tentang status Budi Mulya sebagai tahanan KPK. Sehingga, munculah
kembali isu ini dalam tahap critical
stage. Tahap ini ditandai dengan pemberitaan media yang cukup banyak
membahas perkembangan kasus korupsi Bank Century.
Tahun
2014 adalah tahun terakhir maraknya isu korupsi Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Pada tahun 2015, media tidak terlalu banyak menyoroti hal-hal demikian.
Kemungkinan besar, hal ini terjadi karena adanya pesta rakyat pada saat itu.
Media mulai mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang segar dan memiliki nilai
berita terkini. Isu mulai teredam karena adanya hal-hal lain yang perlu
diberitakan oleh media.
Hingga pada tahun 2018, rupanya isu
korupsi Bank Indonesia pada Bank Century mulai mencuat kembali. Pada bulan April
2018, muncul terpaan media dari Jepang yang memberitakan kasus Century. Belum
diketahui kepastiannya dan latar belakang dari media tersebut membahas Century,
namun rupanya hal ini cukup membuat geram pihak Demokrat karena merasa terancam
citranya. Perlu digaris bawahi, isu kembali muncul meskipun sudah tidak termuat
oleh media sepanjang tiga tahun. Sepanjang analisa dilakukan, sebetulnya pihak
Century adalah pihak yang mendapat kerugian cukup besar. Walaupun pada saat ini
Century telah berganti nama menjadi Bank Mutiara karena adanya pembelian saham
oleh J Trust ditahun 2014, tetap saja nama Century selalu tercatat sebagai
kasus korupsi yang cukup viral selama sepuluh tahun ini. Kesalahan yang dibuat
oleh Budi Mulya terletak pada instansi Bank Indonesia, namun framing media cukup unik untuk membuat
citra instansi pemerintah – Bank Indonesia, tetap positif. Pembuatan nama kasus
“Korupsi Bank Century” seolah memberi gambaran umum pada publik jika pelaku
utama korupsi adalah pihak Bank Century. Sampai saat ini, belum ada klarifikasi
yang jelas. Namun dapat dipastikan jika Bank Century belum melakukan rebranding dengan pergantian nama, tentu
saja dampak yang dihasilkan oleh isu di akhir tahun 2005 tidak dapat dihindari.
Pergantian nama bank adalah suatu kebijakan yang tepat untuk menghilangkan rasa
shock publik akibat isu ekonomi dan
isu korupsi yang berbelit dalam jangka waktu panjang. Pemberitaan media online
Jepang membuat citra negara, citra pemerintahan SBY, dan citra Bank Century
mengalami kemunduran. Sehingga perlu dilakukan manajemen isu kembali dengan
pemecahan masalah yang lain (mengingat issue
has to be resolved), karena sedalam apapun PR berusaha menutupi isu
pastilah akan muncul kembali dengan berbagai faktor yang tidak terduga.
KRISIS dan MANAJEMEN
KRISIS
Definisi
krisis disampaikan oleh Duke &Masland (2002), Mitroff (2005), dan Kouzmin
(2008) yakni situasi yang menyebabkan kerusakan fisik dan nonfisik, seperti
peristiwa yang membahayakan jiwa manusia (meninggal atau luka-luka), financial cost, merusak system
organisasi dan lingkungan secara keseluruhan, khususnya bagi korban, dan
kerusakan reputasi organisasi (Kriyantono, 2015). Kerusakan yang terjadi berupa nonfisik seperti hilangnya sistem sosial, budaya,
ekonomi, psikologis, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Ada beberapa
karakteristik yang menandakan antara krisis dan isu yaitu, (1) peristiwa yang
spesifik (Special Event), (2) krisis
tidak dapat dihindari (Invitable),
(3) krisis menciptakan ketidakpastian informasi, (4) Menimbulkan kepanikan dan
keterkejutan, (5) Menimbulkan dampak positif atau negative bagi operasional
organisas, (6) berpotensi menimbulkan konflik.
Secara
umum, jenis dan sumber krisis disebabkan
melalui dua sumber, yakni dari dalam organisasi dan luar organisasi. Selain itu
menurut Mitroff, 2001 dalam Kriyantono, 2015 terbagi menjadi dua yakni man-made yaitu krisis yang disebabkan
kesalahan manusia, dan natural crisis
yaitu krisis yang disebabkan factor alam. Secara luas, jenis dan sumber krisis
akan dijelaskan pada rincian berikut:
1. Krisis
Teknologi, yaitu krisis yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan teknologi
2. Krisis
Konfrontasi, yaitu krisis yang disebabkan oleh relasi buruk antara organisasi
dan publik sehingga merangsang terjadinya konfrontasi. Misalkan adanya public
yang mengekspresikan kemarahannya terhadap operasi organisasi.
