ANALISIS REKOMENDASI MANAJEMEN ISU DAN KRISIS PUBLIC RELATIONS INSTANSI : STUDI KASUS DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT RUMAH SAKIT UNIVERSITAS BRAWIJAYA (RS UB)
Disusun
untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Manajemen Isu dan Krisis
Dosen
Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D.
Disusun
oleh :
Adinda Faradhiba 145120201111085
Betsi Widayat 155120207111064
Rara Ayunita 165120200111035
Dymi Marsa Levina Cahyarani 165120200111024
Jatmiko Satrio Utomo 165120200111002
Muhamad Reva Abrian Saputra 165120200111041
ILMU
KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2018
ABSTRAK
Setiap
orgainisasi berpotensi mengalami krisis, begitupula dengan Rumah Sakit
Brawijaya Malang mengalami krisis pada tahun 2010 karena adanya isu yang muncul karena kurang kepercayaan
masyarakat terhadap rumah sakit baru di lingkungan tersebut. Rumah Sakit Universitas Brawijaya Malang
mengalami krisis pada tahun 2010 karena adanya isu yang muncul dan kurang
melakukan manajemen isu dengan baik. Penelitian bertujuan untuk
mengidentifikasi tindakan public
relations perusahaan Rumah Sakit Brawijaya dalam menghadapi isu dan krisis
yang muncul. Penelitian dilakukan dengan analisis studi dokumentasi pemberitaan
media dan wawancara Ibu Saza seorang public
relations dari perusahaan Rumah Sakit Brawijaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa isu AMDAL dekat kaitannya dengan kehidupan masyarakat
perumahan tidak mendapat penanganan yang baik, berakibat pada proses
pembangunan dan kemajuan dari perusahaan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap
respon perusahaan memuncak pada tahap critical
stage yakni menuntut perusahaan hingga banding ke Peradilan Tinggi.
Kata kunci:
public relations, isu, krisis,
manajemen
ABSTRACT
Every organizations potentially have crisis problems, so
as Brawijaya University Hospital had crisis in 2010 because emerge of issues
about lack of publictrust about new hospital in those area. Brawijaya
University Hospital had crisis in 2010 because emerge of issues and did less
issues management well. This research aims to identify Brawijaya University
Hospital’s public relations proceeding to encounter the emerging of issues and
crisis. This research using media reporting, documentation and interview from
Brawijaya University Hospital public relations. This result of this study shows
that issue of Environmental Impact Analysis (AMDAL) have close relation to
housing community life doesn’t get good handling that caused of company’s
process of development and progress. Public dissatisfaction concerning
company’s response soared to the critical stage level that is suing the company
to appeal the high court.
Keywords : public relations, issues, crisis, management
PENDAHULUAN
Rumah Sakit Universitas Brawijaya
mulai dibangun sejak tahun 2009 dan mulai resmi beroperasi sejak tahun 2016
melalui Surat Keputusan no 445/13/35.73.112/2016 dari Walikota Malang dan
mendapatkan surat izin sebagai rumah sakit tipe C. Dalam proses pembangunannya,
Rumah Sakit Universitas Brawijaya mendapatkan terpaan isu yang muncul dari para
warga yang bermukim disekitar lahan pembangunan Rumah Sakit Universitas
Brawijaya ini, seperti isu AMDAL yang dikhawatirkan warga sekitar, isu
ketidaksesuaian pembangunan menurut site plan Kota Malang yang dikeluarkan
tahun 1997, hingga isu tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang
dikantongi oleh pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya (http://www.malangnews.com/2011/10/tidak-ada-ijin-pembangunan-rsub-terus.html).
Munculnya isu-isu tersebut memiliki
dampak terhadap citra Rumah Sakit Universitas Brawijaya itu sendiri, sehingga
dibutuhkan suatu manajemen untuk mengatasi isu tersebut, agar tidak merusak citra
Rumah Sakit Universitas Brawijaya dan mendapatkan kembali kepercayaan dari
masyarakat. Dalam penanganan isu yang ada, pihak Rumah Sakit Universitas
Brawijaya, melalui Humas memcoba mengelola isu yang muncul agar tidak semakin
meluas ke masyarakat luar.
Chase (Kriyantono, 2015)
mendefinisikan isu sebagai permasalahan yang belum terselesaikan dan karenanya
diperlukan keputusan cepat untuk mengatasinya. Suatu isu dapat muncul menerpa
suatu organisasi secara tiba-tiba. Isu yang muncul tersebut dapat memberikan
tekanan terhadap organisasi dan dapat mempengaruhi kegiatan operasional
organisasi, maka dari itu diperlukan suatu manajemen isu untuk mengelola
isu-isu yang muncul agar tidak memunculkan permasalahan lainnya. Kriyantono
(2015; 171) menuliskan bahwa manajemen isu merupakan suatu aktivitas dasar
seorang Public Relations untuk menjalin komunikasi dua arah dan menjaga kepentingan
publik. Coates, Jarrat dan Heinz (Kriyantono, 2015) juga menjelaskan bahwa
manajemen isu adalah suatu aktivitas yang diorganisasi (dalam suatu organisasi)
untuk mengidentifikasi munculnya kecenderungan-kecenderungan (situasi) atau
isu-isu yang dimungkinkan mempengaruhi aktivitas organisasi dalam beberapa
tahun ke depan (termasuk dalam jangka pendek) dan membangun strategi organisasi
untuk meresponnya.
DESKRIPSI KASUS
Kasus yang terjadi pada Rumah Sakit Universitas Brawijaya
merupakan kasus yang dapat kami analisis berkaitan dengan isu AMDAL, dimana
masyarakat terdapat penolakan dari masyarakat sekitar rumah sakit berkaitan dengan
beroprasionalnya rumah sakit ini, dikarenakan permasalah ijin dan dianggap
tidak menjalankan standart operasional pengolahan limbah dengan baik. Isu
dimulai pada tahun 2008-2009 ketika proses pembangunan Rumah Sakit Universitas
Brawijaya berlangsung. Rektor Universitas Brawijaya menerbitkan
Surat Keputusan No. 005/SK/2009 tentang Penetapan Lokasi Rumah Sakit Universitas
Brawijaya yang menetapkan bahwa lokasi RSA UB di jalan Soekarno Hatta Malang. Dibangunnya RSUB cukup mendapat banyak tentangan dari masyarakat karena
berdirinya rumah sakit tersebut tak sesuai dengan site plan. Di mana site plan Perumahan Griya Shanta Eksekutif
untuk lokasi gedung rumah sakit tersebut sejatinya adalah mall atau pusat
perbelanjaan. Site Plan itu bernomor 650/454/428.308/1997 tanggal 11-6-1997,
dikeluarkan Wali Kota Malang Soesamto. Tergambar jelas, bahwa lahan RS UB
seharusnya dibangun mall atau pusat perbelanjaan. Namun
demikian 21 Desember 2009 terjadi perubahan site plan. Di mana lokasi
tersebut dibangun RS UB. Bukan hanya
itu, proses pembangunan RSUB ditengarai tak memiliki IMB. Hal tersebut langsung membuat respon dari masyarakat sekitar
yang
langsung menggugat ke PTUN Surabaya.
Hingga kemudian pada tanggal
16 Desember 2010 PT TUN memenangkan gugatan warga yang menyebabkan IMB RSA UB dicabut. Selain masalah IMB yang masih menghambat jalanya
pembangunan rumah sakit, isu AMDAL yang muncul pada saat itu juga mengiringi
proses pembangunan RS UB. Masyarakat khawatir dengan pembangunan rumah sakit
ini akan memberikan dampak kepada lingkungan sekitar masyarakat Griya Shanta
dan Soekarno Hatta. Hal tersebut menyebabkan aktivitas pembangunan RS UB sempat
terhenti secara sementara.
Hingga dua tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2011,
secara tiba-tiba pembangunan gedung RS UB kembali dilanjutkan. Bahkan saat ini
gedung megah telah berdiri delapan lantai dengan jumlah tiga gedung. Masyarakat akhirnya mengadukan ke beberapa pihak
Termasuk ke Kementerian Sekretaris Negara. Dari surat balasan Kementerian
Sekretaris Negara dikeahui bahwa
secara diam-diam tekah diterbitkan
kembali IMB oleh Pemkot Malang. IMB
baru tersebut nomor 640/2997/35.73.407/2011 tanggal 21 November 2011. Namun, permasalahan IMB masih hinggap dalam kasus resmi
tidaknya RS UB ini. saat warga melakukan konfirmasi ke
beberapa pihak, tak satupun yang masuk menunjukkan fisik IMB. Hary Suprianto, SH, kuasa hukum warga
Griya Shanta, menganggap bahwa bangunan RS UB liar atau ilegal. Alasannya,
karena surat izin mendirikan bangunan (IMB) baru yang dikeluarkan tahun 2011 tersebut,
masih dipertanyakan. Apakah untuk keseluruhan bangunan, atau hanya salah satu
bagian saja. Hal tersebut
kembali memunculkan penolakan dari masyarakat sekitar. Pada November, 2011 Warga
mengajukan gugatan atas permasalah
tersebut kepada Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang berujung dengan kemenangan pihak UB, Namun tak hanya sampai disitu warga kemudian
mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi
untuk memenangkan kasus ini.
Persoalan tersebut berlanjut sampai
pada tahun 2016 RS UB resmi beroperasional, menyusul Surat Keputusan
no 445/13/35.73.112/2016 dari Walikota Malang yang menyatakan bahwa Rumah Sakit
ini resmi beroperasi. Menanggapi
berbagai isu yang berkemabang sebelumnya yang mengiringi pembangunan dan
perampungan RS UB terutama yang berkaitan dengan operasional dan isu AMDAL,
pada tanggal 18 April 2017 diadakat pertemuan atau silaturahmi antara pihak RS UB dengan masyarakat
sekitar RSUB khususnya RT 10 / RW 05 Kelurahan Jatimulyo Kota Malang. Pada kesempatan ini, manajemen RSUB dan
warga melakukan diskusi bersama dilanjutkan dengan melihat sarana dan prasarana
rumah sakit seperti ruang rawat inap, IGD, serta pengolahan limbah di
RSUB. Pertemuan ini diharapkan semakin mempererat tali silaturahmi antara pihak
RSUB dengan warga serta dapat
memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masyarakat atas isu dan kesalahan
persepsi yang berkembang mengenai rumah sakit, seperti pengolahan limbahnya
yang tidak benar atau efek lingkungan yang mungkin dapat ditimbulkan dari
munculnya rumah sakit tersebut, dengan harapan masyarakat merasa yakin dan
tidak perlu khawatir dengan berdirinya rumah sakit tersebut.
