ANALISIS REKOMENDASI MANAJEMEN ISU DAN KRISIS PUBLIC RELATIONS INSTANSI : STUDI KASUS DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT RUMAH SAKIT UNIVERSITAS BRAWIJAYA (RS UB)

by - 7:05 PM



Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
 Mata Kuliah Manajemen Isu dan Krisis
Dosen Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D.




Disusun oleh :

Adinda Faradhiba                                           145120201111085
Betsi Widayat                                                 155120207111064
Rara Ayunita                                                   165120200111035
Dymi Marsa Levina Cahyarani                      165120200111024
Jatmiko Satrio Utomo                                     165120200111002
Muhamad Reva Abrian Saputra                     165120200111041



ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ABSTRAK

            Setiap orgainisasi berpotensi mengalami krisis, begitupula dengan Rumah Sakit Brawijaya Malang mengalami krisis pada tahun 2010 karena adanya isu yang muncul karena kurang kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit baru di lingkungan tersebut. Rumah Sakit Universitas Brawijaya Malang mengalami krisis pada tahun 2010 karena adanya isu yang muncul dan kurang melakukan manajemen isu dengan baik. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi tindakan public relations perusahaan Rumah Sakit Brawijaya dalam menghadapi isu dan krisis yang muncul. Penelitian dilakukan dengan analisis studi dokumentasi pemberitaan media dan wawancara Ibu Saza seorang public relations dari perusahaan Rumah Sakit Brawijaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu AMDAL dekat kaitannya dengan kehidupan masyarakat perumahan tidak mendapat penanganan yang baik, berakibat pada proses pembangunan dan kemajuan dari perusahaan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap respon perusahaan memuncak pada tahap critical stage yakni menuntut perusahaan hingga banding ke Peradilan Tinggi.

Kata kunci: public relations, isu, krisis, manajemen


ABSTRACT

Every organizations potentially have crisis problems, so as Brawijaya University Hospital had crisis in 2010 because emerge of issues about lack of publictrust about new hospital in those area. Brawijaya University Hospital had crisis in 2010 because emerge of issues and did less issues management well. This research aims to identify Brawijaya University Hospital’s public relations proceeding to encounter the emerging of issues and crisis. This research using media reporting, documentation and interview from Brawijaya University Hospital public relations. This result of this study shows that issue of Environmental Impact Analysis (AMDAL) have close relation to housing community life doesn’t get good handling that caused of company’s process of development and progress. Public dissatisfaction concerning company’s response soared to the critical stage level that is suing the company to appeal the high court.

Keywords : public relations, issues, crisis, management
PENDAHULUAN

            Rumah Sakit Universitas Brawijaya mulai dibangun sejak tahun 2009 dan mulai resmi beroperasi sejak tahun 2016 melalui Surat Keputusan no 445/13/35.73.112/2016 dari Walikota Malang dan mendapatkan surat izin sebagai rumah sakit tipe C. Dalam proses pembangunannya, Rumah Sakit Universitas Brawijaya mendapatkan terpaan isu yang muncul dari para warga yang bermukim disekitar lahan pembangunan Rumah Sakit Universitas Brawijaya ini, seperti isu AMDAL yang dikhawatirkan warga sekitar, isu ketidaksesuaian pembangunan menurut site plan Kota Malang yang dikeluarkan tahun 1997, hingga isu tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikantongi oleh pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya (http://www.malangnews.com/2011/10/tidak-ada-ijin-pembangunan-rsub-terus.html).
            Munculnya isu-isu tersebut memiliki dampak terhadap citra Rumah Sakit Universitas Brawijaya itu sendiri, sehingga dibutuhkan suatu manajemen untuk mengatasi isu tersebut, agar tidak merusak citra Rumah Sakit Universitas Brawijaya dan mendapatkan kembali kepercayaan dari masyarakat. Dalam penanganan isu yang ada, pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya, melalui Humas memcoba mengelola isu yang muncul agar tidak semakin meluas ke masyarakat luar.
            Chase (Kriyantono, 2015) mendefinisikan isu sebagai permasalahan yang belum terselesaikan dan karenanya diperlukan keputusan cepat untuk mengatasinya. Suatu isu dapat muncul menerpa suatu organisasi secara tiba-tiba. Isu yang muncul tersebut dapat memberikan tekanan terhadap organisasi dan dapat mempengaruhi kegiatan operasional organisasi, maka dari itu diperlukan suatu manajemen isu untuk mengelola isu-isu yang muncul agar tidak memunculkan permasalahan lainnya. Kriyantono (2015; 171) menuliskan bahwa manajemen isu merupakan suatu aktivitas dasar seorang Public Relations untuk menjalin komunikasi dua arah dan menjaga kepentingan publik. Coates, Jarrat dan Heinz (Kriyantono, 2015) juga menjelaskan bahwa manajemen isu adalah suatu aktivitas yang diorganisasi (dalam suatu organisasi) untuk mengidentifikasi munculnya kecenderungan-kecenderungan (situasi) atau isu-isu yang dimungkinkan mempengaruhi aktivitas organisasi dalam beberapa tahun ke depan (termasuk dalam jangka pendek) dan membangun strategi organisasi untuk meresponnya.


DESKRIPSI KASUS

            Kasus yang terjadi pada Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan kasus yang dapat kami analisis berkaitan dengan isu AMDAL, dimana masyarakat terdapat penolakan dari masyarakat sekitar rumah sakit berkaitan dengan beroprasionalnya rumah sakit ini, dikarenakan permasalah ijin dan dianggap tidak menjalankan standart operasional pengolahan limbah dengan baik. Isu dimulai pada tahun 2008-2009 ketika proses pembangunan Rumah Sakit Universitas Brawijaya berlangsung. Rektor Universitas Brawijaya menerbitkan Surat Keputusan No. 005/SK/2009 tentang Penetapan Lokasi Rumah Sakit Universitas Brawijaya yang menetapkan bahwa lokasi RSA UB di jalan Soekarno Hatta Malang. Dibangunnya RSUB cukup mendapat banyak tentangan dari masyarakat karena berdirinya rumah sakit tersebut tak sesuai dengan site plan. Di mana site plan Perumahan Griya Shanta Eksekutif untuk lokasi gedung rumah sakit tersebut sejatinya adalah mall atau pusat perbelanjaan. Site Plan itu bernomor 650/454/428.308/1997 tanggal 11-6-1997, dikeluarkan Wali Kota Malang Soesamto. Tergambar jelas, bahwa lahan RS UB seharusnya dibangun mall atau pusat perbelanjaan. Namun demikian  21 Desember 2009 terjadi perubahan site plan. Di mana lokasi tersebut dibangun RS UB. Bukan hanya itu, proses pembangunan RSUB ditengarai tak memiliki IMB. Hal tersebut langsung membuat respon dari masyarakat sekitar yang langsung menggugat ke PTUN Surabaya. Hingga kemudian pada tanggal  16 Desember 2010 PT TUN memenangkan gugatan warga yang menyebabkan IMB RSA UB dicabut. Selain masalah IMB yang masih menghambat jalanya pembangunan rumah sakit, isu AMDAL yang muncul pada saat itu juga mengiringi proses pembangunan RS UB. Masyarakat khawatir dengan pembangunan rumah sakit ini akan memberikan dampak kepada lingkungan sekitar masyarakat Griya Shanta dan Soekarno Hatta. Hal tersebut menyebabkan aktivitas pembangunan RS UB sempat terhenti secara sementara.
            Hingga dua tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2011, secara tiba-tiba pembangunan gedung RS UB kembali dilanjutkan. Bahkan saat ini gedung megah telah berdiri delapan lantai dengan jumlah tiga gedung. Masyarakat akhirnya mengadukan ke beberapa pihak Termasuk ke Kementerian Sekretaris Negara. Dari surat balasan Kementerian Sekretaris Negara dikeahui bahwa secara diam-diam tekah diterbitkan kembali IMB oleh Pemkot Malang. IMB baru tersebut nomor 640/2997/35.73.407/2011 tanggal 21 November 2011. Namun, permasalahan IMB masih hinggap dalam kasus resmi tidaknya RS UB ini. saat warga melakukan konfirmasi ke beberapa pihak, tak satupun yang masuk menunjukkan fisik IMB. Hary Suprianto, SH, kuasa hukum warga Griya Shanta, menganggap bahwa bangunan RS UB liar atau ilegal. Alasannya, karena surat izin mendirikan bangunan (IMB) baru yang dikeluarkan tahun 2011 tersebut, masih dipertanyakan. Apakah untuk keseluruhan bangunan, atau hanya salah satu bagian saja. Hal tersebut kembali memunculkan penolakan dari masyarakat sekitar. Pada November, 2011 Warga mengajukan gugatan atas permasalah tersebut kepada Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang berujung dengan kemenangan pihak UB, Namun tak hanya sampai disitu warga kemudian mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi untuk memenangkan kasus ini.
            Persoalan tersebut berlanjut sampai pada tahun 2016 RS UB resmi beroperasional, menyusul Surat Keputusan no 445/13/35.73.112/2016 dari Walikota Malang yang menyatakan bahwa Rumah Sakit ini resmi beroperasi. Menanggapi berbagai isu yang berkemabang sebelumnya yang mengiringi pembangunan dan perampungan RS UB terutama yang berkaitan dengan operasional dan isu AMDAL, pada tanggal 18 April 2017 diadakat pertemuan atau silaturahmi antara pihak RS UB dengan masyarakat sekitar RSUB khususnya RT 10 / RW 05 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang. Pada kesempatan ini, manajemen RSUB dan warga melakukan diskusi bersama dilanjutkan dengan melihat sarana dan prasarana rumah sakit seperti ruang rawat inap, IGD, serta pengolahan limbah di RSUB. Pertemuan ini diharapkan semakin mempererat tali silaturahmi antara pihak RSUB dengan warga serta dapat memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masyarakat atas isu dan kesalahan persepsi yang berkembang mengenai rumah sakit, seperti pengolahan limbahnya yang tidak benar atau efek lingkungan yang mungkin dapat ditimbulkan dari munculnya rumah sakit tersebut, dengan harapan masyarakat merasa yakin dan tidak perlu khawatir dengan berdirinya rumah sakit tersebut.
Namun isu kembali mewarnai perjalanan RS UB ini yang mana pada tahun 2017 muncul pemberitaaan di Media bahwa Warga Griya Santha menyebut RS UB illegal. seiring dengan dilantiknya direktur baru RS UB Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro pada tahun 2017. Warga Griya Shanta Eksekutif di sekitar, menyebut  RS UB adalah  bangunan ilegal yang berdiri di atas izin siluman. Menurut Sang Anggabuana, salah seorang warga Perum Griya Shanta Eksekutif, yang notabene berhimpitan dengan RS UB, hingga saat ini ia tidak pernah merasa menandatangani serta menyetujui pendirian bangunan tersebut yang mana dalam hal tersebut jika dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya warga telah lama dan masih mempertanyakan fisik IMB itu. (https://www.klikapa.com/read/6140/warga-griya-shanta-sebut-rs-ub-ilegal/1).
Untuk meringkas sejarah perkembangan permasalah yang terjadi pada Rumah Sakit Universitas Brawijaya, kami akan meringkasnya menjadi timeline studi kasus serta menjelaskan fenomena komunikasi yang terjadi seperti di bawah ini :