3. Krisis
Malevolence, yaitu krisis yang disebabkan oleh perseorang atau kelompok yang
mempunyai keingnan untuk menjatuhkan atau membahayakan organisasi.
4. Krisis
Manajemen dan Perilaku Karyawan, yaitu krisis yang terjadi karena kegagalan
manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya, contohnya: korupsi.
5. Kekerasan
di Lingkungan Kerja (Workplace Violence),
yaitu segala bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan kerja
6. Krisis
Bencana Alam, yaitu krisis yang disebabkan oleh bencana alam yang memengaruhi
aktivitas organisasi
7. Krisis
Produk, yaitu krisis yang diakibatkan oleh masalah pada produk
Adapun
tahap terjadinya krisis yaitu:
-
Prakrisis (Pre Crisis), ketika situasi serius mulai muncul dan organisasi
menyadarinya. Tanda-tanda ini dimungkinkan telah mengetahui tanda-tanda akan
terjadinya krisis “pre crisis warning”
dan ada baiknya jika pihak yang mengetahui segera mengambil tindak pencegahan.
-
Krisis (Acute Crisis), hal ini tidak akan terjadi jika menyediakan saluran
komunikasi dua arah yang memungkinkan diterimanya feedback. Ketidakpuasan dapay disampaikan dalam bentuk opini,
sehingga krisis tidak akan terjadi. Krisis akan terjadi ketika situasi sudah
tidak dapat dimanajemen dengan baik oleh organisasi dan peristiwa ini menyebar
luas ke luar organisasi.
-
Pascakrisis (Post-Crisis), ketika krisis sudah terjadi, ada baiknya
organisasi/perusahaan melakukan berbagai upaya sehingga dapat memanajemen
krisis dengan baik. Pada tahap ini, perlu diadakan recovery sebagai bagian untuk mengembalikan reputasi perusahaan
kembali diatas.
Manajemen
krisis adalah suatu aktivitas yang dilakukan sekali saja hanya saat terjadi
krisis, yaitu dengan membuat perencanaan krisis (crisis plan) pada saat terjadi krisis (one only process). Aktivitas ini dilakukan sebagai upaya dalam
membentuk kepercayaan publik, misalnya melalui kegiatan CSR, menghasilkan
produk yang berorientasi pada kebutuhan publik termasuk produk yang ramah
lingkungan. Manajemen krisis dilakukan dengan banyak hal:
a.) Perencanaan
krisis dan Tim Manajemen Krisis: Worst
Case/Possible Scenario
Pada tahap ini , PR
diminta untuk memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi di dalam
perusahaan dan memikirkan bagaimana jalan keluarnya
b.) Respon
cepat dan tidak panik: Delay is deadly
Melakukan respon secepat
mungkin dengan tujuan ketercukupan informasi terhadap public. Semakin sedikit
informasi yang diketahui oleh public, akan tinggi pula tingkat dugaan public.
Hal ini akan merugikan perusahaan, apabila public mulai panik dan mengeluarkan
dugaan-dugaan di luar nalar. Maka, ketercukupan informasi adalah “center of variable” (Kriyantono, 2015)
c.) Kepentingan
Publik
Lakukan segala tindakan
demi kepentingan public, terlepas benar atau tidak nya isu tersebut. Hal ini
dimaksudkan sebagai prioritas utama perusahaan yakni stakeholders yang membantu
lancarnya suatu perusahaan, termasuk masyarakat di dalamnya
d.) Tindakan
untuk harapan public
Ketahuilah keinginan
public, apakah menuju sesuatu yang ingin diperbaiki ataukah pada status quo namun dengan backup plan lainnya.
e.) Punya
rencana komunikasi krisis
Seperti pengadaan crisis center, menjalin komunikasi
dengan public terkait, dan menghindari upaya blaming terhadap pihak lain
f.) Aspek
Hukum: Winning the Battle but Losing the
War
Pendekatan hukum terkadang
kurang cocok untuk mengendalikan krisis. Mereka cenderung mengatakan no comment, menutupi diri dengan alasan
hak privasi, mengkaitkan banyak persitiwa dengan hokum. Hal-hal seperti kadang
menyebabkan ambiguitas, karena informasi tidak dapat seutuhnya diterima dengan
penuh karena alasan hokum. Sekali lagi, dugaan-dugaan lainnya akan muncul jika
tidak ada keterbukaan informasi.
g.) Komitmen
Perbaikan produk untuk meyakinkan
bahwa perusahaan tetap memberikan yang terbaik. Adanya tindakan evaluatif
sebagai bentuk/respon terhadap krisis yang dihadapi.