Namun
isu kembali mewarnai perjalanan RS UB ini yang mana pada tahun 2017 muncul
pemberitaaan di Media bahwa Warga Griya Santha menyebut RS UB illegal. seiring
dengan dilantiknya direktur baru RS UB Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro pada tahun
2017. Warga Griya Shanta Eksekutif di sekitar, menyebut RS UB
adalah bangunan ilegal yang berdiri di atas izin siluman. Menurut Sang
Anggabuana, salah seorang warga Perum Griya Shanta Eksekutif, yang notabene
berhimpitan dengan RS UB, hingga saat ini ia tidak pernah merasa menandatangani serta menyetujui pendirian bangunan
tersebut yang mana dalam hal tersebut jika dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya warga telah lama
dan masih mempertanyakan fisik IMB itu. (https://www.klikapa.com/read/6140/warga-griya-shanta-sebut-rs-ub-ilegal/1).
Untuk
meringkas sejarah perkembangan permasalah yang terjadi pada Rumah Sakit
Universitas Brawijaya, kami akan meringkasnya menjadi timeline studi kasus
serta menjelaskan fenomena komunikasi yang terjadi seperti di bawah ini :
TIMELINE
STUDI KASUS
Waktu
|
Peristiwa
|
Fenomena
Komunikasi
|
2008
|
Perencanaan
pembangunan rumah sakit di kawasan Griya Shanta
|
Sensasi
yang diterima masyarakat, belum sampai pada tahap persepsi
|
2009
|
Proses
pembangunan rumah sakit
|
- Terjadi
proses persepsi terhadap pembangunan rumah sakit
- Terjadi
gap antara ekspetasi dan realita. Siteplan
walikota pada tahun 1997 yakni Kawasan tersebut seharusnya dijadikan mall atau kawasan perbelanjaan. Namun
realitanya dijadikan rumah sakit
|
Agustus
– Oktober 2009
|
- Pengadaan
surat ijin pembangunan rumah sakit yang juga harus disetujui oleh masyarakat.
- Terjadi
penolakan oleh masyarakat karena khawatir dengan akibat yang ditimbulkan
rumah sakit. Mulai mempermasalahkan AMDAL.
|
Adanya
penolakan sebagai suatu respon atau feedback
terhadap gap yang terjadi.
|
Desember, 2010
|
Pencabutan IMB RS UB
|
Respon publik atas berbedanya siteplan dari pemerintah
Kota Malang dan permasalahan AMDAL oleh rumah sakit yang menyebabkan mereka
mengajukan gugatan kepada PTUN
|
2011
|
Dilanjutkannya kembali pembangunan RS UB
|
Respons masyarakat yang menolak terlebih ketika tidak
ditemukannya bukti legal atas penerbitan surat IMB
|
November
2011
|
Warga
mengajukan kasus kepada Pengadilan Negeri dan kalah. Kemudian mengajukan
banding pada Pengadilan Tinggi untuk memenangkan kasus ini.
|
Kondisi
publik yang memberikan respon aktif terhadap tindakan yang tidak sesuai
dengan sistem nilai (AMDAL)
|
Desember
2016
|
Operasional
RS UB mulai dilaksanakan
|
Adanya
proses interaksi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar
|
4
Mei 2017
|
RS
UB adakan silaturahmi dengan perwakilan warga
|
Interaksi
yang dilakukan RS UB kepada stakeholder
nya yang merupakan penunjang utama dari perusahaan
|
Juni
2017
|
Pemberitaan
media: Warga Griya Shanta sebut RS UB Ilegal
|
Terjadi
penurunan citra positif dari RSUB akibat pemberitaan media tersebut. Padahal
pada bulan Mei 2017 telah dilakukan asosiasi antara perusahaan dengan stakeholder.
|
ANALISIS
SINGKAT
Gambar
|
Waktu
|
Analisis
|
|
Agustus 2009
|
-
Tahap mula Potential Stage
-
Terjadi karena adanya
kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita
-
Muncul pihak-pihak yang merasa
bertentangan terhadap peristiwa tersebut
|
|
10 Oktober 2009
|
-
Tahap mula Potential Stage
-
Terjadi karena adanya
kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita
-
Organisasi memberikan respons status quo (Kriyantono, 2015)
|
|
20 Oktober 2009
|
-
Mulai melakukan manajemen Isu
dengan kalimat “dengan masukkan masyarakat ini proses pembuangan limbah akan
lebih baik”
-
Organisasi memberikan respons status quo (Kriyantono, 2015)
|
|
13 November 2011
|
-
Tahap Imminent Stage
-
Terdapat dukungan publik lainnya
(dukungan warga Griya Shanta, tidak hanya perseorangan)
-
Adanya mediasi yakni sekelompok
orang dengan pandangan serupa
|
|
15 November 2011
|
-
Tahap critical stage
-
Munculnya pro dan kontra
ditunjukkan pada pihak RSUB dan jajarannya yang teguh terhadap status quo pembangunannya. Sementara
warga Griya Shanta menentang status quo
sampai diperjuangkan banding pada Pengadilan Tinggi
-
Muncul tindakan yang tidak dapat
diduga: KRISIS
-
Terjadi karena “issue ignored” pada tahap Imminent. Sekelompok warga tidak
diberikan informasi yang jelas atau mediasi antara perusahaan dengan warga
|
|
Awal 2016
|
-
Melakukan
Manajemen Krisis dengan membuka keran informasi kepada publik melalui press confrence dan press realese.
|
|
18 Desember 2016
|
-
Tahap dormant stage
-
Akibat berulurnya waktu, masyarakat
tidak fokus terhadap pembahasan isu
-
Akan muncul kembali jika ada
seseorang yang memunculkan isu
-
Manajemen
risiko mulai dijalankan mengenai pembuangan limbah rumah sakit dan pengecekan alat secara
rutin sebulan sekali.
|
|
4 Mei 2017
|
-
Manajemen Krisis yang dilakukan dengan
menyampaikan informasi pada warga
-
Dilakukan untuk memenuhi asupan
informasi terkait kekhawatiran publik
|
|
6 Oktober 2017
|
-
Munculnya isu pada media
-
Terjadi setelah manajemen krisis
dilakukan
-
Menjadi potential issue
|
ANALISIS
KASUS
Kemunculan Isu
Dalam Kriyantono, 2015 menurut The Issue Management Council, isu terjadi apabila muncul gap antara harapan publik dan kebijakan,
operasional, produk atau komitmen organisasi terhadap publik. Pada awalnya,
sebuah peristiwa akan berpotensi menjadi isu jika ekspetasi dengan harapan
publik memiliki perbedaan. Hal ini menimbulkan kekecewaan dan menjadi bahan
pembicaraan publik. Maka, seharusnya seorang public relations bisa melakukan scanning
system untuk melihat dan mengobservasi keinginan dan harapan publik utamanya
pada keberadaan organisasi. Diharapkan organisasi dapat memenuhi permintaan
publik atau jika organisasi mempertahankan status
quo nya, maka perlu diadakan sosialisasi dan pendekatan kepada publik untuk
menerima gap tersebut.
Kesenjangan pada publik akan menimbulkan isu. Jaques,
2004 dan Harrison 2008 dalam Kriyantono, 2015 merumuskan bahwa “Isu = Masalah +
Dampak”. Dapat disimpulkan bahwa isu akan muncul ketika ada masalah dan
menimbulkan dampak baik bagi organisasi maupun pada publik. Beberapa masalah juga
dapat dikategorikan sebagai isu yang potensial dengan kriteria:
-
Melibatkan
pihak-pihak eksternal yang akan berhadapan dengan organisasi
-
Kemungkinan besar
masalah berasal dari kebijakan atau regulasi
-
Terjadi
argumentasi publik melalui media massa
-
Memiliki dampak
operasional organisasi
-
Jika tidak
dikelola dengan baik akan terjadi krisis dan dapat mengancam keseluruhan organisasi
Studi kasus tentang RSUB ini diawali dengan munculnya floorplan Walikota Malang pada tahun
1997. Keterkaitan floorplan tersebut
dengan kasus ini yakni perencanaan wilayah daerah Soekarno-Hatta (tempat RSUB
sekarang berdiri) akan dibangun pusat perbelanjaan atau mall. Dengan demikian, persepsi masyarakat sudah tertanam selama
hampir sepuluh tahun sebelum awal mula isu ini dimulai. Sehingga, pada tahun
2008, adanya keputusan Universitas Brawijaya membeli tanah tersebut dan
mendirikan rumah sakit menjadi desas-desus di kalangan masyarakat. Ketika
desas-desus tersebut dibuktikan kebenarannya, misal dengan pemasangan pagar
untuk pembangunan, atau palang yang menandakan kepemilikan tanah dan rencana
pembangunan, munculah kesenjangan atau gap
dari masyarakat. Kesenjangan tesebut berupa ekspetasi masyarakat selama sepuluh
tahun yakni tanah tersebut akan dimanfaatkan dan direncanakan untuk dibangun
pusat perbelanjaan. Tetapi berbeda dengan realita yang mereka terima yaitu
tanah tersebut harus dibangun rumah sakit.