TIMELINE STUDI KASUS
Waktu
Peristiwa
Fenomena Komunikasi
2008
Perencanaan pembangunan rumah sakit di kawasan Griya Shanta
Sensasi yang diterima masyarakat, belum sampai pada tahap persepsi
2009
Proses pembangunan rumah sakit
- Terjadi proses persepsi terhadap pembangunan rumah sakit
- Terjadi gap antara ekspetasi dan realita. Siteplan walikota pada tahun 1997 yakni Kawasan tersebut seharusnya dijadikan mall atau kawasan perbelanjaan. Namun realitanya dijadikan rumah sakit
Agustus – Oktober 2009
- Pengadaan surat ijin pembangunan rumah sakit yang juga harus disetujui oleh masyarakat.
- Terjadi penolakan oleh masyarakat karena khawatir dengan akibat yang ditimbulkan rumah sakit. Mulai mempermasalahkan AMDAL.
Adanya penolakan sebagai suatu respon atau feedback terhadap gap yang terjadi.
Desember, 2010
Pencabutan IMB RS UB
Respon publik atas berbedanya siteplan dari pemerintah Kota Malang dan permasalahan AMDAL oleh rumah sakit yang menyebabkan mereka mengajukan gugatan kepada PTUN
2011
Dilanjutkannya kembali pembangunan RS UB
Respons masyarakat yang menolak terlebih ketika tidak ditemukannya bukti legal atas penerbitan surat IMB
November 2011
Warga mengajukan kasus kepada Pengadilan Negeri dan kalah. Kemudian mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi untuk memenangkan kasus ini.

Kondisi publik yang memberikan respon aktif terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan sistem nilai (AMDAL)
Desember 2016
Operasional RS UB mulai dilaksanakan
Adanya proses interaksi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar
4 Mei 2017
RS UB adakan silaturahmi dengan perwakilan warga
Interaksi yang dilakukan RS UB kepada stakeholder nya yang merupakan penunjang utama dari perusahaan
Juni 2017
Pemberitaan media: Warga Griya Shanta sebut RS UB Ilegal
Terjadi penurunan citra positif dari RSUB akibat pemberitaan media tersebut. Padahal pada bulan Mei 2017 telah dilakukan asosiasi antara perusahaan dengan stakeholder.


ANALISIS SINGKAT

Gambar
Waktu
Analisis
Agustus 2009
-          Tahap mula Potential Stage
-          Terjadi karena adanya kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita
-          Muncul pihak-pihak yang merasa bertentangan terhadap peristiwa tersebut
10 Oktober 2009
-          Tahap mula Potential Stage
-          Terjadi karena adanya kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita
-          Organisasi memberikan respons status quo (Kriyantono, 2015)
20 Oktober 2009

-          Mulai melakukan manajemen Isu dengan kalimat “dengan masukkan masyarakat ini proses pembuangan limbah akan lebih baik”
-          Organisasi memberikan respons status quo (Kriyantono, 2015)
13 November 2011
-          Tahap Imminent Stage
-          Terdapat dukungan publik lainnya (dukungan warga Griya Shanta, tidak hanya perseorangan)
-          Adanya mediasi yakni sekelompok orang dengan pandangan serupa

15 November 2011
-          Tahap critical stage
-          Munculnya pro dan kontra ditunjukkan pada pihak RSUB dan jajarannya yang teguh terhadap status quo pembangunannya. Sementara warga Griya Shanta menentang status quo sampai diperjuangkan banding pada Pengadilan Tinggi
-          Muncul tindakan yang tidak dapat diduga: KRISIS
-          Terjadi karena “issue ignored” pada tahap Imminent. Sekelompok warga tidak diberikan informasi yang jelas atau mediasi antara perusahaan dengan warga
Awal 2016
-       Melakukan Manajemen Krisis dengan membuka keran informasi kepada publik melalui press confrence dan press realese.

18 Desember 2016
-          Tahap dormant stage
-          Akibat berulurnya waktu, masyarakat tidak fokus terhadap pembahasan isu
-          Akan muncul kembali jika ada seseorang yang memunculkan isu
-          Manajemen risiko mulai dijalankan mengenai pembuangan limbah  rumah sakit dan pengecekan alat secara rutin sebulan sekali.
4 Mei 2017
-          Manajemen Krisis yang dilakukan dengan menyampaikan informasi pada warga
-          Dilakukan untuk memenuhi asupan informasi terkait kekhawatiran publik
6 Oktober 2017
-          Munculnya isu pada media
-          Terjadi setelah manajemen krisis dilakukan
-          Menjadi potential issue

ANALISIS KASUS
            Kemunculan Isu
Dalam Kriyantono, 2015 menurut The Issue Management Council, isu terjadi apabila muncul gap antara harapan publik dan kebijakan, operasional, produk atau komitmen organisasi terhadap publik. Pada awalnya, sebuah peristiwa akan berpotensi menjadi isu jika ekspetasi dengan harapan publik memiliki perbedaan. Hal ini menimbulkan kekecewaan dan menjadi bahan pembicaraan publik. Maka, seharusnya seorang public relations bisa melakukan scanning system untuk melihat dan mengobservasi keinginan dan harapan publik utamanya pada keberadaan organisasi. Diharapkan organisasi dapat memenuhi permintaan publik atau jika organisasi mempertahankan status quo nya, maka perlu diadakan sosialisasi dan pendekatan kepada publik untuk menerima gap tersebut.
Kesenjangan pada publik akan menimbulkan isu. Jaques, 2004 dan Harrison 2008 dalam Kriyantono, 2015 merumuskan bahwa “Isu = Masalah + Dampak”. Dapat disimpulkan bahwa isu akan muncul ketika ada masalah dan menimbulkan dampak baik bagi organisasi maupun pada publik. Beberapa masalah juga dapat dikategorikan sebagai isu yang potensial dengan kriteria:
-          Melibatkan pihak-pihak eksternal yang akan berhadapan dengan organisasi
-          Kemungkinan besar masalah berasal dari kebijakan atau regulasi
-          Terjadi argumentasi publik melalui media massa
-          Memiliki dampak operasional organisasi
-          Jika tidak dikelola dengan baik akan terjadi krisis dan dapat mengancam keseluruhan organisasi
Studi kasus tentang RSUB ini diawali dengan munculnya floorplan Walikota Malang pada tahun 1997. Keterkaitan floorplan tersebut dengan kasus ini yakni perencanaan wilayah daerah Soekarno-Hatta (tempat RSUB sekarang berdiri) akan dibangun pusat perbelanjaan atau mall. Dengan demikian, persepsi masyarakat sudah tertanam selama hampir sepuluh tahun sebelum awal mula isu ini dimulai. Sehingga, pada tahun 2008, adanya keputusan Universitas Brawijaya membeli tanah tersebut dan mendirikan rumah sakit menjadi desas-desus di kalangan masyarakat. Ketika desas-desus tersebut dibuktikan kebenarannya, misal dengan pemasangan pagar untuk pembangunan, atau palang yang menandakan kepemilikan tanah dan rencana pembangunan, munculah kesenjangan atau gap dari masyarakat. Kesenjangan tesebut berupa ekspetasi masyarakat selama sepuluh tahun yakni tanah tersebut akan dimanfaatkan dan direncanakan untuk dibangun pusat perbelanjaan. Tetapi berbeda dengan realita yang mereka terima yaitu tanah tersebut harus dibangun rumah sakit.
Kesenjangan yang terjadi memunculkan masalah yang berpotensi sebagai isu. Tepatnya pada tahun 2009, isu mulai menyebar bahkan masuk ke media. Awal kemunculan isu ditandai dengan adanya dampak yang berpengaruh pada aktifitas organisasi. Masalah awal sebenarnya sudah timbul akibat ketidak sepemahaman antara organisasi dengan publiknya. Karena masalah tak kunjung diusut dan tidak menemukan kesepakatan, masing-masing kubu mulai memperkuat pendapatnya. Berdasarkan beberapa kriteria yang sudah disebutkan dapat dianalisis seperti berikut
-          Melibatkan pihak-pihak eksternal yang akan berhadapan dengan organisasi
Perlibatan tentang perijinan RSUB membutuhkan persetujuan dari publik. Sayangnya, publik tidak membuat kesepakatan dengan RSUB sehingga publik berusaha membuat status quo terhadap kasus ini.
-          Kemungkinan besar terkait dengan kebijakan dan regulasi
Serupa dengan penjelasan sebelumnya, masalah yang muncul akibat kebijakan yang tidak terwujudkan yakni floorplan Walikota Malang 1997.
-          Terjadi argumentasi publik melalui media massa
Banyak pemberitaan media mulai meliput perijinan RSUB yang ditentang oleh publik, yakni masyarakat yang tinggal di RSUB di Perumahan Griya Shanta Malang.
-          Memiliki dampak operasional organisasi
Tidak disetujui nya dokumen perijinan pendirian RSUB oleh masyarakat sekitar membuat RSUB harus menunda perencanaan pembangunan di tanah tersebut. Hal ini tentu mengganggu operasional organisasi karena tidak dapat melanjutkan pembangunannya.
-          Jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan krisis dan mengancam keseluruhan organisasi
Jika pada tahap masalah saja tidak segera diselesaikan, kemungkinan besar masalah akan lebih parah. Misalnya saja, pada awalnya hanya satu sampai dua orang saja yang tidak setuju, lama kelamaan bisa saja warga se Kota Malang tidak menyetujui pendirian RSUB di tanah tersebut.
Isu Yang Muncul
1.      RSUB ramai pemberitaan media tentang “Proyek Rumah Sakit Universitas Brawijaya Dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung”
Warga menduga Universitas Brawijaya telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan korupsi dalam pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Akademik Universitas Brawijaya (RSAUB) indikasi pelanggaran hukum dalam kasus pembangunan RSAUB adalah tidak ada izin pembangunan dan penyalahgunaan alih fungsi lahan dari yang semestinya untuk pusat perbelanjaan.
2.      Pembangunan RSUB banyak ditentang warga karena RS Milik UB belum Berizin.
Proyek Rumah Sakit (RS) akademik yang akan dibangun Universitas Brawijaya (UB) di kawasan Jl Soekarno-Hatta terancam gagal. Selain belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) maupun izin gangguan lingkungan (HO), proyek yang menelan dana APBN Rp 0,5 triliun itu ternyata ditentang keras warga sekitar

Protes warga terhadap berdirinya Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) tidak hanya sebatas terbitnya kembali Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tapi warga juga menduga pembangunan gedung  rumah sakit di Jalan Soekarno Hatta ini juga makan tanah fasilitas umum (Fasum) berupa jalan. Dugaan tersebut terlihat dari site plan yang ditandatangani dua Wali Kota Malang pada era yang berbeda.
4.    Isu borok lama Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) terkait legalitas IMB muncul lagi. Padahal, direktur baru RS UB Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro SpAn  baru dilantik oleh Rektor UB Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, M.S. ).
Warga Griya Shanta Eksekutif menyatakan RS UB adalah bangunan ilegal yang berdiri di atas izin siluman.
5.      Mendiknas: Amdal Bisa Kontrol RSP UB
Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Universitas Brawijaya itu dikontrol melalui perizinan yang diajukan pada Pemerintah Kota Malang yang secara khusus menyebut izin dalam bentuk Amdal yang mengiringi proses pendirian rumah sakit. ”Melalui Amdal yang sudah dikeluarkan oleh Badan Perizinan Pemkot Malang, semua aspek yang berhubungan dengan dampak operasi rumah sakit sudah dikontrol. Kelayakan lingkungan dalam hal tempat pengeluaran limbah, lokasi kamar jenazah, bagaimana kontrol atas posisi ruangan dan hubungannya dengan kesehatan lingkungan telah mengikuti aturan,”
  1. Media menyebarkan isu bahwa bangunan RSUB liar
Warga Griya Shanta, menganggap bahwa bangunan RS UB liar atau ilegal. Alasannya, karena surat izin mendirikan bangunan (IMB) baru yang dikeluarkan tahun 2011 tersebut, masih dipertanyakan. Apakah untuk keseluruhan bangunan, atau hanya salah satu bagian saja.