ANALISA STUDI KASUS
Dalam analisa studi kasus terhadap
Bank Century, krisis rupanya muncul dua kali. Krisis pertama muncul pada
tanggal 15 November 2013, yakni pada saat crisis
stage issue muncul terkait Bank Century yang tidak dapat melaksanakan
kemampuan likuiditasnya kemudian tak kunjung diatasi. Hal ini berbuah menjadi
krisis yang ditandai berupa krisis kepercayaan public terhadap Bank Century
yang dirasa tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Publik internal
atau dalam hal ini adalah nasabah dari Bank Century menarik uang mereka di Bank
Century secepat mungkin agar tidak terkena dampak. Analisa krisis ini dapat
diperkuat dengan karakteristik krisis yang sudah dijelaskan diatas. Pertama
adalah muncul pada peristiwa spesifik yaitu saat Bank Century tidak mampu
melaksanakan likuiditas. Kedua adalah karakteristik krisis tidak dapat
dihindari. Respon publik yang secara tiba-tiba tidak dapat dihindari bahkan
lebih buruknya menyebabkan kepanikan. Hal ini sudah mengindikasikan pada
karakteristik krisis yang ketiga. Timbulnya dampak negative, seperti menurunnya
citra positif Bank Century juga merupakan bentuk karakteristik krisis yang
keempat.
Jika dilihat sumber dan jenis krisis,
peristiwa yang terjadi pada akhir tahun 2008 ini termasuk kedalam krisis
konfrontasi dan krisis produk. Konfrontasi terjadi akibat buruknya relasi Bank
Century dengan nasabahnya. Jika saja manajemen isu dilakukan lebih awal, jauh
sebelum terjadinya peristiwa “ketidak mampuan likuiditas”, mungkin nasabah
(yang sebagai publiknya) tidak resah dan mendapatkan kepastian akan rekeningnya
yang ada di Bank Century. Sayangnya, manajemen isu tidak tampak dan tidak mampu
menghentikan praduga public terkait isu kesehatan perusahaan Bank Century,
sehingga munculah konfrontasi. Krisis produk juga diwakili oleh peristiwa
ketidakmampuan likuiditas bank, maka hal ini dianggap bahwa produk yang
dihasilkan oleh Bank Century tentunya mengalami penurunan kualitas, seperti
suku bunga dan pelayanannya. Publik bisa saja beranggapan ada sesuatu yang
“rusak” di dalam perusahaan sehingga nantinya akan berimbas pada produk yang
dihasilkannya pula. Walaupun tidak ada kesinambungan yang cukup kuat, namun isu
dari Bank Century sudah cukup lama meresahkan nasabahnya, yakni terhitung mulai
tahun 2005 hingga muncul kembali isu di tahun 2008 yang tidak kunjung diredam.
Akibatnya, keresahan public yang muncul pada tahun 2005 kembali muncul pula
pada tahun 2008. Perbedaannya terletak
pada bagaimana respon keresahan publik dari tahun 2005 dan tahun
selanjutnya. Pada tahun kedua tentunya akan memiliki tingkat keresahan cukup
tinggi, karena adanya pengalaman keresahan yang sama pada tahun 2005. Sehingga,
keraguan public terhadap produk yang dihasilkan pada Bank Century sebenarnya
juga beralasan dan bahkan pernah terjadi pada tahun 2005 namun tidak terlalu
meresahkan seperti halnya di tahun 2008 saat krisis terjadi.