Kesenjangan yang terjadi memunculkan masalah yang
berpotensi sebagai isu. Tepatnya pada tahun 2009, isu mulai menyebar bahkan masuk
ke media. Awal kemunculan isu ditandai dengan adanya dampak yang berpengaruh
pada aktifitas organisasi. Masalah awal sebenarnya sudah timbul akibat ketidak
sepemahaman antara organisasi dengan publiknya. Karena masalah tak kunjung
diusut dan tidak menemukan kesepakatan, masing-masing kubu mulai memperkuat
pendapatnya. Berdasarkan beberapa kriteria yang sudah disebutkan dapat
dianalisis seperti berikut
-
Melibatkan
pihak-pihak eksternal yang akan berhadapan dengan organisasi
Perlibatan
tentang perijinan RSUB membutuhkan persetujuan dari publik. Sayangnya, publik
tidak membuat kesepakatan dengan RSUB sehingga publik berusaha membuat status
quo terhadap kasus ini.
-
Kemungkinan besar
terkait dengan kebijakan dan regulasi
Serupa
dengan penjelasan sebelumnya, masalah yang muncul akibat kebijakan yang tidak
terwujudkan yakni floorplan Walikota
Malang 1997.
-
Terjadi
argumentasi publik melalui media massa
Banyak
pemberitaan media mulai meliput perijinan RSUB yang ditentang oleh publik,
yakni masyarakat yang tinggal di RSUB di Perumahan Griya Shanta Malang.
-
Memiliki dampak
operasional organisasi
Tidak
disetujui nya dokumen perijinan pendirian RSUB oleh masyarakat sekitar membuat
RSUB harus menunda perencanaan pembangunan di tanah tersebut. Hal ini tentu
mengganggu operasional organisasi karena tidak dapat melanjutkan
pembangunannya.
-
Jika tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan krisis dan mengancam keseluruhan
organisasi
Jika pada tahap
masalah saja tidak segera diselesaikan, kemungkinan besar masalah akan lebih
parah. Misalnya saja, pada awalnya hanya satu sampai dua orang saja yang tidak
setuju, lama kelamaan bisa saja warga se Kota Malang tidak menyetujui pendirian
RSUB di tanah tersebut.
Isu Yang Muncul
1. RSUB
ramai pemberitaan media tentang “Proyek Rumah Sakit Universitas Brawijaya
Dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung”
Warga
menduga Universitas Brawijaya telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan
korupsi dalam pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Akademik Universitas
Brawijaya (RSAUB) indikasi pelanggaran hukum dalam kasus pembangunan RSAUB
adalah tidak ada izin pembangunan dan penyalahgunaan alih fungsi lahan dari
yang semestinya untuk pusat perbelanjaan.
2. Pembangunan
RSUB banyak ditentang warga karena RS Milik UB belum Berizin.
Proyek Rumah Sakit (RS) akademik yang akan
dibangun Universitas Brawijaya (UB) di kawasan Jl Soekarno-Hatta terancam
gagal. Selain belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) maupun izin
gangguan lingkungan (HO), proyek yang menelan dana APBN Rp 0,5 triliun itu
ternyata ditentang keras warga sekitar
Protes warga terhadap berdirinya Rumah
Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) tidak hanya sebatas terbitnya kembali Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). Tapi warga juga menduga pembangunan gedung
rumah sakit di Jalan Soekarno Hatta ini juga makan tanah fasilitas umum (Fasum)
berupa jalan. Dugaan tersebut terlihat dari site plan yang ditandatangani dua
Wali Kota Malang pada era yang berbeda.
4.
Isu
borok lama Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) terkait legalitas IMB
muncul lagi. Padahal, direktur baru RS UB Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro SpAn baru dilantik oleh Rektor UB Prof. Dr. Ir.
Mohammad Bisri, M.S. ).
Warga Griya Shanta Eksekutif menyatakan RS UB adalah
bangunan ilegal yang berdiri di atas izin siluman.
5. Mendiknas: Amdal Bisa Kontrol RSP UB
Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Universitas Brawijaya itu
dikontrol melalui perizinan yang diajukan pada Pemerintah Kota Malang yang
secara khusus menyebut izin dalam bentuk Amdal yang mengiringi proses pendirian
rumah sakit. ”Melalui Amdal yang sudah dikeluarkan oleh Badan Perizinan Pemkot
Malang, semua aspek yang berhubungan dengan dampak operasi rumah sakit sudah
dikontrol. Kelayakan lingkungan dalam hal tempat pengeluaran limbah, lokasi
kamar jenazah, bagaimana kontrol atas posisi ruangan dan hubungannya dengan
kesehatan lingkungan telah mengikuti aturan,”
- Media menyebarkan isu bahwa bangunan RSUB liar
Warga Griya Shanta, menganggap bahwa bangunan RS UB liar
atau ilegal. Alasannya, karena surat izin mendirikan bangunan (IMB) baru yang
dikeluarkan tahun 2011 tersebut, masih dipertanyakan. Apakah untuk keseluruhan
bangunan, atau hanya salah satu bagian saja.
Klasifikasi
Isu
Isu yang muncul dapat diklasifikasikan
menurut sumber dari isu tersebut. Klasifikasi isu ini berguna untuk
menganalisis isu yang seperti apa yang muncul dalam Rumah Sakit Universitas
Brawijaya. Menurut Gaunt dan Ollen Burger, 1995 (dalam Kriyantono, 2015) isu
dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu isu internal dan eksternal. Selain
itu menurut Harrison, 2008 (dalam Kriyantono, 2015)
isu memiliki dua aspek yaitu aspek dampak dan aspek keluasan isu. Berikut
klasifikasi isu yang ada di Rumah Sakit Universitas Brawijaya
Ø Isu
yang muncul mengenai Rumah Sakit Universitas Brawijaya adalah isu AMDAL. Isu
tersebut adalah ketakutan masyarakat mengenai pembuangan limbah dari rumah
sakit yang dinilai masyarakat dapat membahayakan masyrakat Griya Shanta. Dari
isu tersebut dapat diklasifikasikan bahwa isu tersebut masuk kepada isu
eksternal. Isu eksternal mencakup peristiwa peristiwa atau fakta fakta yang
berkembang diluar organisasi yang berpengaruh, langsung, atau tak langsung,
pada aktivitas organisasi (Kriyantono,2015). Isu mengenai pembuangan limbah
Rumah Sakit Universitas Brawijaya termasuk isu eksternal karena peristiwa
atau isu berkembang berasal dari luar organisasi.
Ø Dikutip oleh Kriyantono (2015), Harrison (2008) dapat
mendeskripsikan dua aspek jenis isu, yaitu defensive
issues dan
offensive issues. Defensive issues adalah isu isu yang membuat cenderung memunculkan
ancaman terhadap organisasi daripada meningkatkan kualitas serta reputasi
perusahaan. Jika dilihat dari aspek dampak isu pembuangan limbah Rumah Sakit
Universitas Brawijaya termasuk pada defensive
issues. Karenanya organisasi harus mempertahankan diri agar tidak mengalami
kerugian reputasi (Kriyantono,2015).
Ø Dari
aspek keluasan isu dapat dilihat bahwa isu limbah Rumah Sakit Universitas
Brawijaya termasuk isu selektif. Isu selektif adalah isu yang hanya mempengaruhi kelompok tertentu
(Kriyantono,2015). Dalam hal
ini, isu yang terjadi yang dialami oleh RS UB adalah isu AMDAL yang dapat
memengaruhi sekelompok masyarakat di Perumahan Griya Shanta dan sekitarnya.
Isu Life Cycle (Tahap
Perkembangan Isu)
Sebelum menjadi krisis, isu akan
berkembang melalui tahapan-tahapan yang diebut dengan issue life-cycle. Yang pertama yaitu tahap Origin (potential stage/define the issue), pada tahap ini seseorang
atau kelompok mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Yang
kedua yaitu, tahap Mediation dan Amplifications (imminent stage/emerging/shape
the debates), pada tahap ini isu berkembang karena isu-isu tersebut telah
mempunyai dukungan publik yaitu ada kelompok lain yang saling mendukung dan
memberikan perhatian terhadap isu tersebut. Yang ketiga, tahap Organization (current stage dan critical stage/limit/contain the issue),
pada tahap ini publik sudah mulai mengorganisasikan diri dan membentuk
jaringan-jaringan. Yang keempat, tahapan terakhir, yaitu tahap Resolution (dormant stage/shape regulations,
standard and plans), pada tahap ini sudah ada perubahan kebijakan publik
dari pemerintah yang diikuti dengan organisasi, dan harus menerima tekanan
besar untuk menerima kebijakan itu tanpa syarat (Kriyantono, 2015).
Sebelum menjadi krisis, isu akan
berkembang melalui tahapan-tahapan yang diebut dengan issue life-cycle. Terdapat
beberapa tahapan isu yang dapat menentukan jenis respon dari organisasi, jika dikatikan dengan kasus yang kami analisis.
Pembahasan tentang isu life cycle akan kami jelaskan melalui tahap-tahap
diantaranya adalah : Tahap Origin, Tahap Organization, dan Tahap Resolution,
yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut.
untuk
memudahkan perusahaan dalam merespon isu.
1.
Tahap
Origin (Potential Stage/ Define the Issue)
Tahap
yang pertama yaitu tahap yang sangat penting. Kriyantono (2015) menjelaskan bahwa Publik sudah merasakan gap/kesenjangan antara harapannya
dan performa organisasi dan berharap ada perubahan yang dilakukan oleh
organisasi. Publik juga mulai mengekspresikan perhatiannya pada
isu dan memberikan opini, karena
tahap Origin juga membuat semua menfokuskan diri pada suatu isu sehingga
mereka memberikan opini-opininya terhadap isu tersebut, sebelum isu itu diketahui dan direspon oleh perusahaan
atau organisasi. Dalam kasus RS
UB, potential stage terjadi pada saat Terjadi
karena adanya kesenjangan/gap informasi dari ekspetasi dan realita Muncul pihak-pihak yang merasa
bertentangan terhadap peristiwa tersebut dikarenakan mereka telah menaruh fokus terhadap apa yang terjadi di RSUB
karena gap/kesenjangan yang telah muncul sebelumnya tersebut. sedangkan respon
yang dilakukan organisasi atas potensial issue yang muncul adalah organisasi
memberikan respons status quo
(Kriyantono, 2015)
2.