Klasifikasi Isu
Isu yang muncul dapat diklasifikasikan menurut sumber dari isu tersebut. Klasifikasi isu ini berguna untuk menganalisis isu yang seperti apa yang muncul dalam Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Menurut Gaunt dan Ollen Burger, 1995 (dalam Kriyantono, 2015) isu dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu isu internal dan eksternal. Selain itu menurut Harrison, 2008 (dalam Kriyantono, 2015) isu memiliki dua aspek yaitu aspek dampak dan aspek keluasan isu. Berikut klasifikasi isu yang ada di Rumah Sakit Universitas Brawijaya
Ø  Isu yang muncul mengenai Rumah Sakit Universitas Brawijaya adalah isu AMDAL. Isu tersebut adalah ketakutan masyarakat mengenai pembuangan limbah dari rumah sakit yang dinilai masyarakat dapat membahayakan masyrakat Griya Shanta. Dari isu tersebut dapat diklasifikasikan bahwa isu tersebut masuk kepada isu eksternal. Isu eksternal mencakup peristiwa peristiwa atau fakta fakta yang berkembang diluar organisasi yang berpengaruh, langsung, atau tak langsung, pada aktivitas organisasi (Kriyantono,2015). Isu mengenai pembuangan limbah Rumah Sakit Universitas Brawijaya termasuk isu eksternal karena peristiwa atau isu berkembang berasal dari luar organisasi.
Ø  Dikutip oleh Kriyantono (2015), Harrison (2008) dapat mendeskripsikan dua aspek jenis isu, yaitu defensive issues dan offensive issues. Defensive issues adalah  isu isu yang membuat cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi daripada meningkatkan kualitas serta reputasi perusahaan. Jika dilihat dari aspek dampak isu pembuangan limbah Rumah Sakit Universitas Brawijaya termasuk pada defensive issues. Karenanya organisasi harus mempertahankan diri agar tidak mengalami kerugian reputasi (Kriyantono,2015).
Ø  Dari aspek keluasan isu dapat dilihat bahwa isu limbah Rumah Sakit Universitas Brawijaya termasuk isu selektif. Isu selektif adalah isu yang hanya  mempengaruhi kelompok tertentu (Kriyantono,2015). Dalam hal ini, isu yang terjadi yang dialami oleh RS UB adalah isu AMDAL yang dapat memengaruhi sekelompok masyarakat di Perumahan Griya Shanta dan sekitarnya.

Isu Life Cycle (Tahap Perkembangan Isu)
Sebelum menjadi krisis, isu akan berkembang melalui tahapan-tahapan yang diebut dengan issue life-cycle. Yang pertama yaitu tahap Origin (potential stage/define the issue), pada tahap ini seseorang atau kelompok mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Yang kedua yaitu, tahap Mediation dan Amplifications (imminent stage/emerging/shape the debates), pada tahap ini isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik yaitu ada kelompok lain yang saling mendukung dan memberikan perhatian terhadap isu tersebut. Yang ketiga, tahap Organization (current stage dan critical stage/limit/contain the issue), pada tahap ini publik sudah mulai mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Yang keempat, tahapan terakhir, yaitu tahap Resolution (dormant stage/shape regulations, standard and plans), pada tahap ini sudah ada perubahan kebijakan publik dari pemerintah yang diikuti dengan organisasi, dan harus menerima tekanan besar untuk menerima kebijakan itu tanpa syarat (Kriyantono, 2015).
            Sebelum menjadi krisis, isu akan berkembang melalui tahapan-tahapan yang diebut dengan issue life-cycle. Terdapat beberapa tahapan isu yang dapat menentukan jenis respon dari organisasi, jika dikatikan dengan kasus yang kami analisis. Pembahasan tentang isu life cycle akan kami jelaskan melalui tahap-tahap diantaranya adalah : Tahap Origin, Tahap Organization, dan Tahap Resolution, yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut.
untuk memudahkan perusahaan dalam merespon isu.
1.      Tahap Origin (Potential Stage/ Define the Issue)
Tahap yang pertama yaitu tahap yang sangat penting. Kriyantono (2015) menjelaskan bahwa Publik sudah merasakan gap/kesenjangan antara harapannya dan performa organisasi dan berharap ada perubahan yang dilakukan oleh organisasi. Publik juga mulai mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini, karena tahap  Origin juga membuat semua menfokuskan diri pada suatu isu sehingga mereka memberikan opini-opininya terhadap isu tersebut, sebelum isu itu diketahui dan direspon oleh perusahaan atau organisasi. Dalam kasus RS UB, potential stage terjadi pada saat  Terjadi karena adanya kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita Muncul pihak-pihak yang merasa bertentangan terhadap peristiwa tersebut dikarenakan mereka telah menaruh fokus terhadap apa yang terjadi di RSUB karena gap/kesenjangan yang telah muncul sebelumnya tersebut. sedangkan respon yang dilakukan organisasi atas potensial issue yang muncul adalah organisasi memberikan respons status quo (Kriyantono, 2015)
2.      Tahap Organization (Current Stage dan Critical Stage/Limit/Contain the issue)
Dalam tahap Organization yang mana Kriyantono (2015) menjelaskan bahwa “Isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik, yaitu ada kelompok-kelompok yang lain saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu-isu tersebut”. Sedangkan kasus tersebut sudah mencapai pada tahap krisi, karena berdasarkan penjelasna Kriyantono (2015) publik mulai terbagu menjadi dua kelompok yaitu yang mendukung maupun menentag. seperti halnya terkait kasus ini, media. Dalam Kasus RSBU, terdapat dukungan yang diterima dari publik (dukungan warga Griya Shanta, tidak hanya perseorangan) dengan hadirnya mediasi yakni sekelompok orang dengan pandangan serupa. Namun bukan berarti pihak yang menentang juga tidak ada. Pada kasus RSUB tersebut muncul pihak yang pro dan kontra ditunjukkan pada pihak RSUB dan jajarannya terutama kepada sikap mereka yang teguh terhadap status quo pembangunannya. Sementara warga Griya Shanta menentang status quo sampai diperjuangkan banding pada Pengadilan Tinggi yang mana inilah pihak yang juga menentang dan tidak mendukung RSUB. Hal tersebut menyebabkan muncul tindakan yang tidak dapat diduga yang menyebabkan krisis muncul. Tindakan selanjutnya yang diambil RSUB dalam menangani hal tersebut adalah dengan melakukan Manajemen Krisis yakni denganmembuka keran informasi kepada publik melalui press confrence dan press realese.
3.      Tahap Resolution (Dormant Stage/Shape Regulations/ Standards & Plans)
Di tahapan ini terdapat tanggapan dari pemerintah yang semula hanya berasal dari organisasi saja. Masih terdapat dalam buku Kriyantono (2015) dikatakan bahwa “isu telah melewati siklus perkembangannya dan organisasi telah melewati siklus perkembangannya dan organisasi telah melewatinya meski mengeluarkan energi besar, waktu lama, dan biaya besar.  Jika dapat kami analisis pada kasus RSUB, akibat berulurnya waktu, masyarakat tidak fokus terhadap pembahasan isu, namun dimungkinkan akan muncul kembali jika ada seseorang yang memunculkan isu. Menanggapi kemungkinan tersebut manajemen risiko mulai dijalankan oleh RSUB mengenai pembuangan limbah  rumah sakit dan pengecekan alat secara rutin sebulan sekali. Manajemen Krisis yang dilakukan dengan menyampaikan informasi pada warga Dilakukan untuk memenuhi asupan informasi terkait kekhawatiran public. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada kemungkinan muncul isu baru, yang mana hal tersebut dibuktikan dengan munculnya isu pada media di awal tahun 2017 tentang legalitas RSUB itu sendiri, yang terjadi bahkan setelah manajemen krisis dilakukan. Hal tersebut dimungkinkan dapat menjadi potential issue yang muncul kembali.



KRISIS
Mengenali Krisis di RSUB
Krisis adalah situasi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan menghasilkan dampak yang tidak diinginkan (Devlin dalam Kriyantono, 2015). Menurut Borodzics (dalam Kriyantono, 2015) menjelaskan bahwa krisis lebih dari sekedar situasi darurat. Dari dua definisi diatas dapat dijelaskan bahwa krisis terjadi dalam kasus tidak adanya izin mendirikan bangunan yang kemudian memunculkan pertentangan di masyarakat. Setiap perusahaan ataupun instansi pasti akan mendapatkan krisis. Praktisi public relation sering berkata “saya Punya Krisis setiap hari” yang sebenarnya adalah problem yang dapat dipecahkan atau dihindari (Kriyantono,2015). Termasuk juga kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya yang merupakan awalanya problem AMDAL yang tidak dapat dipecahkan sehingga menimbulkan pertentangan dan tidak terbitlah ijin mendirikan bangunan dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Untuk mengetahui lebih dalam krisis memiliki karateristik yang dapat dianalisis termasuk krisis dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya.
Ø Peristiwa yang Spesifik
Krisis yang terjadi dalam kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan kasus mengenai dampak limbah rumah sakit yang meresahkan warga dan menimbulkan pertentangan dari warga sekitar Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Pertentangan inilah yang kemudian membuat Rumah Sakit Universitas Brawijaya tidak mendapatkan izin mendirikan bangunan. Peristiwa yang spesifik krisis adalah penyebab krisis dapat diketahui (Kriyantono,2015). Penyebab dari krisis adalah adanya kekurangan informasi dari pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya yang kemudian memunculkan tindakan yang tidak dapat diduga dari masyarakat sekitar Rumah Sakit Universitas Brawijaya.