Manajemen krisis tidak tampak dilakukan
oleh pihak Bank Century. Dari berbagai cara manajemen krisis yang direkomendasikan
dalam buku Kriyantono, 2015 seperti crisis
center, respon cepat yang seharusnya dilakukan, tindakan sesuai harapan
public dan lain sebagainya tidak dilakukan oleh Bank Century. Lain halnya pada
tahun 2013, yakni dipindahtangankan nya kepemilikan Bank Century kepada LPS
milik pemerintah. Hal ini juga termasuk manajemen krisis karena Bank Century
dirasa tidak mampu melaksanakan otonom kekuasaannya sendiri, sehingga harus ada
campur tangan dari pemerintah. Baik itu dari segi regulasi maupun kebijakan
seperti controlling yang dilakukan
oleh pemerintah. Ada baiknya jika Bank Century mengadakan crisis center terutama untuk para nasabahnya terlebih dahulu
sebagai prioritas utama stakeholder.
Krisis lainnya yang terjadi yakni
dituduhnya Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagai pelaku
korupsi akibat penyalahgunaan wewenangnya dan dianggap melawan hokum. Hal ini
dinamakan krisis akibat karakteristiknya. Tuduhan KPK adalah bukan sesuatu yang
dapat dihindari dan merupakan suatu fenomena yang cukup mengejutkan.
Menimbulkan kepanikan dan adanya dampak negatif bagi instansi Bank Indonesia.
Krisis korupsi ini muncul sebagai jenis Krisis Manajemen dan Perilaku Karyawan,
hal ini dipicu oleh tindakan karyawan tidak sesuai keinginan dan bahkan melawan
peraturan ataupun hukum yang berlaku. Manajemen krisis pada hal ini dapat
dilakukan menggunakan Teori Apologia. Perusahaan bisa mengucapkan permintaan
maaf kepada publik karena merasa dikecewakan, sebagai sosok pemimpin, Budi
Mulya tidak berperilaku seharusnya. Selain itu, praktisi PR juga bisa melakukan
press conference sebagai maksud
melakukan klarifikasi terhadap kejadian terkait dan mengatakan bahwa tindak
korupsi tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab instansi karena dilakukan atas
kepentingan pribadi. Maka, perusahaan juga bisa melakukan tindak advokasi demi
mempertahankan reputasi perusahaan. Dalam studi kasus ini, manajemen krisis
tidak terlihat dengan baik, mungkin hanya dilakukan sebatas respon cepat dan
tidak panik. Keterbukaan informasi adalah hal yang penting dilakukan supaya
tidak ada pemberitaan media yang keluar dari jalurnya (faktanya). Manajemen
krisis ini juga dimaksudkan agar media tidak terus menerus mengekspos berita
sebagai kebutuhan informasi, karena merasa berita sebelumnya kurang sehingga
harus meliput kembali dengan harapan informasi yang didapatkan lebih banyak
dari liputan sebelumnya. Jika manajemen krisis dapat dilakukan dengan baik, hal
utama yang mungkin didapatkan adalah pemberitaan media akibat dampak buruk
krisis kian menurun, karena mereka merasa telah tercukupi dengan adanya
informasi yang didapat saat press
conference.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kriyantono,
R. 2015. Public relations, Issue &
Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis &
Kualitatif. Jakarta: Kencana
·
Anonim. 2008. Ini Dia Fakta Baru Bank Century! Diakses pada 19 September 2018,
tersedia di: https://nasional.kompas.com/read/2008/12/09/18300753/ini.dia.fakta.baru.bank.century
·
Suprapto, H. 2009. Kronologi Merger Bank Century. Diakses pada 19 September 2018,
tersedia di: https://www.viva.co.id/berita/bisnis/110128-kronologi-merger-bank-century
·
Anonim. 2018. Data Fakta Ujung kasus Bank Century. Diakses pada 19 September
2018, tersedia di: http://espospedia.solopos.com/read/20180411/487/909831/data-fakta-ujung-kasus-bank-century
·
Iskan, D. 2018. Bank Century Lagi Hidup Mati. Diakses pada 19 September 2018,
tersedia di: https://www.indopos.co.id/read/2018/09/18/149974/bank-century-lagi-hidup-mati
·
Movanita, A. 2015. Kelanjutan Kasus Century di KPK Masih Diperdebatkan. Diakses pada
19 September 2018, tersedia di: https://nasional.kompas.com/read/2015/06/30/06382541/Kelanjutan.Kasus.Century.di.KPK.Masih.Diperdebatkan
·
Maaruf, M. 2008. Pengambilalihan Century Tanda Protokol Krisis Diaktifkan. Diakses
pada 19 September 2018, tersedia di: https://economy.okezone.com/read/2008/11/22/277/166725/pengambilalihan-bank-century-tanda-protokol-krisis-diaktifkan
·
0 pendapat