Tahap Organization (Current Stage dan Critical
Stage/Limit/Contain the issue)
Dalam
tahap Organization
yang mana
Kriyantono (2015) menjelaskan
bahwa “Isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik, yaitu
ada kelompok-kelompok yang lain saling mendukung dan memberikan perhatian pada
isu-isu tersebut”. Sedangkan kasus
tersebut sudah mencapai pada tahap krisi, karena berdasarkan penjelasna
Kriyantono (2015) publik mulai terbagu menjadi dua kelompok yaitu yang
mendukung maupun menentag. seperti halnya terkait kasus ini,
media. Dalam Kasus RSBU, terdapat
dukungan yang diterima dari
publik (dukungan
warga Griya Shanta, tidak hanya perseorangan) dengan hadirnya mediasi yakni sekelompok
orang dengan pandangan serupa.
Namun bukan berarti pihak yang menentang juga tidak ada. Pada kasus RSUB
tersebut muncul pihak yang pro dan kontra ditunjukkan pada
pihak RSUB dan jajarannya terutama
kepada sikap mereka yang teguh terhadap status quo pembangunannya. Sementara warga Griya Shanta menentang status quo sampai diperjuangkan banding
pada Pengadilan Tinggi yang mana
inilah pihak yang juga menentang dan tidak mendukung RSUB. Hal tersebut
menyebabkan muncul tindakan yang tidak dapat diduga yang menyebabkan krisis muncul. Tindakan selanjutnya
yang diambil RSUB dalam menangani hal tersebut adalah dengan melakukan
Manajemen Krisis yakni denganmembuka keran informasi kepada publik melalui press confrence dan press realese.
3.
Tahap
Resolution (Dormant Stage/Shape Regulations/ Standards & Plans)
Di
tahapan ini terdapat tanggapan dari pemerintah yang semula hanya berasal dari
organisasi saja. Masih terdapat dalam buku Kriyantono (2015) dikatakan bahwa
“isu telah melewati siklus perkembangannya dan organisasi telah melewati siklus
perkembangannya dan organisasi telah melewatinya meski mengeluarkan energi
besar, waktu lama, dan biaya besar. Jika dapat kami analisis pada kasus RSUB, akibat
berulurnya waktu, masyarakat tidak fokus terhadap pembahasan isu, namun dimungkinkan akan muncul kembali jika
ada seseorang yang memunculkan isu.
Menanggapi kemungkinan tersebut manajemen risiko mulai dijalankan oleh RSUB
mengenai pembuangan limbah rumah sakit
dan pengecekan alat secara rutin sebulan sekali. Manajemen Krisis
yang dilakukan dengan menyampaikan informasi pada warga Dilakukan untuk memenuhi asupan informasi
terkait kekhawatiran public.
Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada kemungkinan muncul isu
baru, yang mana hal tersebut dibuktikan dengan munculnya isu pada
media di awal tahun 2017 tentang
legalitas RSUB itu sendiri, yang terjadi bahkan setelah manajemen krisis dilakukan. Hal tersebut dimungkinkan dapat menjadi
potential issue yang muncul kembali.
KRISIS
Mengenali Krisis di RSUB
Krisis adalah
situasi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan menghasilkan dampak yang
tidak diinginkan (Devlin dalam Kriyantono, 2015). Menurut Borodzics (dalam
Kriyantono, 2015) menjelaskan bahwa krisis lebih dari sekedar situasi darurat.
Dari dua definisi diatas dapat dijelaskan bahwa krisis terjadi dalam kasus
tidak adanya izin mendirikan bangunan yang kemudian memunculkan pertentangan di
masyarakat. Setiap perusahaan ataupun instansi pasti akan mendapatkan krisis.
Praktisi public relation sering
berkata “saya Punya Krisis setiap hari” yang sebenarnya adalah problem yang
dapat dipecahkan atau dihindari (Kriyantono,2015). Termasuk juga kasus Rumah
Sakit Universitas Brawijaya yang merupakan awalanya problem AMDAL yang tidak
dapat dipecahkan sehingga menimbulkan pertentangan dan tidak terbitlah ijin
mendirikan bangunan dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Untuk mengetahui
lebih dalam krisis memiliki karateristik yang dapat dianalisis termasuk krisis
dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya.
Ø Peristiwa yang
Spesifik
Krisis yang
terjadi dalam kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan kasus mengenai
dampak limbah rumah sakit yang meresahkan warga dan menimbulkan pertentangan
dari warga sekitar Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Pertentangan inilah yang
kemudian membuat Rumah Sakit Universitas Brawijaya tidak mendapatkan izin
mendirikan bangunan. Peristiwa yang spesifik krisis adalah penyebab krisis dapat
diketahui (Kriyantono,2015). Penyebab dari krisis adalah adanya kekurangan
informasi dari pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya yang kemudian
memunculkan tindakan yang tidak dapat diduga dari masyarakat sekitar Rumah
Sakit Universitas Brawijaya.
Ø Krisis Tidak Dapat
Dihindari
Krisis bersifat
tidak diharapkan, dapat terjadi setiap saat, tidak dapat dihindari, dan tidak
dapat dipastikan kapan terjadi (Kriyantono,2015). Krisis yang terjadi di Rumah
Sakit Universitas Brawijaya merupakan krisis yang tidak dapat dihindari oleh
pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit juga tentunya tidak mengharapkan respon
masyarakat akan menentang pembangunan yang dinilai belum sesuai AMDAL.
Ø Krisis Menciptakan
Ketidakpastian Informasi
Krisis yang
menimpa Rumah Sakit Universitas Brawijaya merupakan krisis yang muncul karena
tidak ada informasi yang cukup kepada masyarakat rumah sakit tentang alur
perencanaan pembuangan limbah yang kemudian memunculkan persepsi masyarakat
yang tidak diprediksi oleh pihak rumah sakit. Karena tidak ada informasi yang
cukup dan persepsi masyarakat yang tidak dapat diprediksi, maka munculah
pertentangan yang menyerang Rumah Sakit Universitas Brawijaya.
Ø Menimbulkan
Kepanikan dan Keterkejutan
Kepanikan ini
dapat dirasakan oleh organisasi sendiri maupun publik (Kriyantono,2015).
Kepanikan terjadi pada pihak masyarakat tentang bahaya pembuangan limbah rumah
sakit yang akan membahayakan masyarakat disekitar lingkungan Rumah Sakit
Universitas Brawijaya. Keterkejutan juga dirasakan oleh pihak Rumah Sakit Universitas
Brawijaya yang tidak memprediksi akan muncul respon pertentangan dari
masyarakat ketika akan dilakukan pembangunan rumah sakit di lingkungan mereka.
Masyarakat juga terkejut dengan adanya pembangunan rumah sakit di kawasan
mereka. Awalnya site plan dari
wilayah tersebut tidak diperuntukan untuk rumah sakit.
Ø Menimbulkan Dampak
Positif atau Negatif Bagi Organisasi
Dampak yang kemudian
muncul akibat dari krisis yang menyerang Rumah Sakit Universitas Brawijaya
mencakup dampak poitif dan dampak negatif. Dampak poitifnya Rumah Sakit
Universitas Brawijaya mendapat sorotan penuh dari media meskipun belum
melakukan opening. Hal ini sangat menguntungkan rumah sakit karena apabila
pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya dapat melakukan manajemen krisis dengan
baik reputasi baik juga didapat oleh Rumah Sakit Universitas Brawijaya karena
telah mendapat sorotan penuh dari banyak media. Tidak hanya dampak positif,
dampak negatif juga dapat timbul yaitu dengan pemberitaan negatif mengenai
kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya, akan menimbulkan pandangan negatif
mengenai rumah sakit mereka. Perlu adanya manajemen krisis yang baik agar
berita berita negatif yang ada di media dapat teredam dengan baik.
Ø Berpotensi
Menimbulkan Konflik
Konflik terjadi
karena adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Kriyantono,2015).
Dalam kasus Rumah Sakit Universitas Brawijaya, konflik sangat berpotensi muncul
bahkan dapat dikatakan telah terjadi. Hal ini karena adanya pengajuan keberatan
dan gugatan dari masyarakat sekitar Rumah sakit Universitas Brawijaya kepada
pihak rumah sakit yang keberatan dengan status
quo dari Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Kasus ini dapat memunculkan
konflik karena masyarakat sekitar rumah sakit mengharapkan pembangunan di
sekitar lingkungan mereka yang kemudian tidak sesuai kenyataan karena
dibangunya Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Hal ini memunculkan ketakutan
yang kemudian menimbulkan pertentangan yang ada di masyarakat sekitar.
Pertentangan ini yang kemudian menjadi potensi konflik yang ada di masyarakat.
Sumber dan Jenis
Krisis
Secara umum krisis dapat disebabkan oleh dua sumber,
yakni dari dalam organisasi/internal dan dari luar organisasi/eksternal
(Devlin, 2007, Harrison, 2005, dan White & Mazur, 1995 dalam Kriyantono
2015). Sedangkan menurut Mitroff, 2001 dalam Kriyantono, 2015 krisis
dikelompokan menjadi dua yakni man made
atay krisis yang disebabkan oleh kesalahan manusia, dapat berupa tindakan yang
disengaja maupun tidak disengaja serta natural
crisis yaitu krisis yang disebabkan faktor alam.
Krisis yang dialami oleh RSUB bersumber dari luar
organisasi atau pihak eksternal. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana awal mula
krisis muncul yakni kesenjangan yang dialami oleh publik atau masyarakat yang
tinggal di sekitar tanah pembangunan RSUB, Griya Shanta. Sumber krisis ini
bermula pula akibat masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhannya, informasi
pasti dan kesepakatan, menuntut pihak RSUB ke pengadilan tingkat pertama.
Sedangkan kategori sumber krisis yang dialami RSUB
menggunakan sudut pandang Mitroff dapat digolongkan dalam krisis man made. Krisis ini disebabkan adanya
kesalahan manusia. Kesalahan terletak pada tidak dilakukannya scanning system oleh organisasi terkait
permintaan dan harapan masyarakat sekitar. Akibatnya yakni timbul hubungan yang
tidak baik, kesalahpahaman, dan muncul kesenjangan harapan pada publik.