Ø Krisis Tidak Dapat Dihindari
Krisis bersifat tidak diharapkan, dapat terjadi setiap saat, tidak dapat dihindari, dan tidak dapat dipastikan kapan terjadi (Kriyantono,2015). Krisis yang terjadi di Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan krisis yang tidak dapat dihindari oleh pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit juga tentunya tidak mengharapkan respon masyarakat akan menentang pembangunan yang dinilai belum sesuai AMDAL.

Ø Krisis Menciptakan Ketidakpastian Informasi
Krisis yang menimpa Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan krisis yang muncul karena tidak ada informasi yang cukup kepada masyarakat rumah sakit tentang alur perencanaan pembuangan limbah yang kemudian memunculkan persepsi masyarakat yang tidak diprediksi oleh pihak rumah sakit. Karena tidak ada informasi yang cukup dan persepsi masyarakat yang tidak dapat diprediksi, maka munculah pertentangan yang menyerang Rumah Sakit Universitas Brawijaya.

Ø Menimbulkan Kepanikan dan Keterkejutan
Kepanikan ini dapat dirasakan oleh organisasi sendiri maupun publik (Kriyantono,2015). Kepanikan terjadi pada pihak masyarakat tentang bahaya pembuangan limbah rumah sakit yang akan membahayakan masyarakat disekitar lingkungan Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Keterkejutan juga dirasakan oleh pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya yang tidak memprediksi akan muncul respon pertentangan dari masyarakat ketika akan dilakukan pembangunan rumah sakit di lingkungan mereka. Masyarakat juga terkejut dengan adanya pembangunan rumah sakit di kawasan mereka. Awalnya site plan dari wilayah tersebut tidak diperuntukan untuk rumah sakit.


Ø Menimbulkan Dampak Positif atau Negatif Bagi Organisasi
Dampak yang kemudian muncul akibat dari krisis yang menyerang Rumah Sakit Universitas Brawijaya mencakup dampak poitif dan dampak negatif. Dampak poitifnya Rumah Sakit Universitas Brawijaya mendapat sorotan penuh dari media meskipun belum melakukan opening. Hal ini sangat menguntungkan rumah sakit karena apabila pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya dapat melakukan manajemen krisis dengan baik reputasi baik juga didapat oleh Rumah Sakit Universitas Brawijaya karena telah mendapat sorotan penuh dari banyak media. Tidak hanya dampak positif, dampak negatif juga dapat timbul yaitu dengan pemberitaan negatif mengenai kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya, akan menimbulkan pandangan negatif mengenai rumah sakit mereka. Perlu adanya manajemen krisis yang baik agar berita berita negatif yang ada di media dapat teredam dengan baik.

Ø Berpotensi Menimbulkan Konflik
Konflik terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Kriyantono,2015). Dalam kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya, konflik sangat berpotensi muncul bahkan dapat dikatakan telah terjadi. Hal ini karena adanya pengajuan keberatan dan gugatan dari masyarakat sekitar Rumah sakit Universitas Brawijaya kepada pihak rumah sakit yang keberatan dengan status quo dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Kasus ini dapat memunculkan konflik karena masyarakat sekitar rumah sakit mengharapkan pembangunan di sekitar lingkungan mereka yang kemudian tidak sesuai kenyataan karena dibangunya Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Hal ini memunculkan ketakutan yang kemudian menimbulkan pertentangan yang ada di masyarakat sekitar. Pertentangan ini yang kemudian menjadi potensi konflik yang ada di masyarakat.

Sumber dan Jenis Krisis
Secara umum krisis dapat disebabkan oleh dua sumber, yakni dari dalam organisasi/internal dan dari luar organisasi/eksternal (Devlin, 2007, Harrison, 2005, dan White & Mazur, 1995 dalam Kriyantono 2015). Sedangkan menurut Mitroff, 2001 dalam Kriyantono, 2015 krisis dikelompokan menjadi dua yakni man made atay krisis yang disebabkan oleh kesalahan manusia, dapat berupa tindakan yang disengaja maupun tidak disengaja serta natural crisis yaitu krisis yang disebabkan faktor alam.
Krisis yang dialami oleh RSUB bersumber dari luar organisasi atau pihak eksternal. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana awal mula krisis muncul yakni kesenjangan yang dialami oleh publik atau masyarakat yang tinggal di sekitar tanah pembangunan RSUB, Griya Shanta. Sumber krisis ini bermula pula akibat masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhannya, informasi pasti dan kesepakatan, menuntut pihak RSUB ke pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan kategori sumber krisis yang dialami RSUB menggunakan sudut pandang Mitroff dapat digolongkan dalam krisis man made. Krisis ini disebabkan adanya kesalahan manusia. Kesalahan terletak pada tidak dilakukannya scanning system oleh organisasi terkait permintaan dan harapan masyarakat sekitar. Akibatnya yakni timbul hubungan yang tidak baik, kesalahpahaman, dan muncul kesenjangan harapan pada publik. 
Adapun beberapa analisis krisis RSUB berdasarkan jenisnya yakni:
-       Krisis Konfrontasi
Kriyantono, 2015 menjelaskan bahwa relasi yang buruk dalam aktivitas sehari-hari menimbulkan atau merangsang adanya konfrontasi pada publik. Hal ini diawali dengan ketidakpuasan publik terhadap kinerja organisasi. Ketidakpuasan ini tidak dapat disalurkan dengan baik pada organisasi karena kurangnya relasi. Jika dibiarkan, publik akan mulai mengekspresikan ketidakpuasannya.
Masyarakat Griyashanta yang melakukan pengaduan ke polisi maupun pengadilan tingkat pertama merupakan salah satu bentuk ekspresi ketidakpuasan publik pada organisasi. Kurangnya relasi yang baik dan tidak ada kesepakatan yang dilakukan membuat mereka marah. Akibatnya, timbul tindakan-tindakan yang mengganggu operasional RSUB.
MANAJEMEN ISU DAN KRISIS
            Manajemen Isu
Definisi manajemen isu menurut Chase, 1984 (dalam Kriyantono, 2015) adalah langkah-langkah yang diambil untuk membuat keputusan berupa strategi aksi yang efektif untuk menjawab masalah, yang bukan hanya menghindarkan organisasi dari dampak negatif (kerusakan ekonomis dan reputasi) akibat masalah tersebut, tetapi, meaningful participation juga bermakna menjadikan isu itu  sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan publik yang positif pada tujuan organisasi, termasuk tujuan tanggung jawab sosial.
Jika kita mengaitkan apa yang dijelaskan oleh Kriyantono (2015), beliau menyebutkan bawha ada lima tahap aktivitas manajemen isu yang bersifat universal, yaitu, mengidentifikasi isu; melakukan evaluasi dan analisis isu-isu yang ditemukan; merumuskan program-program yang dapat dilakukan organisasinya untuk merespon isu tersebut termasuk merumuskan strategi-strategi alternatif untuk mengubah isu; pelaksanaan program (issue action program); mengukur apakah program-program tersebut berjalan sesuai tujuan-tujuan organisasi. Manajemen isu ini dilakukan dalam rangka antisipasi sebelum isu-isu terjadinya krisis dan tetap harus dilakukan ketika krisis berlangsung, karena jika isu tidak ditangani dengan baik akan berkembang menjadi krisis (Kriyantono, 2015).


1.      Mengidentifikasi isu
Kriyantono (2015) menjelaskan ada beberapa cara untuk kita dapat mengidentifikasi isu, antara lain : Polling opini; Menggelarr Focus Group Discussion; Monitoring berita-berita media; Penyediaan kotak opini; Management by Walking Around; Monitoring dan menjalin relasi melalui dunia maya. Berdasarkan penjelasan diatas, jika dikaitkan dengan analisis tentang RSUB, pihak RSUB belum melakukan identifikasi isu dengan baik. Pada tahun 2008 hingga 2009, pihaknya tidak melihat bagaimana isu berpotensi akan berkembang menjadi krisis. Sehingga, isu dibiarkan dan berkembang pada tahap critical stage. Berbeda pada tahun 2016, PR RSUB telah melakuakn identifikasi isu dengan baik. Mereka telah melakukan FGD dengan para pemuka pendapat, dalam kasus ini, dengan ketua RW Griya Shanta. PR RSUB juga melakukan monitoring media, melihat media mana saja yang memberitakan RSUB dengan framing yang tidak baik, kemudian merencanakan tindakan yang akan dilakukan bersama tim krisisnya.
2.      Melakukan Evaluasi dan Analis Isu-isu yang ditemukan
Pada tahap ini organisasi melakukan upaya analisis penyebab dan kemungkinan akibat untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Analisis yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi opini-opini yang berkembang, serta melihat seberapa besar dampak yang diakibatkan dari isu yang muncul tersebut. Penentuan terhadap pentingnya isu tidak dilakukan PR RSUB pada 2008 hingga 2009. Sehingga tidak ada evaluasi yang dibahas. Isu-isu pun dibiarkan berkembang begitu saja sehingga masuk pada tahap critical stage. Sedangkan pada tahun 2016 hingga 2017, pihak PR RSUB telah melakukan analisis isu dan mengelompokkannya, pada isu apa yang cukup penting untuk disoroti. Pihaknya memilih kepercayaan masyarakat terkait AMDAL utamanya limbah yang dibuat oleh RSUB nantinya. Sehingga, pihak PR RSUB melakukan planning program terkait isu yang menurutnya penting
3.      Merumuskan Program yang dapat dilakukan organisasi untuk merespons isu tersebut termasuk merumuskan strategi alternatif untuk mengubah isu.
Dalam tahap ini, Kriyanttono (2015) berdasarkan Harrisson (2008:551) dan Regester & Larkin (2008 : 66) menjelaskan ada tiga strategi dalah hal ini : Adaptive strategi, yaitu strategi terbuka dan akomodasi untuk perubahan untuk mencapai kompromi; Reactive Change Strategi yaitu ketidakinginan ogranisasi untuk merubah perilaku sebelumnya; Dynamic response stratgey yaitu strategi yang mengantisipasi dan membentuk arah kebijakan publik dengan menentukan bagaimana kampanye terhadap isu dilakukan. Jika kita kami kaitkan dengan tindakan apa yang diambil oleh RS UB mereka mengambil langkah status quo atau tepa berpengah tenguh pada keinginan mereka untuk tetap melanjutkan pembangunan RS UB pada Oktober 2009
4.      Pelaksanaan Program
Pada tahap ini, diharapkan dapat meminimalkan expectation gap antara publik dan organisasi. Organisasi melakukan aksi nyata bahwa organisasi telah merubah sikap, yaitu dalam merancang program strategis telah idasarkan pada kebutuhan publik … (Kriyantono, 2015).Kegiatan pelaksanaan program juga termasuk di dalamnya mengomunikasikan pelaksanaan program kepada publik. Organisasi mesti berintegrasi dengan sub-sub sistem di dalamnya untuk bekerja menghadapi isu. Integrasi ini dapat dinamakan sebagai strategi komunikasi. Strategi komunikasi dilakukan dengan kerjasama departemen komunikasi bersama departemen lainnya yang berhubungan dengan isu-isu yang muncul.
Manajemen isu dalam hal pelaksanaan program pada studi kasus RSUB rupanya tidak berjalan baik pada kisaran waktu 2008 hingga 2009. Buktinya, tidak ada penanganan apapun sehingga isu berkembang dari tahap potential stage menjadi critical stage. Perencanaan dan pelaksanaan program berdasarkan kebutuhan publik tidak dilakukan, justru organisasi merencanakan dan melaksanakan program sesuai status quo yang dikehendakinya. Dalam hal ini, public relations RSUB sangat lamban dalam menangani isu. Sehingga saat issue ignored, maka akan muncul krisis yang dibarengi dengan tindakan-tindakan publik dengan akibat terganggunya operasional RSUB.
Namun, manajemen isu mulai ditepis oleh public relations RS UB pada tahun 2016. Hal ini cukup memakan waktu lama mengingat isu terjadi pada tahun 2008 hingga 2009. Dalam press releasenya di awal operasional RSUB yakni tahu 2016 pihaknya tidak menyebutkan akan ada program-program yang dibuat dengan maksud mengurangi gap atas isu yang telah menyebar dalam pemberitaan media di tahun 2008 hingga 2009.
5.      Mengukur (evaluation) Apakah Program-program Tersebut Berjalan Sesuai Tujuan-tujuan Organisasi
Untuk menilai efektifitas program yang dilakukan oleh public relations dalam merespons isu berjalan dengan baik atau tidak, maka diperlukan program riset. Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan yakni media monitoring. Pada tahap ini, seorang PR mampu melihat dan mengidentifikasi topik apa yang berpotensi mengangkat kembali isu yang juga terjadi pada organisasinya. Hal ini juga memengaruhi bagaimana perencanaan event nantinya dilakukan. Jika merespons isu dianggap sudah efektif, maka tugas PR selanjutnya yakni melakukan event/program. Sebaliknya, jika dianggap belum efektif, PR perlu melakukan kajian atau klarifikasi ulang pada media-media terkait.
Kembali pada kasus 2008 hingga 2009 yakni pada saat RSUB tidak melakukan tindakan apapun dalam mengendalikan atau merespons isu. Bahkan, salah satu pimpinan RSUB dipanggil oleh oknum pemerintah untuk memastikan AMDAL yang berlaku di pembangunan RSUB (lihat berita 20 Oktober 2009). Sehingga dapat disimpulkan RSUB belum efektif menangani isu, RSUB bahkan tidak memberikan asupan informasi pada publik baik pada media dan masyarakat. RSUB hanya mengatakan bahwa organisasinya telah benar melakukan AMDAL dengan baik dan konsisten dengan status quo yang dibuatnya. Sehingga pemberitaan terus muncul pada tahun 2009. Namun, setelah tahun 2009 yakni setelah kasus naik banding ke peradilan tingkat kedua, pemberitaan media mulai menurun. Hal ini dikarenakan adanya jenjang waktu yang cukup lama sehingga isu lama kelamaan mulai tenggelam. Tidak ada penanganan khusus dari RSUB yang terlibat dalam ‘tenggelam’nya isu ini.
Pada tahun 2016, mulai banyak pemberitaan media. PR RSUB mulai banyak melakukan press release yang salah satunya dimuat oleh times Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dari Saza, PR RSUB, pihaknya mengaku telah membuat press conference dan juga memberikan klarifikasi pada media. Di dalam PR RSUB, dilakukan koordinasi internal antar humas terlebih dahulu. Setelah itu memuat berita di web mengenai fasilitas dan keunggulan dari RSUB. Jika pemberitaan media masih saja buruk, maka pihak PR RSUB melakukan koordinasi dengan pihak humas rektorat. Hal ini dilakukannya setelah melakukan evaluasi terhadap media, bagaimana pemberitaan media terkait RSUB.


            Manajemen Krisis
Krisis adalah sesuatu yang dapat dihindari jika isu dapat ditangani dengan baik. Namun, bukannya tidak mungkin suatu organisasi tidak mengalami krisis. Upaya organisai untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis (Kriyantono, 2015). Dalam kegiatan manajemen krisis, sebuah organisasi memiliki kemungkinan, yakni meningkatnya reputasi positif sehingga menjadi lebih baik atau justru reputasi positif yang menurun. Reputasi positif yang menurun biasanya disebabkan oleh manajemen krisis yang tidak baik sehingga organisasi dianggap tidak mampu mengendalikan situasi dengan baik.

Manajemen krisis perlu dilakukan, bahkan akan lebih baik jika sudah direncanakan dari awal. Banyak organisasi yang masih memiliki pemahaman bahwa mengatasi krisis sebenarnya perlu dipikirkan sejak dini. Adapun beberapa alasan yang ditemukan dalam riset milik Mitroff & Pauchant, 1990 dalam Kriyantono, 2015 yakni:
-       Persepsi tentang perusahaan yang dikelola dengan baik pasti tidak mengalami krisis
-       Kebanyakan krisis akan berakhir dengan sendirinya seiring berjalannya waktu
-       Setiap krisis memiliki karakter masing-masing sehingga tidak mungkin untuk membuat persiapan
-       Kami tahu cara memanipulasi media massa
Pemahaman seperti ini perlu diluruskan agar tidak memperburuk keadaan nantinya pada saat perusahaan mengalami krisis. Dengan persiapan matang, tentunya organisasi akan lebih siap menghadapi tantangan dalam karakter apapun. Kriyantono, 2015 menyebutkan bahwa perlu diadakannya rencana antisipasi krisis yang juga sebut sebagai perencanaan isu atau manajemen isu. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk awal pencegahan isu menjadi lebih buruk dan berubah menjadi krisis. Seperti diungkapkan G. Harrison, 2005 dalam Kriyantono, 2015 yaitu “sebenarnya sebuah krisis tidak dipicu oleh sebuah peristiwa, tetapi sebagai akibat dari penanganan peristiwa tersebut, termasuk bagaimana interpretasi dan reaksi publik dan manajemen terhadap peristiwa itu”. Penting bagi seorang public relations untuk melakukan manajemen isu.


Bagaimana mengelola krisis dengan baik?
1.      Perencanaan Krisis dan Tim Manajemen Krisis
Membuat rancangan-rancangan atau strategi yang baik dengan melihat kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi.
2.      Respons cepat dan tidak panik
Melakukan respon sesegera mungkin sebagai bentuk memenuhi kebutuhan informasi publik tentang kejelasan dari organisasi.
3.      Kepentingan publik
Publik dijadikan prioritas utama pada suatu krisis. Artinya, dalam manajemen krisis utamakanlah keselamatan dan kepentingan publik, bukannya untuk kebutuhan organisasi seperti profit.
4.      Tindakan untuk Harapan Publik
Melakukan tindakan yang diharapkan publik dapat memuaskan kebutuhan publik. Organisasi harus mempersepsi publik bahwa kita masih bertanggung jawab atas krisis yang terjadi dan berusaha untuk memperbaiki keadaan seperti sedia kala.
5.      Punya Rencana Komunikasi Krisis
Komunikasi krisis dilakukan sebagai bentuk persiapan organisasi menghadapi krisis yang muncul. Kembali lagi pada prinsip utama bahwa komunikasi krisis tetap harus mengutamakan atau memprioritaskan publik (Kriyantono, 2015).  Misalnya saja membuat crisis center.
6.      Aspek Hukum: Winning the Battle but Losing the War
Seorang praktisi komunikasi yang mengandalkan hukum akan cenderung pelit informasi. Hal ini jelas tidak relevan dengan tujuan utama public relations sebagai penyedia informasi pada publik pada saat krisis terjadi. Seharusnya, organisasi dalam melihat aspek hukum juga harus melihat aspek komunikasi tanpa mengurangi prinsip kejujuran dan keterbukaan informasi publik.
7.      Komitmen
Perlu adanya komitmen organisasi untuk melakukan yang terbaik setelah krisis terjadi. Melakukan ini dapat mengembalikan rasa percaya publik terhadap organisasi.

Krisis terjadi pada RSUB tepatnya pada saat tanggal 13 hingga 15 November. Akibatnya, pihak public relations RSUB perlu melakukan manajemen krisis dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya “issue ignored” dan berakibat pada tahap krisis. Manajemen krisis harus segera dilaksanakan untuk menjaga reputasi positif perusahaan dalam bertanggung jawab tentang krisis yang dihadapi.

Sebuah organisasi yang tidak melakukan manajemen krisis tentu memiliki alasan tersendiri. Beberapa diantaranya telah disebutkan diatas. Dalam studi kasus ini, perlu melihat bagaimana persepsi organisasi RSUB terhadap manajemen krisis, diantaranya:
-          Persepsi tentang perusahaan yang dikelola dengan baik pasti tidak mengalami krisis
RSUB memiliki persepsi seperti ini. Organisasi ini membawa nama Universitas Brawijaya yang sudah dikenal baik dan luas oleh masyarakat Kota Malang. Sehingga, persepsi mereka tentang terpaan krisis yang muncul dianggap remeh. Menurutnya, Universitas Brawijaya tentu akan diterima oleh masyarakat, terlebih universitas ini telah memberikan banyak sumbangsih pada masyarakat di Kota Malang, terutama di daerah sekitar kampus. Sumbangsih tersebut berupa ekonomi, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Citra baik inilah yang menurut pihak RSUB dapat membawa organisasi ini diterima baik oleh masyarakat, karena RSUB juga terlibat dalam prinsip pengabdian masyarakat khususnya pelayanan kesehatan.
-          Kebanyakan krisis akan berakhir dengan sendirinya seiring berjalannya waktu
Membutuhkan waktu hampir satu tahun sejak awal kemunculan gap, isu, hingga terjadinya krisis. RSUB menganggap bahwa masyarakat akan lupa begitu saja terkait ijin pembangunan rumah sakit ini. Namun, bukannya waktu melemahkan persepsi masyarakat Griya Shanta justru membuat mereka menjadi tidak puas karena adanya ketidakpastian dari RSUB. Menurut mereka, RSUB tidak memiliki ijin dari pemerintah karena ijin juga ditolak oleh masyarakat sekitar. Tetapi, RSUB tetap melakukan pembangunan selama berbulan-bulan. Barulah pada saat ketidakpuasan ini mencapai titik puncaknya, masyarakat Griya Shanta mulai melakukan tindakan dan menyebabkan perpindahan issue life cycle pada tahap selanjutnya.
-          Setiap krisis memiliki karakternya masing-masing, sehingga tidak mungkin untuk membuat persiapan
RSUB adalah organisasi dalam bidang pelayanan kesehatan. Di dalamnya terdapat berbagai bagian-bagian yang berpotensi menimbulkan krisis. Seperti limbah, sterilnya alat, pembangunan, dll. RSUB belum siap dalam melihat krisis-krisis yang mungkin terjadi. Namun, dapat diperhatikan pada poin ini bahwa persiapan juga bisa dilakukan pada saat isu mulai muncul tanpa harus menunggu krisis tersebut. Isu yang muncul memiliki berbagai krisis yang potensial akan terjadi. Pada tahap ini seharusnya pihak RSUB mulai memikirkan rencana manajemen krisis dengan baik.
-          Kami tahu cara memanipulasi media massa
Kembali lagi pada titik kepopuleran RSUB dengan membawa nama Universitas Brawijaya. Tentunya, universitas satu ini sudah tidak asing lagi diberitakan oleh media, sehingga bagaimanapun parahnya krisis, jaringan-jaringan media yang memiliki relasi baik dengan Universitas Brawijaya akan membantu membalikkan keadaan melalui pemberitaannya. Perlu ditekankan disini, bahwa pada buktinya pemberitaan media cukup panas dalam meliput tentang pertentangan masyarakat Griya Shanta dengan pihak RSUB terkait perijinan pembangunan pada tanah tersebut.