Adapun beberapa analisis krisis RSUB berdasarkan
jenisnya yakni:
-
Krisis Konfrontasi
Kriyantono, 2015 menjelaskan bahwa relasi yang buruk
dalam aktivitas sehari-hari menimbulkan atau merangsang adanya konfrontasi pada
publik. Hal ini diawali dengan ketidakpuasan publik terhadap kinerja
organisasi. Ketidakpuasan ini tidak dapat disalurkan dengan baik pada
organisasi karena kurangnya relasi. Jika dibiarkan, publik akan mulai
mengekspresikan ketidakpuasannya.
Masyarakat Griyashanta yang melakukan pengaduan ke
polisi maupun pengadilan tingkat pertama merupakan salah satu bentuk ekspresi
ketidakpuasan publik pada organisasi. Kurangnya relasi yang baik dan tidak ada
kesepakatan yang dilakukan membuat mereka marah. Akibatnya, timbul
tindakan-tindakan yang mengganggu operasional RSUB.
MANAJEMEN ISU DAN
KRISIS
Manajemen Isu
Definisi manajemen isu
menurut Chase, 1984 (dalam Kriyantono, 2015) adalah langkah-langkah yang
diambil untuk membuat keputusan berupa strategi aksi yang efektif untuk
menjawab masalah, yang bukan hanya menghindarkan organisasi dari dampak negatif
(kerusakan ekonomis dan reputasi) akibat masalah tersebut, tetapi, meaningful participation juga bermakna
menjadikan isu itu sebagai sarana untuk
mewujudkan kebijakan publik yang positif pada tujuan organisasi, termasuk
tujuan tanggung jawab sosial.
Jika kita mengaitkan apa
yang dijelaskan oleh Kriyantono (2015), beliau menyebutkan bawha ada lima tahap
aktivitas manajemen isu yang bersifat universal, yaitu, mengidentifikasi isu;
melakukan evaluasi dan analisis isu-isu yang ditemukan; merumuskan program-program
yang dapat dilakukan organisasinya untuk merespon isu tersebut termasuk
merumuskan strategi-strategi alternatif untuk mengubah isu; pelaksanaan program
(issue action program); mengukur
apakah program-program tersebut berjalan sesuai tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen isu ini dilakukan dalam rangka antisipasi sebelum isu-isu terjadinya
krisis dan tetap harus dilakukan ketika krisis berlangsung, karena jika isu
tidak ditangani dengan baik akan berkembang menjadi krisis (Kriyantono, 2015).
1. Mengidentifikasi isu
Kriyantono
(2015) menjelaskan ada beberapa cara untuk kita dapat mengidentifikasi isu,
antara lain : Polling opini; Menggelarr Focus
Group Discussion; Monitoring
berita-berita media; Penyediaan kotak opini; Management by Walking Around; Monitoring
dan menjalin relasi melalui dunia maya. Berdasarkan penjelasan diatas, jika
dikaitkan dengan analisis tentang RSUB, pihak RSUB belum melakukan identifikasi
isu dengan baik. Pada tahun 2008 hingga 2009, pihaknya tidak melihat bagaimana
isu berpotensi akan berkembang menjadi krisis. Sehingga, isu dibiarkan dan
berkembang pada tahap critical stage.
Berbeda pada tahun 2016, PR RSUB telah melakuakn identifikasi isu dengan baik.
Mereka telah melakukan FGD dengan para pemuka pendapat, dalam kasus ini, dengan
ketua RW Griya Shanta. PR RSUB juga melakukan monitoring media, melihat media
mana saja yang memberitakan RSUB dengan framing yang tidak baik, kemudian
merencanakan tindakan yang akan dilakukan bersama tim krisisnya.
2. Melakukan Evaluasi dan Analis Isu-isu
yang ditemukan
Pada tahap ini organisasi melakukan upaya analisis
penyebab dan kemungkinan akibat untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
Analisis yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi opini-opini yang
berkembang, serta melihat seberapa besar dampak yang diakibatkan dari isu yang
muncul tersebut. Penentuan terhadap pentingnya isu tidak dilakukan PR RSUB pada
2008 hingga 2009. Sehingga tidak ada evaluasi yang dibahas. Isu-isu pun
dibiarkan berkembang begitu saja sehingga masuk pada tahap critical stage. Sedangkan
pada tahun 2016 hingga 2017, pihak PR RSUB telah melakukan analisis isu dan
mengelompokkannya, pada isu apa yang cukup penting untuk disoroti. Pihaknya
memilih kepercayaan masyarakat terkait AMDAL utamanya limbah yang dibuat oleh
RSUB nantinya. Sehingga, pihak PR RSUB melakukan planning program terkait isu
yang menurutnya penting
3. Merumuskan Program yang dapat
dilakukan organisasi untuk merespons isu tersebut termasuk merumuskan strategi
alternatif untuk mengubah isu.
Dalam
tahap ini, Kriyanttono (2015) berdasarkan Harrisson (2008:551) dan Regester
& Larkin (2008 : 66) menjelaskan ada tiga strategi dalah hal ini : Adaptive
strategi, yaitu strategi terbuka dan akomodasi untuk perubahan untuk mencapai
kompromi; Reactive Change Strategi yaitu ketidakinginan ogranisasi untuk
merubah perilaku sebelumnya; Dynamic response stratgey yaitu strategi yang
mengantisipasi dan membentuk arah kebijakan publik dengan menentukan bagaimana
kampanye terhadap isu dilakukan. Jika kita kami kaitkan dengan tindakan apa
yang diambil oleh RS UB mereka mengambil langkah status quo atau tepa berpengah tenguh pada keinginan mereka untuk
tetap melanjutkan pembangunan RS UB pada Oktober 2009
4.
Pelaksanaan Program
Pada tahap ini, diharapkan dapat meminimalkan expectation gap antara publik dan
organisasi. Organisasi melakukan aksi nyata bahwa organisasi telah merubah
sikap, yaitu dalam merancang program strategis telah idasarkan pada kebutuhan
publik … (Kriyantono, 2015).Kegiatan pelaksanaan program juga termasuk di
dalamnya mengomunikasikan pelaksanaan program kepada publik. Organisasi mesti
berintegrasi dengan sub-sub sistem di dalamnya untuk bekerja menghadapi isu.
Integrasi ini dapat dinamakan sebagai strategi komunikasi. Strategi komunikasi
dilakukan dengan kerjasama departemen komunikasi bersama departemen lainnya
yang berhubungan dengan isu-isu yang muncul.
Manajemen isu dalam hal pelaksanaan program pada studi
kasus RSUB rupanya tidak berjalan baik pada kisaran waktu 2008 hingga 2009.
Buktinya, tidak ada penanganan apapun sehingga isu berkembang dari tahap potential stage menjadi critical stage. Perencanaan dan
pelaksanaan program berdasarkan kebutuhan publik tidak dilakukan, justru
organisasi merencanakan dan melaksanakan program sesuai status quo yang dikehendakinya. Dalam hal ini, public relations RSUB sangat lamban dalam menangani isu. Sehingga
saat issue ignored, maka akan muncul
krisis yang dibarengi dengan tindakan-tindakan publik dengan akibat
terganggunya operasional RSUB.
Namun, manajemen isu mulai ditepis oleh public relations RS UB pada tahun 2016.
Hal ini cukup memakan waktu lama mengingat isu terjadi pada tahun 2008 hingga
2009. Dalam press releasenya di awal
operasional RSUB yakni tahu 2016 pihaknya tidak menyebutkan akan ada
program-program yang dibuat dengan maksud mengurangi gap atas isu yang telah menyebar dalam pemberitaan media di tahun
2008 hingga 2009.
5.
Mengukur (evaluation)
Apakah Program-program Tersebut Berjalan Sesuai Tujuan-tujuan Organisasi
Untuk menilai efektifitas program yang dilakukan oleh public relations dalam merespons isu
berjalan dengan baik atau tidak, maka diperlukan program riset. Beberapa
aktivitas yang bisa dilakukan yakni media
monitoring. Pada tahap ini, seorang PR mampu melihat dan mengidentifikasi
topik apa yang berpotensi mengangkat kembali isu yang juga terjadi pada
organisasinya. Hal ini juga memengaruhi bagaimana perencanaan event nantinya dilakukan. Jika merespons
isu dianggap sudah efektif, maka tugas PR selanjutnya yakni melakukan event/program. Sebaliknya, jika dianggap
belum efektif, PR perlu melakukan kajian atau klarifikasi ulang pada
media-media terkait.
Kembali pada kasus 2008 hingga 2009 yakni pada saat
RSUB tidak melakukan tindakan apapun dalam mengendalikan atau merespons isu.
Bahkan, salah satu pimpinan RSUB dipanggil oleh oknum pemerintah untuk
memastikan AMDAL yang berlaku di pembangunan RSUB (lihat berita 20 Oktober 2009). Sehingga dapat disimpulkan RSUB
belum efektif menangani isu, RSUB bahkan tidak memberikan asupan informasi pada
publik baik pada media dan masyarakat. RSUB hanya mengatakan bahwa
organisasinya telah benar melakukan AMDAL dengan baik dan konsisten dengan status quo yang dibuatnya. Sehingga
pemberitaan terus muncul pada tahun 2009. Namun, setelah tahun 2009 yakni
setelah kasus naik banding ke peradilan tingkat kedua, pemberitaan media mulai
menurun. Hal ini dikarenakan adanya jenjang waktu yang cukup lama sehingga isu
lama kelamaan mulai tenggelam. Tidak ada penanganan khusus dari RSUB yang
terlibat dalam ‘tenggelam’nya isu ini.
Pada tahun 2016, mulai
banyak pemberitaan media. PR RSUB mulai banyak melakukan press release yang salah satunya dimuat oleh times Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dari Saza, PR RSUB,
pihaknya mengaku telah membuat press
conference dan juga memberikan klarifikasi pada media. Di dalam PR RSUB,
dilakukan koordinasi internal antar humas terlebih dahulu. Setelah itu memuat
berita di web mengenai fasilitas dan keunggulan dari RSUB. Jika pemberitaan
media masih saja buruk, maka pihak PR RSUB melakukan koordinasi dengan pihak
humas rektorat. Hal ini dilakukannya setelah melakukan evaluasi terhadap media,
bagaimana pemberitaan media terkait RSUB.