Bagaimana mengelola manajemen krisis dengan baik?
1.      Perencanaan Krisis dan Tim Manajemen Krisis: “Worst Case/Possible Scenario”
Dalam tahapan ini Rumah Sakit Universitas Brawijaya telah bergerak cepat dengan segera membentuk tim krisis yang bekerja untuk melakukan manajemen krisis dalam krisis mengenai limbah rumah sakit yang menimbulkan pertentangan masyarakat. Tim manajemen krisis pun langsung menyusun strategi untuk melakukan manajemen krisis. Tim manajemen krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya melakukan manajemen krisis berupa adanya sosialisasi langsung kepada masyarakat sekitar agar dapat tahu mengenai pengolahan limbah yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Kemudian masyarakat juga ditunjukan langsung bagaimana fasilitas fasilitas Rumah Sakit Universitas Brawijaya agar masyarakat sekitar tahu bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya sangatlah ramah lingkungan. Tidak sampai disitu pihak tim krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya juga mengundang media untuk melakukan media tour ke seluruh pelosok rumah sakit agar media melihat sendiri bagaimana kondisi setiap sudut dari rumah sakit. Dari manajemen krisis yang telah dilakukan pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya dapat dilihat bahwa tim krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya telah mengidentifikasi krisis yang terjadi dan telah melakukan pemetaan possible scenario untuk kemudian dapat merumuskan program manajemen krisis yang baik.

2.      Respons cepat dan tidak panik
Dalam hal ini pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya telah melakukan respon cepat dengan segera membentuk tim krisis untuk menanggulangi krisis yang terjadi. Karena krisis muncul akibat dari rumor yang tidak terurus. Ditambah dengan kurangnya informasi yang didapat, membuat tim krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya segera melakukan press tour dan mengundang perwakilan masyarakat sekitar untuk menanggulangi krisis yang terjadi dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh publiknya. Dengan adanya kegiatan press tour dan mengundang perwakilan masyarakat sekitar membuat krisis tidak mudah berkembang dan informasi yang didapat publik Rumah Sakit Universitas Brawijaya menjadi lebih luas.

3.      Kepentingan Publik
 Dalam Krisis yang dialami Rumah Sakit Universitas Brawijaya setelah mereka membuat tim krisis, maka tim krisis bergerak cepat dengan segera melakukan manajemen krisis dengan mengundang media dan masyarakat sekitar untuk berkeliling rumah sakit. Hal ini untuk meyakinkan media dan masyarakat bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya adalah rumah sakit yang ramah lingkungan. Tim krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya berusaha menjawab kepentingan publik mengenai keterbukaan informasi tentang bagaimana pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit dan bagaimana kondisi Rumah Sakit Universitas Brawijaya apakah sudah dapat dikatakan rumah sakit yang peduli terhadap lingkungan. Diharapkan dengan adanya keliling rumah sakit ini, media dan masyarakat dapat tau bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya peduli lingkungan dan dampak limbahnya telah ditanggulangi dengan baik.

4. Tindakan untuk Harapan Publik
Dalam menghadapi krisis, RSUB pada tahun 2008 hingga 2009 tidak melakukan apapun. Organisasi ini terus-terusan membuat status quo pada rencana pembangunannya tanpa adanya sosialisasi atau pendekatan pada warga. Kemudian kedua pihak ini bertemu kembali pada jalur pengadilan. RSUB kembali tidak melakukan apapun dan bersifat egois karena tetap bersikukuh dengan perencanaan pembangunannya. Tidak ada tindakan manajemen krisis yang dilakukan. Pada dasarnya, penetapan status quo pada organisasi tidak ada salahnya, hal itu tentu sudah dipertimbangkan oleh organisasi dampak baik dan buruknya. Kesalahan yang dilakukan oleh RSUB yakni status quo yang tidak dibarengi dengan pendekatan pada masyarakat. Tidak ada komunikasi atau pengarahan informasi alasan mengapa RSUB tetap tidak berubah keputusan.
Manajemen krisis selanjutnya dilakukan pada bulan Mei 2017. Program ini berbentuk silaturahmi masyarakat Griya Shanta menuju RSUB. Harapannya yakni mengembalikan kepercayaan publik pada RSUB tentang dugaan/persepsi masyarakat yang selama ini dipermasalahkan. Tindakan ini merupakan harapan publik, yakni RSUB menunjukkan bahwa penetapan status quo pendirian rumah sakit pada tanah tersebut tidak menimbulkan kekhawatiran seperti yang dipersepsikan oleh masyarakat. Tindakan ini sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan masyarakat tentang pengelolaan limbah di RSUB dan penataan ruang sehingga penyakit atau limbah tidak mencemari pemukiman Griya Shanta.
5. Punya Rencana Komunikasi Krisis
Pada tahun 2008-2009, RSUB tidak memiliki crisis center sehingga keluh resah warga tidak dapat tersampaikan dengan baik dan tidak ada respon baik meskipun sudah disampaikan pada pihak berwajib. Berbeda pada tahun 2016, awal mula beroperasinya RSUB, website dijadikannya salah satu wadah komunikasi dua arah antara stakeholder dengan organisasi. Masyarakat Griya Shanta bisa datang langsung menemui Public Relations RSUB dan menyampaikan keluhannya. Sehingga, munculah program “Silaturahmi” pada Mei, 2017. Menurut Saza, PR Rumah Sakit Universitas Brawijaya, pihak RSUB sudah memiliki tim krisis sendiri yang akan dibentuk pada saat isu potensial mulai muncul. Tim krisis ini pasti terdiri dari departemen komunikasi dan beberapa kepala bidang lainnya yang terkait dengan isu tersebut. Sehingga, pada saat krisis terjadi, mereka akan dengan sigap membuat crisis center untuk memberikan informasi baik pada publik maupun media.
6. Aspek Hukum: Winning the Battle but Losing the War
Aspek hukum lebih ditekankan disbanding aspek komunikasi utamanya prinsip kejujuran dan keterbukaan informasi. Hal ini terbukti pada krisis tahun 2009 di jalur pengadilan, bahwa RSUB sangat tidak terbuka dalam informasi pada warga Griya Shanta.
Barulah manajemen krisis yang dilakukannya pada tahun 2017, memiliki aspek komunikasi. Di dalamnya terdapat keterbukaan informasi, dengan program “Silaturahmi” yang menunjukkan sistem di dalam RSUB termasuk pengelolaan limbah.
7.            Komitmen
Komitmen menjadi rumah sakit yang baik ditunjukkan RSUB dalam menjaga hubungan baik terhadap masyarakat Griya Shanta. Saza, PR Rumah Sakit Universitas Brawijaya, bahwa RS UB tetap memperhatikan stakeholdernya dalam bersosial. Seperti mengadakan kerja sama saat akan melakukan gotong royong. Komitmen ini berhasil membuat masyarakat Griya Shanta percaya pada organisasi dan tidak memunculkan isu-isu lainnya.





REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis kami diatas, maka kami menyimpulkan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan terkait isu dan krisis RSUB diantaranya yakni:
  1. Seorang PR harusnya melakukan fungsi manajemen sebagai expert prescriber
Yakni melakukan prediksi terhadap isu yang berpotensi muncul pada saat berita pertama kali terpublikasi. Pada studi kasus diatas, gap muncul ketika masyarakat mengetahui adanya pembangunan RSUB di wilayahnya, sehingga PR harus segera memprediksi isu apa saja yang berpotensi muncul dan melakukan komunikasi risiko sebelum isu menjadi luas serta beralih menjadi krisis.
  1. Melawan informasi dengan informasi
Terdapat dua unsur yang menimbulkan gap antara masyarakat dengan pihak RSUB yakni ijin pendirian bangunan serta ijin pengolahan limbah. Sayangnya, Yogi, Rektor UB pada saat itu, mengatakan pada media bahwa RSUB menjamin pengolahan limbahnya baik tanpa menunjukan bukti yang akurat. Tak hanya itu, pihak RSUB tidak memberikan konfirmasi maupun bukti terkait ijin pendirian bangunan yang dipertanyakan warga. Sehingga kekurangan asupan informasi ini membiarkan publik (warga) melakukan persepsi tersendiri tentang pembangunan RSUB. Ketika persepsi ini mulai meluas dan menjadi konsumsi warga, akan sangat sulit bagi perusahaan untuk meluruskan persepsi tersebut.
  1. Seharusnya melakukan tindakan yang diharapkan publik
Ketika publik sudah kekurangan informasi, mereka akan mencari jalan lain untuk memperkaya informasi. Sehingga ada baiknya jika perusahaan lebih terbuka memberikan informasi kepada publik. Hal ini tentu menghindari sumber-sumber lain yang justru memberikan informasi dan memperkeruh situasi isu maupun krisis perusahaan. Pemberian informasi bisa dilakukan melalui mediasi bersama publik, press tour, press conference, FGD bersama warga, dll.
  1. Menjadikan publik = partner
Ungkapan Rektor UB, Yogi, menantang warga untuk melanjutkan pada proses hukum menunjukkan bahwa RSUB belum bisa membangun relasi baik dengan stakeholdernya. Jika perusahaan menganggap publik atau warga Griya Shanta sebagai “teman”, maka tindakan menantang adalah tindakan yang salah. Hal ini seolah perusahaan justru mencari musuh dengan pihak lain dengan menyelesaikan melalui jalur hukum. Padahal, warga salah satu stakeholder dari RSUB sendiri yang juga menjamin keberlangsungan dari sistem perusahaan tersebut.
  1. Never ignored issues
Isu-isu yang muncul tidak segera ditangani dengan baik melalui berbagai cara maupun pertemuan dengan warga dan awak media. Sehingga hal ini menjadi semakin luas dan berakibat pada krisis pada saat warga memilih jalur hukum dalam penyelesaian masalah. Pada tahap itulah, tugas perusahaan RSUB semakin besar karena melalui jalur hukum dan memberhentikan operasi perusahaan sementara. Hal ini dapat menimbulkan kerugian biaya dan kerugian waktu bagi perusahaan. Sehingga, ketika isu pertama kali muncul baiknya langsung diberikan penanganan yang tepat dan efektif.
  1. Melakukan quick respond
Isu yang muncul terjadi pada tahun 2011 namun baru mengadakan press release serta press conference lima tahun setelahnya yakni pada tahun 2016. Tentu saja hal ini menimbulkan adanya world of mouth yang semakin meluas dan viral issues menjadi konsumsi media. Press release maupun press conference baiknya dilakukan pada saat “publik menebak” yakni pada saat gap/kesenjangan informasi mulai berlaku, diharapkan agar isu tidak semakin meluas.
  1. Membangun relasi yang baik dengan berbagai media online maupun cetak
Melihat dari pemberitaan media yang cukup ramai pada saat isu tersebut menjadi viral, hingga media yang memberitakan press conference maupun press release cukup sedikit, maka RSUB belum melakukan relasi baik dengan berbagai media. Sebaiknya, relasi harus dibangun dengan berbagai media hal ini juga meminimalisir ketika nantinya ada potential issues yang terjadi, awak media akan konfirmasi terlebih dahulu kepada PR RSUB. Sehingga pemberitaan media tidak akan menurunkan citra positif perusahaan dan PR RSUB dapat menangkal potential issues yang mungkin muncul lagi.