Manajemen Krisis
Krisis adalah
sesuatu yang dapat dihindari jika isu dapat ditangani dengan baik. Namun,
bukannya tidak mungkin suatu organisasi tidak mengalami krisis. Upaya organisai
untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis (Kriyantono, 2015).
Dalam kegiatan manajemen krisis, sebuah organisasi memiliki kemungkinan, yakni
meningkatnya reputasi positif sehingga menjadi lebih baik atau justru reputasi
positif yang menurun. Reputasi positif yang menurun biasanya disebabkan oleh
manajemen krisis yang tidak baik sehingga organisasi dianggap tidak mampu
mengendalikan situasi dengan baik.
Manajemen krisis perlu dilakukan,
bahkan akan lebih baik jika sudah direncanakan dari awal. Banyak organisasi
yang masih memiliki pemahaman bahwa mengatasi krisis sebenarnya perlu
dipikirkan sejak dini. Adapun beberapa alasan yang ditemukan dalam riset milik
Mitroff & Pauchant, 1990 dalam Kriyantono, 2015 yakni:
- Persepsi
tentang perusahaan yang dikelola dengan baik pasti tidak mengalami krisis
- Kebanyakan
krisis akan berakhir dengan sendirinya seiring berjalannya waktu
- Setiap
krisis memiliki karakter masing-masing sehingga tidak mungkin untuk membuat
persiapan
- Kami
tahu cara memanipulasi media massa
Pemahaman
seperti ini perlu diluruskan agar tidak memperburuk keadaan nantinya pada saat
perusahaan mengalami krisis. Dengan persiapan matang, tentunya organisasi akan
lebih siap menghadapi tantangan dalam karakter apapun. Kriyantono, 2015
menyebutkan bahwa perlu diadakannya rencana antisipasi krisis yang juga sebut
sebagai perencanaan isu atau manajemen isu. Tindakan ini dilakukan sebagai
bentuk awal pencegahan isu menjadi lebih buruk dan berubah menjadi krisis.
Seperti diungkapkan G. Harrison, 2005 dalam Kriyantono, 2015 yaitu “sebenarnya
sebuah krisis tidak dipicu oleh sebuah peristiwa, tetapi sebagai akibat dari
penanganan peristiwa tersebut, termasuk bagaimana interpretasi dan reaksi
publik dan manajemen terhadap peristiwa itu”. Penting bagi seorang public relations untuk melakukan
manajemen isu.
Bagaimana
mengelola krisis dengan baik?
1. Perencanaan
Krisis dan Tim Manajemen Krisis
Membuat
rancangan-rancangan atau strategi yang baik dengan melihat kemungkinan terburuk
yang mungkin akan terjadi.
2. Respons
cepat dan tidak panik
Melakukan respon sesegera
mungkin sebagai bentuk memenuhi kebutuhan informasi publik tentang kejelasan
dari organisasi.
3. Kepentingan
publik
Publik dijadikan
prioritas utama pada suatu krisis. Artinya, dalam manajemen krisis utamakanlah
keselamatan dan kepentingan publik, bukannya untuk kebutuhan organisasi seperti
profit.
4. Tindakan
untuk Harapan Publik
Melakukan tindakan yang
diharapkan publik dapat memuaskan kebutuhan publik. Organisasi harus
mempersepsi publik bahwa kita masih bertanggung jawab atas krisis yang terjadi
dan berusaha untuk memperbaiki keadaan seperti sedia kala.
5. Punya
Rencana Komunikasi Krisis
Komunikasi krisis
dilakukan sebagai bentuk persiapan organisasi menghadapi krisis yang muncul.
Kembali lagi pada prinsip utama bahwa komunikasi krisis tetap harus
mengutamakan atau memprioritaskan publik (Kriyantono, 2015). Misalnya saja membuat crisis center.
6. Aspek
Hukum: Winning the Battle but Losing the
War
Seorang praktisi
komunikasi yang mengandalkan hukum akan cenderung pelit informasi. Hal ini
jelas tidak relevan dengan tujuan utama public
relations sebagai penyedia informasi pada publik pada saat krisis terjadi.
Seharusnya, organisasi dalam melihat aspek hukum juga harus melihat aspek
komunikasi tanpa mengurangi prinsip kejujuran dan keterbukaan informasi publik.
7. Komitmen
Perlu adanya komitmen
organisasi untuk melakukan yang terbaik setelah krisis terjadi. Melakukan ini
dapat mengembalikan rasa percaya publik terhadap organisasi.
Krisis terjadi
pada RSUB tepatnya pada saat tanggal 13 hingga 15 November. Akibatnya, pihak public relations RSUB perlu melakukan
manajemen krisis dengan baik. Hal ini terjadi karena adanya “issue ignored” dan berakibat pada tahap
krisis. Manajemen krisis harus segera dilaksanakan untuk menjaga reputasi
positif perusahaan dalam bertanggung jawab tentang krisis yang dihadapi.
Sebuah
organisasi yang tidak melakukan manajemen krisis tentu memiliki alasan
tersendiri. Beberapa diantaranya telah disebutkan diatas. Dalam studi kasus
ini, perlu melihat bagaimana persepsi organisasi RSUB terhadap manajemen
krisis, diantaranya:
-
Persepsi tentang perusahaan yang dikelola
dengan baik pasti tidak mengalami krisis
RSUB
memiliki persepsi seperti ini. Organisasi ini membawa nama Universitas
Brawijaya yang sudah dikenal baik dan luas oleh masyarakat Kota Malang.
Sehingga, persepsi mereka tentang terpaan krisis yang muncul dianggap remeh.
Menurutnya, Universitas Brawijaya tentu akan diterima oleh masyarakat, terlebih
universitas ini telah memberikan banyak sumbangsih pada masyarakat di Kota
Malang, terutama di daerah sekitar kampus. Sumbangsih tersebut berupa ekonomi,
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Citra baik inilah yang
menurut pihak RSUB dapat membawa organisasi ini diterima baik oleh masyarakat,
karena RSUB juga terlibat dalam prinsip pengabdian masyarakat khususnya
pelayanan kesehatan.
-
Kebanyakan krisis akan berakhir dengan
sendirinya seiring berjalannya waktu
Membutuhkan
waktu hampir satu tahun sejak awal kemunculan gap, isu, hingga terjadinya krisis. RSUB menganggap bahwa
masyarakat akan lupa begitu saja terkait ijin pembangunan rumah sakit ini.
Namun, bukannya waktu melemahkan persepsi masyarakat Griya Shanta justru
membuat mereka menjadi tidak puas karena adanya ketidakpastian dari RSUB.
Menurut mereka, RSUB tidak memiliki ijin dari pemerintah karena ijin juga
ditolak oleh masyarakat sekitar. Tetapi, RSUB tetap melakukan pembangunan
selama berbulan-bulan. Barulah pada saat ketidakpuasan ini mencapai titik
puncaknya, masyarakat Griya Shanta mulai melakukan tindakan dan menyebabkan
perpindahan issue life cycle pada
tahap selanjutnya.
-
Setiap krisis memiliki karakternya
masing-masing, sehingga tidak mungkin untuk membuat persiapan
RSUB
adalah organisasi dalam bidang pelayanan kesehatan. Di dalamnya terdapat
berbagai bagian-bagian yang berpotensi menimbulkan krisis. Seperti limbah,
sterilnya alat, pembangunan, dll. RSUB belum siap dalam melihat krisis-krisis
yang mungkin terjadi. Namun, dapat diperhatikan pada poin ini bahwa persiapan
juga bisa dilakukan pada saat isu mulai muncul tanpa harus menunggu krisis tersebut.
Isu yang muncul memiliki berbagai krisis yang potensial akan terjadi. Pada
tahap ini seharusnya pihak RSUB mulai memikirkan rencana manajemen krisis
dengan baik.
-
Kami tahu cara memanipulasi media massa
Kembali
lagi pada titik kepopuleran RSUB dengan membawa nama Universitas Brawijaya.
Tentunya, universitas satu ini sudah tidak asing lagi diberitakan oleh media,
sehingga bagaimanapun parahnya krisis, jaringan-jaringan media yang memiliki
relasi baik dengan Universitas Brawijaya akan membantu membalikkan keadaan
melalui pemberitaannya. Perlu ditekankan disini, bahwa pada buktinya
pemberitaan media cukup panas dalam meliput tentang pertentangan masyarakat
Griya Shanta dengan pihak RSUB terkait perijinan pembangunan pada tanah
tersebut.
Bagaimana
mengelola manajemen krisis dengan baik?
1.
Perencanaan Krisis
dan Tim Manajemen Krisis: “Worst Case/Possible Scenario”
Dalam tahapan ini Rumah Sakit Universitas Brawijaya
telah bergerak cepat dengan segera membentuk tim krisis yang bekerja untuk
melakukan manajemen krisis dalam krisis mengenai limbah rumah sakit yang
menimbulkan pertentangan masyarakat. Tim manajemen krisis pun langsung menyusun
strategi untuk melakukan manajemen krisis. Tim manajemen krisis Rumah Sakit
Universitas Brawijaya melakukan manajemen krisis berupa adanya sosialisasi
langsung kepada masyarakat sekitar agar dapat tahu mengenai pengolahan limbah
yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Brawijaya. Kemudian masyarakat juga
ditunjukan langsung bagaimana fasilitas fasilitas Rumah Sakit Universitas
Brawijaya agar masyarakat sekitar tahu bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya
sangatlah ramah lingkungan. Tidak sampai disitu pihak tim krisis Rumah Sakit
Universitas Brawijaya juga mengundang media untuk melakukan media tour ke
seluruh pelosok rumah sakit agar media melihat sendiri bagaimana kondisi setiap
sudut dari rumah sakit. Dari manajemen krisis yang telah dilakukan pihak Rumah
Sakit Universitas Brawijaya dapat dilihat bahwa tim krisis Rumah Sakit
Universitas Brawijaya telah mengidentifikasi krisis yang terjadi dan telah
melakukan pemetaan possible scenario untuk kemudian dapat merumuskan program
manajemen krisis yang baik.