DAFTAR PUSTAKA

(2009). Yogi Jamin RSUB Bersahabat, Pengolah Limbah Jauh dari Perumahan. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: surabaya.tribunnews.com/2009/10/10/yogi-jamin-rsub-bersahabat-pengolah-limbah-jauh-dari-perumahan
 (2009). RS Milik UB Terancam Gagal, Belum Berizin, Ditentang Warga. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: http://surabaya.tribunnews.com/2009/08/26/rs-milik-ub-terancam-gagal-belum-berizin-ditentang-warga
(2009). Konflik Pembangunan RSUB, Rektor Unibraw Dipanggil Dewan. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-1224883/konflik-pembangunan-rsub-rektor-unibraw-dipanggil-dewan
(2010). Mendiknas: Amdal Bisa Kontrol RSP UB. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: https://ekonomi.kompas.com/read/2010/11/15/09395810/mendiknas.amdal.bisa.kontrol.rsp.ub
(2011). Tidak Ada Ijin Pembangunan RSUB Terus Berlanjut. Diakses pada 4 Oktober 2018. Tersedia pada : http://www.malangnews.com/2011/10/tidak-ada-ijin-pembangunan-rsub-terus.html
(2016). Akhirnya, UB Resmi Miliki RS Setelah Tujuh Tahun Menanti. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: http://suryamalang.tribunnews.com/2016/12/18/akhirnya-ub-resmi-miliki-rs-setelah-tujuh-tahun-menanti
(2016). Rumah Sakit UB Malang Resmi Beroperasi. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: https://www.timesindonesia.co.id/read/138909/20161218/144538/rumah-sakit-ub-malang-resmi-beroperasi/ 
(2017). Ravika, I. Warga Griya Shanta Sebut RS UB Ilegal. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: https://www.klikapa.com/read/6140/warga-griya-shanta-sebut-rs-ub-ilegal/2
(2017). Humas RSUB. RSUB Hospitality Together with Citizens. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: http://rumahsakit.ub.ac.id/en/rsub-hospitality-together-with-citizens/
Kriyantono, R. (2015). Public Relations, Issue and Crisis Management : Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif. Jakarta. Prenadamedia Group.


LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Profil Narasumber                                                                      Tanggal Wawancara : 01/10/2018
Nama                     : Saza Azizah Anindyo
Jabatan                   : Staff Humas, Unit Humas Hukum Kerjasama
                                 Rumah Sakit Universitas Brawijaya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pewawancara
Narasumber

Nama saya Saza, S-a-z-a. Azizah, A-z-i-z-a-h. Anindyo, A-n-i-n-d-y-o. Saya salah satu staff di unit Humas Hukum Kerjasama, bagian Humas.
Apa saja yang telah dikerjakan Humas untuk RS UB?
Sebenarnya RS UB ini..benar-benar yang operasionalnya kan sejak 2 tahun lalu, yaitu tahun 2016. Jadi, Humas ini sudah melakukan ya beberapa kali lah istilahnya, karena ini rumah sakit baru, jadinya kita harus membuat sebuah brand awareness buat masyarakat, terutama civitas akademika Universitas Brawijaya.
Jadi yang kita lakukan yang pertama itu adalah roadshow.  Roadshow ke fakultas-fakultas, kita disana promosi, menjelaskan apa itu RS UB dan pelayanannya seperti apa, dan ada beberapa kegiatan general check up. Di FISIP pun juga sudah pernah general check up gratis yang kita sediakan, itu untuk dosen-dosen dan juga karyawan yang ada di FISIP.  Terus, selain itu kita juga ada media indictmen, jadi kita ada pertememuan sama...kemarin ada Massfm, terus kita talk show bersama dengan RRI PRO 2, PRO1 juga udah pernah itu tahun kemarin. Kalau sedang coming adalah RRI PRO 2 itu tentang kesehatan remaja...tentang keluarga kaya gitu.
Terus kita juga ada runtable discussion, jadi kita...Rumah Sakit UB ini adalah rumah sakit primer..eh..sekunder, jadi adalah rumah sakit fasilitas kedua, dimana kita punya tugas untuk mengedukasi paskes pertama, bahwa RS UB ini bisa nih dijadikan rujukan, akhirnya kita bikin yang namanya runtable discussion, terus permaterinya adalah dokter-dokter spesialis yang kita punya, sekalian promosi RS UB.
Sebenernya simple sih promosi yang kita lakukan...dari instagram, dari web, terus kita juga support...ada maraton, beberapa kali ada maraton kita support, terus abis itu ada...aduh..yang hari minggu itu apa...CFD ya. Car Free Day, itu juga kita biasa bikin general check up gratis.
Pewawancara
Narasumber
Apakah kegiatan tersebut dilakukan secara rutin?
Kalau yang rutin itu sejauh ini...yang maraton abis ini sih event, kalau...si Car Free Day ini, kalau kita dapat spot...kita biasanya langsung gabung aja disitu.
Jadi sejauh ini cukup padat ya kegiatannya, bentuknya apakah ingin menyasar brand awareness saja atau fokus jadi untuk rujukan?
Sebenarnya gini sih, kita kan pelayanan. Sebenernya sama aja kaya hotel, jadi kaya misalkan kamu bangun kolam renang, makanan enak itu udah banyak yang datang, beda dengan rumah sakit, istilahnya kamu harus sakit dulu baru kamu bisa ke rumah sakit. Target kita sih memang setahun-dua tahun itu adalah pendekatan brand awareness terlebih dahulu, seenggaknya mereka tau bahwa ini loh ada RS UB ini, bangunan yang selama ini kalian lewatin itu adalah rumah sakit yang sudah beroperasi. Makanya kita, menyasarnya adalah dosen-dosen dulu yang mereka memang...ada hubungan lah dengan RS UB, terus pendengar-pendengar juga, terus kita ya...itu tadi ada media engangement, kalo misalkan kita ada acara, kita undang radar malang itu bikin Round Table ya kaya gitu.

Terus, bagaimana RS UB..bagaimana hubungan antara RS UB dengan stakeholder-stakeholder yang lain? Melalui media apa RS UB saling berkomunikasi?
Jadi gini sih ada beberapa stakeholder yah disini, yang pertama adalah masyarakat sekitar, karena masyarakat sekitar...kita...ini sih kita gak menutup kemungkinan bahwa masyarakat sekitar ini merupakan salah satu...promotor untuk menyukseskan dan juga mempromosikan RS UB. Jadi kita memang ada pertemuan sama...Griyashanta sana sama yang Griyashanta yang disebelah sini, itu untuk...ya sekedar sharing aja RS UB ini sejauh apa, terus masyarakat kebutuhannya seperti apa. Nah itu kita...kaya kita sharing pengalaman, karna disini kan birokrasinya agak...padat yah, jadinya harus kita ketemu sama warga, kita harus bikin laporan terlebih dahulu, terus abis itu kita presentasikan ke pimpinan, seperti itu. Itu rutin sih, terus kalau ada event juga warga-warga disekitar RS UB ini juga kita undang, kita juga undang media-media, siapapun yang mau datang kita jamu, terus kalau misalkan ada acara pasti kita adakan press conference, kaya operasional kemarin tahun 2016 itu kita bikin press conference khusus, merek mau doorstop sama rektor pun kita persilahkan mereka ngasih kaya Id card-nya mereka...kaya gitu, terus kita beri kebebasan mereka untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, tp dengan syarat bahwa berita yang mereka keluarkan itu harus benar. Ada salah satu media yang gak benar dan kita konfirmasi dari sini kemudian mereka menulis berita lagi untuk mengonfirmasi berita sebelumnya.
Pewawancara
Narasumber
Bagaimana posisi Humas dalam struktur organisasi? Dominan atau tidak?
Humas itu pagar utama sih...humas itu pagar utama, pembentuk citra, jadi istilahnya RS UB ini mau dibawa kemana, 80% itu adalah kerja humas. Dan sejauh ini ya...memang kerjanya humas ya dominan banget, bukan cuma ngurusin hubungan dengan pihak luar atau menjalin relasi dengan media sih, kalau misalkan ada komplain itu tentang pelayanan atau apa, jadi ada pasien yang kurang apa, marah-marah, protes...kita yang benar-benar harus tau keinginannya mereka apa dan kita harus...kita punya inisih namanya...respon time. Jadi kaya misalkan si pasien ini ”kok lama bgt sih tv nya gabisa nyala, kenapa nih”, kita bisa kasih janji ke pasien itu “beri kami waktu sekitar setengah jam untuk menyelesaikan ini” atau “berapa hari”, tergantung bobot masalahnya separah apa, kaya gitu.
Pewawancara
Narasumber
Dalam struktur organisasinya sendiri? RS UB ini, humas berada dalam struktur jajaran tinggi atau dia cuma sebagai bawahan atau bagian kecil dari yang diatas-atasnya?
Sebenernya gini sih, kalau PR itu ada internal, ada eksternal ya kalau disebuah perusahaan. Kalau kita lebih berperannya di eksternal untuk berhubungan sama perusahaan, ,masyarakat seperti itu. Karna disini ada bagian kepegawaian, nah bagian kepegawaian itu yang sudah me-mediasi lah masalahnya kalau misalkan ada pegawai-pegawai disini yang membutuhkan solusi atau ada masalah, atau seperti apa, itu lebih ke kepegawaian, kalau kita lebih yang benar-benar pure ke masyarakat luar. Intinya gini sih, kalo di rs ub yang bersentuhan langsung dengan pasien itu adalah humas, tapi kalau yang bersentuhan dengan pegawai...yang tadi aku sebutkan itu adalah kepegawaian, kecuali kalau pegawainya jadi pasien, itu beda lagi, itu baru kita.
Bagaimana relasi perusahaan dengan media?
Baik sih..baik-baik aja sejauh ini. Kalau misalkan ada beberapa masalah, kaya misalkan pemberitaan nih...misalkan RS UB udah bikin event, kita ngundang media A gitu...ternyata pemberitaannya ini tidak menyangkut event yang kemarin nih. Kita follow up penulisnya “ini kenapa tulisannya bisa kaya gini? Padahal kemarin yang diwawancara bukan ini”, itu terjadi sama aku. Jadi dia tanyanya apa...akhirnya diwawancara...hasil beritanya apa...yang ditayangkan apa. Itu pun akhirnya kan merusak citra RS UB yang selama ini sudah susah-susah kita bangun dong, dan akhirnya kita konfirmasi, dan mereka akhirnya mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membuat berita lain...bukan spamming sih, jadi kaya pergeseran ke klarifikasi, tapi judulnya bukan klarifikasi...beritanya baru lagi, tapi tentang RS UB.