2.
Respons cepat dan
tidak panik
Dalam hal ini pihak Rumah Sakit Universitas Brawijaya
telah melakukan respon cepat dengan segera membentuk tim krisis untuk
menanggulangi krisis yang terjadi. Karena krisis muncul akibat dari rumor yang
tidak terurus. Ditambah dengan kurangnya informasi yang didapat, membuat tim
krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya segera melakukan press tour dan
mengundang perwakilan masyarakat sekitar untuk menanggulangi krisis yang
terjadi dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh publiknya. Dengan adanya
kegiatan press tour dan mengundang perwakilan masyarakat sekitar membuat krisis
tidak mudah berkembang dan informasi yang didapat publik Rumah Sakit
Universitas Brawijaya menjadi lebih luas.
3.
Kepentingan Publik
Dalam Krisis yang dialami Rumah Sakit
Universitas Brawijaya setelah mereka membuat tim krisis, maka tim krisis
bergerak cepat dengan segera melakukan manajemen krisis dengan mengundang media
dan masyarakat sekitar untuk berkeliling rumah sakit. Hal ini untuk meyakinkan
media dan masyarakat bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya adalah rumah sakit
yang ramah lingkungan. Tim krisis Rumah Sakit Universitas Brawijaya berusaha
menjawab kepentingan publik mengenai keterbukaan informasi tentang bagaimana
pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit dan bagaimana kondisi Rumah Sakit
Universitas Brawijaya apakah sudah dapat dikatakan rumah sakit yang peduli terhadap
lingkungan. Diharapkan dengan adanya keliling rumah sakit ini, media dan
masyarakat dapat tau bahwa Rumah Sakit Universitas Brawijaya peduli lingkungan
dan dampak limbahnya telah ditanggulangi dengan baik.
4. Tindakan untuk
Harapan Publik
Dalam menghadapi krisis, RSUB pada
tahun 2008 hingga 2009 tidak melakukan apapun. Organisasi ini terus-terusan
membuat status quo pada rencana pembangunannya
tanpa adanya sosialisasi atau pendekatan pada warga. Kemudian kedua pihak ini
bertemu kembali pada jalur pengadilan. RSUB kembali tidak melakukan apapun dan
bersifat egois karena tetap bersikukuh dengan perencanaan pembangunannya. Tidak
ada tindakan manajemen krisis yang dilakukan. Pada dasarnya, penetapan status quo pada organisasi tidak ada
salahnya, hal itu tentu sudah dipertimbangkan oleh organisasi dampak baik dan
buruknya. Kesalahan yang dilakukan oleh RSUB yakni status quo yang tidak dibarengi dengan pendekatan pada masyarakat.
Tidak ada komunikasi atau pengarahan informasi alasan mengapa RSUB tetap tidak
berubah keputusan.
Manajemen krisis selanjutnya
dilakukan pada bulan Mei 2017. Program ini berbentuk silaturahmi masyarakat
Griya Shanta menuju RSUB. Harapannya yakni mengembalikan kepercayaan publik
pada RSUB tentang dugaan/persepsi masyarakat yang selama ini dipermasalahkan.
Tindakan ini merupakan harapan publik, yakni RSUB menunjukkan bahwa penetapan status quo pendirian rumah sakit pada
tanah tersebut tidak menimbulkan kekhawatiran seperti yang dipersepsikan oleh
masyarakat. Tindakan ini sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan masyarakat
tentang pengelolaan limbah di RSUB dan penataan ruang sehingga penyakit atau
limbah tidak mencemari pemukiman Griya Shanta.
5. Punya Rencana
Komunikasi Krisis
Pada tahun 2008-2009, RSUB tidak
memiliki crisis center sehingga keluh
resah warga tidak dapat tersampaikan dengan baik dan tidak ada respon baik
meskipun sudah disampaikan pada pihak berwajib. Berbeda pada tahun 2016, awal
mula beroperasinya RSUB, website
dijadikannya salah satu wadah komunikasi dua arah antara stakeholder dengan organisasi. Masyarakat Griya Shanta bisa datang
langsung menemui Public Relations RSUB
dan menyampaikan keluhannya. Sehingga, munculah program “Silaturahmi” pada Mei,
2017. Menurut Saza, PR Rumah Sakit Universitas Brawijaya, pihak RSUB sudah
memiliki tim krisis sendiri yang akan dibentuk pada saat isu potensial mulai
muncul. Tim krisis ini pasti terdiri dari departemen komunikasi dan beberapa
kepala bidang lainnya yang terkait dengan isu tersebut. Sehingga, pada saat
krisis terjadi, mereka akan dengan sigap membuat crisis center untuk memberikan informasi baik pada publik maupun
media.
6. Aspek Hukum: Winning the Battle but Losing the War
Aspek hukum lebih
ditekankan disbanding aspek komunikasi utamanya prinsip kejujuran dan
keterbukaan informasi. Hal ini terbukti pada krisis tahun 2009 di jalur
pengadilan, bahwa RSUB sangat tidak terbuka dalam informasi pada warga Griya Shanta.
Barulah manajemen
krisis yang dilakukannya pada tahun 2017, memiliki aspek komunikasi. Di
dalamnya terdapat keterbukaan informasi, dengan program “Silaturahmi” yang
menunjukkan sistem di dalam RSUB termasuk pengelolaan limbah.
7.
Komitmen
Komitmen menjadi
rumah sakit yang baik ditunjukkan RSUB dalam menjaga hubungan baik terhadap
masyarakat Griya Shanta. Saza, PR Rumah Sakit Universitas Brawijaya, bahwa RS
UB tetap memperhatikan stakeholdernya
dalam bersosial. Seperti mengadakan kerja sama saat akan melakukan gotong
royong. Komitmen ini berhasil membuat masyarakat Griya Shanta percaya pada
organisasi dan tidak memunculkan isu-isu lainnya.
REKOMENDASI
Berdasarkan
hasil analisis kami diatas, maka kami menyimpulkan beberapa rekomendasi yang dapat
dilakukan terkait isu dan krisis RSUB diantaranya yakni:
- Seorang PR harusnya
melakukan fungsi manajemen sebagai expert
prescriber
Yakni
melakukan prediksi terhadap isu yang berpotensi muncul pada saat berita pertama
kali terpublikasi. Pada studi kasus diatas, gap muncul ketika masyarakat
mengetahui adanya pembangunan RSUB di wilayahnya, sehingga PR harus segera
memprediksi isu apa saja yang berpotensi muncul dan melakukan komunikasi risiko
sebelum isu menjadi luas serta beralih menjadi krisis.
- Melawan informasi
dengan informasi
Terdapat
dua unsur yang menimbulkan gap antara masyarakat dengan pihak RSUB yakni ijin
pendirian bangunan serta ijin pengolahan limbah. Sayangnya, Yogi, Rektor UB
pada saat itu, mengatakan pada media bahwa RSUB menjamin pengolahan limbahnya
baik tanpa menunjukan bukti yang akurat. Tak hanya itu, pihak RSUB tidak memberikan
konfirmasi maupun bukti terkait ijin pendirian bangunan yang dipertanyakan
warga. Sehingga kekurangan asupan informasi ini membiarkan publik (warga)
melakukan persepsi tersendiri tentang pembangunan RSUB. Ketika persepsi ini
mulai meluas dan menjadi konsumsi warga, akan sangat sulit bagi perusahaan
untuk meluruskan persepsi tersebut.
- Seharusnya melakukan
tindakan yang diharapkan publik
Ketika
publik sudah kekurangan informasi, mereka akan mencari jalan lain untuk
memperkaya informasi. Sehingga ada baiknya jika perusahaan lebih terbuka memberikan
informasi kepada publik. Hal ini tentu menghindari sumber-sumber lain yang
justru memberikan informasi dan memperkeruh situasi isu maupun krisis
perusahaan. Pemberian informasi bisa dilakukan melalui mediasi bersama publik, press tour, press conference, FGD
bersama warga, dll.
- Menjadikan publik = partner
Ungkapan
Rektor UB, Yogi, menantang warga untuk melanjutkan pada proses hukum
menunjukkan bahwa RSUB belum bisa membangun relasi baik dengan stakeholdernya. Jika perusahaan
menganggap publik atau warga Griya Shanta sebagai “teman”, maka tindakan
menantang adalah tindakan yang salah. Hal ini seolah perusahaan justru mencari
musuh dengan pihak lain dengan menyelesaikan melalui jalur hukum. Padahal,
warga salah satu stakeholder dari
RSUB sendiri yang juga menjamin keberlangsungan dari sistem perusahaan
tersebut.
- Never
ignored issues
Isu-isu
yang muncul tidak segera ditangani dengan baik melalui berbagai cara maupun
pertemuan dengan warga dan awak media. Sehingga hal ini menjadi semakin luas
dan berakibat pada krisis pada saat warga memilih jalur hukum dalam
penyelesaian masalah. Pada tahap itulah, tugas perusahaan RSUB semakin besar
karena melalui jalur hukum dan memberhentikan operasi perusahaan sementara. Hal
ini dapat menimbulkan kerugian biaya dan kerugian waktu bagi perusahaan.
Sehingga, ketika isu pertama kali muncul baiknya langsung diberikan penanganan
yang tepat dan efektif.
- Melakukan quick respond
Isu
yang muncul terjadi pada tahun 2011 namun baru mengadakan press release serta press
conference lima tahun setelahnya yakni pada tahun 2016. Tentu saja hal ini
menimbulkan adanya world of mouth
yang semakin meluas dan viral issues menjadi
konsumsi media. Press release maupun press conference baiknya dilakukan pada
saat “publik menebak” yakni pada saat gap/kesenjangan informasi mulai berlaku,
diharapkan agar isu tidak semakin meluas.