Apakah pemberitaan yang sebelumnya ditarik kembali?
Berita itu gak bisa ditarik karna sudah naik cetak. Bukannya naik cetak lagi...udah dijual, makanya itu kita taunya dari situ.
Pewawancara
Narasumber
Apakah RS UB pernah mengalami krisis?
Wah itu pasti, apalagi kalau rumah sakit yang baru ya, perusahaan yang baru, bisnis yang baru, begitupun juga dengan kita. Malah sebelum ini terbangun sudah banyak banget krisis yah. Semua orang tau lah masalahnya tentang RS UB ini apa, kaya ya orang ngeri lah tentang rumah sakit yang limbahnya dibuang kemana-mana atau kesehatannya gimana, izinnya seperti apa. Makanya yang kita bisa manajemen adalah ...mengundang warga-warga sekitar kaya RT, RW, terus abis itu orang-orang yang sekitar sini tuh kita undang, kita ajak keliling. “Jadi limbah kita tuh disini pak, bapak gausah khawatir. Limbah kita cair, padat, sama medis/non-medis tuh kita pisah. Dibuangnya tuh disini..disini..jangan khawatir rumah bapak kena”. Diajak keliling kamarnya, “kamarnya seperti ini, pembuangannya salurannya seperti, laundrynya seperti ini”.
Begitu juga dengan media dan juga perusahaan, kalau perusahaan pun...asuransi, gak perlu kerjasama sama kita, mereka harus tau dong mereka kerjasama dengan rumah sakit yang kaya gimana sih, akhirnya ya kita ajak keliling, mulai dari farmasinya seperti apa, kamar jenazahnya seperti apa, lab nya seperti apa. Jadi kita clear-kan bahwa rumah sakit ini terbangun sudah tidak ada masalah yang bertentangan dengan hukum. Istilahnya gini, rumah sakit gak bisa berdiri kalau limbahnya ini tidak di acc oleh Walikota Malang...kaya gitu. Sedangkan SK nya sudah keluar sendiri, tertanda tangan Walikota bahwa rumah sakit ini bisa berdiri gitu...jadi memang sudah clear lah.

Pewawancara
Narasumber
Itu kan isu ya, nah dalam isu itu kan ada issue life cycle. Nah ketika isu itu muncul apa penanganan yang dilakukan?
Jadi gini, karna kita birokrasi dan humas ini dibawahnya direktur umum dan keuangan. Ketika isu itu muncul, kita koordinasi dulu tuh untuk sebuah tim...tim krisis lah istilahnya ya kan. Tim krisis kita rapat, konfirmasi sebenarnya masalah ini tuh kenapa, akhirnya kenapa kita bentuk tim, kita kaji terlebih dahulu, karna kalau kita udah naik ke media, kita jangan sampai salah ngomong dong, karna itu bakal jadi ‘blunder’ buat kita juga kan
. Setelah masalah ini kita ‘godok’ di mubes, kita maju ke kepala bagian, kepala bagiannya...kepala bagian umum, kita ngobrol disana...langkah apa yang harusnya kita lakukan, setelah itu rapat sama kabag, kabag dibawa ke wakil direktur umum dan keuangan, sampai nanti pada akhirnya sampai di mejanya direktur...kalau memang masalah itu serius banget lah misalnya, ketika direktur sudah mengetahui, akhirnya kita bikin sebuah solusi. Jadi tim krisis...istilahnya tim krisis disini humas ya, itu membuat sebuah...kaya apa ya...kaya rangkuman lah...summary, kita bikin...kita harus ngapain, ngapain, ngapain, setelah...hasilnya udah ada, kesimpulan udah ada, baru kita ke public, kaya gitu. Nah go public nya ya itu tadi, kita ngomong ke media, kita...kalau misalkan ada masalah dengan pasien yang perorangan, kita datengin pasiennya, kita kontak orangnya, kita jelaskan...kalau misalkan kaya...”ada uang yang harusnya tidak terbayarkan” misalkan ada masalah seperti itu, uangnya kita kembalikan...dengan syarat emang dia bener dan memang...apa ya istilahnya, kalau memang kita salah ya kita minta maaf dengan mengembalikan...eh dengan memberikan tanggung jawab-tanggung jawab yang sudah kita berikan.
Pewawancara
Narasumber
Apakah pernah mengalami isu yang sangat besar untuk RS UB?
Sejauh ini enggak ada sih, aman lah...enggak tau lagi kalau nanti udah 5 tahun-6 tahun, pasti kan semakin gede perusahaan, pasti kan krisisnya juga semakin banyak kan.
Bagaimana keadaan perusahaan pada saat kejadian isu tersebut terjadi? Apakah yang bekerja hanya humas saja atau bersama dengan unit-unit lain?
Tergantung masalahnya berada di unit mana, jadi kaya misalkan ada pasien yang protes lewat website nih, “RS UB memberikan pelayanan yang tidak baik dsb”, itu kan di citra kita yang jelek, nah tim IT ngasih...kaya summary ke kita, “nih ada pasien yang komentar kaya gini, gimana?”, akhirnya kita telaah tuh, pada jam itu dia pelayanannya sama siapa, dia nyari dokter siapa. Akhirnya kita tanya dokternya, kita  tanya satpamnya kalau misalnya itu ada hubungan dengan satpam, kita tanya tempat pendaftaran, “ini orangnya kaya gimana tadi? Apakah ada mimik kecewa? Atau seperti apa”. Kalau memang itu kesalahan kita, ya kita konfirmasi ke dia, kalau enggak ya kita tetep konfirmasi ya dengan jawaban yang general lah...”terima kasih atas saran yang telah diberikan atau komentar yang diberikan dst” ya kaya gitu sih, yang jelas kita merespon kok kalau misalnya ada hal-hal yang kaya gitu.
Jadi komunikasi bersifat dua arah ya?
iya.
Ketika terjadi komunikasi dua arah, apakah ada media yang jadi stakeholder RS UB untuk publikasi?
Tergantung masalahnya, kalau memang masalahnya sudah sampai yang menyangkut media cetak...kita ya otomatis konfirmasinya ke media cetak dan itu tadi yang sesuai yang saya jelaskan, dia harus bikin berita baru lagi yang mengangkat nama RS UB, tapi kalau beritanya...sori sori, kalaupun masalahnya biasa-biasa aja, atau isunya yang biasa-biasa aja, selagi kita bisa handle...ya kita handle sendiri sih.

Pewawancara
Narasumber
Saat terjadinya kasus, apa RS UB pernah melakukan mediasi dengan stakeholder?
Sejauh ini masalah sama stakeholder...bukan masalah sih, tantangan sama stakeholder itu sejauh ini...media, ada satu media...itulah intinya. Karna kita...humas ini kan masih...RS UB ini kan masih dibawahnya rektorat nih, otomatis kita nyari solusi bareng-bareng sama humas rektorat...kalau masalah yang tentang media itu, “gimana nih” yang akhirnya kita mediasinya lewat...kita datang ke kantornya, kita minta penjelasannya, terus udah gak sampai yang kita bikin konferensi pers yang kaya...ya itu sih gak sampai sih.
Berarti apa ada krisis dengan media?
Bukan krisis, kalau krisis kan sampai yang bener-bener kita...apa ya...merubah citra kan kalau krisis, kalau RS UB ini belum sampai krisis sih, tapi ya potential crisis juga sih...ya itu sih, masih isu-isu dia.
apa ada rekomendasi studi kasus krisis RS UB untuk di analisis oleh tim pewawancara?
Ini sih, sebenernya banyak dari yang kecil-kecil itu. Bikin aja tentang kepercayaan masyarakat terhadap RS UB ini, sehingga mereka tuh kaya bikin berita-berita sendiri gitu loh, kaya “RS UB itu gak oke, kalau RS UB ini gak higienis, kalau RS UB ini sebenarnya gak ada izinnya tapi terlanjut berdiri” ya kaya gitu, dibikin gitu aja. Itu kan sebenernya general issue, Cuma dari general itu masih banyak kecil-kecilnya...akhirnya berujung ke media, media memberotakannya kaya gimana, terus orang-orang akhirnya gak percaya sama kita.
kapan waktu terjadinya?
Pas tahun-tahun awal sih, bulan januari-an lah. Kita itu operasional 18 Desember 2016. Nah disaat RS UB ini udah mulai gencar-gencarnya promo atau apa, timbul tuh masyarakat-masyarakat sini yang ngasih isu “eh RS UB inituh sebenernya masalahnya limbah, ada masalah hukum” kaya gitu-gitu, ya akhirnya kita bikin...ya bukan konferensi pers juga, makanya kita undang mereka untuk...kita sodorin ini loh surat-suratnya. Kita juga ada company profile sih, nah di company profile itu kita juga sebutkan dokumen, mulai dari izin mendirikan bangunan tahun 2009, izin membangun, izin operasional, izin penunjukan tim untuk membangun RS UB ini ada...kita taruh di company profile, dokumennya lengkap.
Pewawancara
Narasumber
Apa dampak dari isu-isu yang banyak ini ke RS UB? (setelah melakukan penanganan isu-krisis)
Pasiennya banyak yang datang sih...pokoknya kan solusinya itu sudah kita jalankan. Sebelum itu kan pasiennya gak ada yang kesini, takutnya kenapa?, “dokternya disini tuh dokter koas dari FK”...bukan, kalau rumah sakit itu...apalagi rumah sakitnya, rumah sakit tipe C. Rumah sakit yang bisa menerima koas, penelitian itu adalah tipe B dan tipe A, makanya itu rumah sakit yang tipe C, setelah dari RS UB ini langsung dihandle oleh dokter spesialisnya itu kita jelaskan disitu. Kita juga ada pendekatan langsung sih sama pasien,kita turun, kita tanyain “ibu sakitnya apa? Kebutuhannya apa? Kira-kira di RS UB kirang apa?”
Bagaimana hubungan RS UB dengan media?
Sangat baik, kalaupun kita ada permasalahan sekecil apapun, kita udah kontak media, kita konferensi terlebih dahulu secara personal sama media itu...insya Allah si aman kalau itu...sejauh ini yang kita lakukan.










You May Also Like

0 pendapat