- Membangun relasi
yang baik dengan berbagai media online maupun cetak
Melihat
dari pemberitaan media yang cukup ramai pada saat isu tersebut menjadi viral, hingga
media yang memberitakan press conference maupun
press release cukup sedikit, maka
RSUB belum melakukan relasi baik dengan berbagai media. Sebaiknya, relasi harus
dibangun dengan berbagai media hal ini juga meminimalisir ketika nantinya ada potential issues yang terjadi, awak
media akan konfirmasi terlebih dahulu kepada PR RSUB. Sehingga pemberitaan
media tidak akan menurunkan citra positif perusahaan dan PR RSUB dapat
menangkal potential issues yang
mungkin muncul lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
(2009). Yogi
Jamin RSUB Bersahabat, Pengolah Limbah Jauh dari Perumahan. Diakses pada 2
Oktober 2018. Tersedia pada:
surabaya.tribunnews.com/2009/10/10/yogi-jamin-rsub-bersahabat-pengolah-limbah-jauh-dari-perumahan
(2009). RS Milik UB Terancam Gagal, Belum Berizin,
Ditentang Warga. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: http://surabaya.tribunnews.com/2009/08/26/rs-milik-ub-terancam-gagal-belum-berizin-ditentang-warga
(2009). Konflik
Pembangunan RSUB, Rektor Unibraw Dipanggil Dewan. Diakses pada 2 Oktober
2018. Tersedia pada: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-1224883/konflik-pembangunan-rsub-rektor-unibraw-dipanggil-dewan
(2010). Mendiknas:
Amdal Bisa Kontrol RSP UB. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia pada: https://ekonomi.kompas.com/read/2010/11/15/09395810/mendiknas.amdal.bisa.kontrol.rsp.ub
(2011). Tidak Ada Ijin Pembangunan RSUB Terus
Berlanjut. Diakses pada 4 Oktober 2018. Tersedia pada : http://www.malangnews.com/2011/10/tidak-ada-ijin-pembangunan-rsub-terus.html
(2016). Akhirnya,
UB Resmi Miliki RS Setelah Tujuh Tahun Menanti. Diakses pada 2 Oktober
2018. Tersedia pada: http://suryamalang.tribunnews.com/2016/12/18/akhirnya-ub-resmi-miliki-rs-setelah-tujuh-tahun-menanti
(2016). Rumah
Sakit UB Malang Resmi Beroperasi. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia
pada: https://www.timesindonesia.co.id/read/138909/20161218/144538/rumah-sakit-ub-malang-resmi-beroperasi/
(2017). Ravika, I. Warga
Griya Shanta Sebut RS UB Ilegal. Diakses pada 2 Oktober 2018. Tersedia
pada: https://www.klikapa.com/read/6140/warga-griya-shanta-sebut-rs-ub-ilegal/2
(2017). Humas RSUB. RSUB Hospitality Together with Citizens. Diakses pada 2 Oktober
2018. Tersedia pada: http://rumahsakit.ub.ac.id/en/rsub-hospitality-together-with-citizens/
Kriyantono, R. (2015). Public Relations, Issue and Crisis Management : Pendekatan Critical
Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif. Jakarta. Prenadamedia
Group.
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Profil Narasumber Tanggal
Wawancara : 01/10/2018
Nama : Saza Azizah
Anindyo
Jabatan : Staff
Humas, Unit Humas Hukum Kerjasama
Rumah
Sakit Universitas Brawijaya
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pewawancara
|
Narasumber
|
|
Nama saya Saza, S-a-z-a. Azizah, A-z-i-z-a-h. Anindyo, A-n-i-n-d-y-o.
Saya salah satu staff di unit Humas Hukum Kerjasama, bagian Humas.
|
Apa saja yang
telah dikerjakan Humas untuk RS UB?
|
Sebenarnya RS UB ini..benar-benar yang operasionalnya kan sejak 2 tahun
lalu, yaitu tahun 2016. Jadi, Humas ini sudah melakukan ya beberapa kali lah
istilahnya, karena ini rumah sakit baru, jadinya kita harus membuat sebuah brand awareness buat masyarakat,
terutama civitas akademika Universitas Brawijaya.
Jadi yang kita lakukan yang pertama itu adalah roadshow. Roadshow ke fakultas-fakultas, kita
disana promosi, menjelaskan apa itu RS UB dan pelayanannya seperti apa, dan
ada beberapa kegiatan general check up.
Di FISIP pun juga sudah pernah general
check up gratis yang kita sediakan, itu untuk dosen-dosen dan juga
karyawan yang ada di FISIP. Terus,
selain itu kita juga ada media
indictmen, jadi kita ada pertememuan sama...kemarin ada Massfm, terus
kita talk show bersama dengan RRI PRO 2, PRO1 juga udah pernah itu tahun
kemarin. Kalau sedang coming adalah
RRI PRO 2 itu tentang kesehatan remaja...tentang keluarga kaya gitu.
Terus kita juga ada runtable
discussion, jadi kita...Rumah Sakit UB ini adalah rumah sakit
primer..eh..sekunder, jadi adalah rumah sakit fasilitas kedua, dimana kita
punya tugas untuk mengedukasi paskes pertama, bahwa RS UB ini bisa nih
dijadikan rujukan, akhirnya kita bikin yang namanya runtable discussion, terus permaterinya adalah dokter-dokter
spesialis yang kita punya, sekalian promosi RS UB.
Sebenernya simple sih promosi yang kita lakukan...dari instagram, dari
web, terus kita juga support...ada maraton, beberapa kali ada maraton kita support, terus abis itu
ada...aduh..yang hari minggu itu apa...CFD ya. Car Free Day, itu juga kita biasa bikin general check up gratis.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Apakah
kegiatan tersebut dilakukan secara rutin?
|
Kalau yang rutin itu sejauh ini...yang maraton abis ini sih event,
kalau...si Car Free Day ini, kalau
kita dapat spot...kita biasanya
langsung gabung aja disitu.
|
Jadi sejauh
ini cukup padat ya kegiatannya,
bentuknya apakah ingin menyasar
brand awareness saja atau fokus jadi
untuk rujukan?
|
Sebenarnya gini
sih, kita kan pelayanan. Sebenernya sama aja kaya hotel, jadi kaya misalkan
kamu bangun kolam renang, makanan enak itu udah banyak yang datang, beda
dengan rumah sakit, istilahnya kamu harus sakit dulu baru kamu bisa ke rumah
sakit. Target kita sih memang setahun-dua tahun itu adalah pendekatan brand awareness terlebih dahulu,
seenggaknya mereka tau bahwa ini loh ada RS UB ini, bangunan yang selama ini
kalian lewatin itu adalah rumah sakit yang sudah beroperasi. Makanya kita,
menyasarnya adalah dosen-dosen dulu yang mereka memang...ada hubungan lah
dengan RS UB, terus pendengar-pendengar juga, terus kita ya...itu tadi ada media engangement, kalo misalkan kita ada acara, kita undang radar
malang itu bikin Round Table ya kaya gitu.
|
Terus, bagaimana
RS UB..bagaimana hubungan antara RS UB dengan stakeholder-stakeholder yang lain? Melalui media apa RS UB saling
berkomunikasi?
|
Jadi gini sih ada beberapa stakeholder
yah disini, yang pertama adalah masyarakat sekitar, karena masyarakat
sekitar...kita...ini sih kita gak menutup kemungkinan bahwa masyarakat
sekitar ini merupakan salah satu...promotor untuk menyukseskan dan juga
mempromosikan RS UB. Jadi kita memang ada pertemuan sama...Griyashanta sana
sama yang Griyashanta yang disebelah sini, itu untuk...ya sekedar sharing aja RS UB
ini sejauh apa, terus masyarakat kebutuhannya seperti apa. Nah itu
kita...kaya kita sharing pengalaman, karna disini kan birokrasinya agak...padat yah, jadinya harus kita
ketemu sama warga, kita harus bikin laporan terlebih dahulu, terus abis itu
kita presentasikan ke pimpinan, seperti itu. Itu rutin sih, terus kalau ada
event juga warga-warga disekitar RS UB ini juga kita undang, kita juga undang
media-media, siapapun yang mau datang kita jamu, terus kalau misalkan ada
acara pasti kita adakan press
conference, kaya operasional kemarin tahun 2016 itu kita bikin press conference khusus, merek mau doorstop sama rektor pun kita
persilahkan mereka ngasih kaya Id card-nya
mereka...kaya gitu, terus kita beri kebebasan mereka untuk mendapatkan
informasi sebanyak mungkin, tp dengan syarat bahwa berita yang mereka
keluarkan itu harus benar. Ada salah satu media yang gak benar dan kita
konfirmasi dari sini
kemudian mereka menulis berita lagi untuk mengonfirmasi berita sebelumnya.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Bagaimana
posisi Humas dalam struktur organisasi? Dominan atau tidak?
|
Humas itu pagar utama sih...humas itu pagar utama, pembentuk citra, jadi
istilahnya RS UB ini mau dibawa kemana, 80% itu adalah kerja humas. Dan sejauh
ini ya...memang kerjanya humas ya dominan banget, bukan cuma ngurusin hubungan dengan pihak luar atau menjalin
relasi dengan media sih, kalau
misalkan ada komplain itu tentang
pelayanan atau apa, jadi ada
pasien yang kurang apa, marah-marah, protes...kita yang benar-benar harus tau
keinginannya mereka apa dan kita harus...kita punya inisih namanya...respon time. Jadi kaya misalkan si
pasien ini ”kok lama bgt sih tv nya gabisa nyala, kenapa nih”, kita bisa
kasih janji ke pasien itu “beri kami waktu sekitar setengah jam untuk
menyelesaikan ini” atau “berapa hari”, tergantung bobot masalahnya separah
apa, kaya gitu.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Dalam struktur
organisasinya sendiri? RS UB ini, humas berada dalam struktur jajaran tinggi
atau dia cuma sebagai bawahan
atau bagian kecil dari yang diatas-atasnya?
|
Sebenernya gini sih, kalau PR itu ada internal, ada eksternal ya kalau
disebuah perusahaan. Kalau kita lebih berperannya di eksternal untuk
berhubungan sama perusahaan, ,masyarakat seperti itu. Karna disini ada bagian
kepegawaian, nah bagian kepegawaian itu yang sudah me-mediasi lah masalahnya
kalau misalkan ada pegawai-pegawai disini yang membutuhkan solusi atau ada
masalah, atau seperti apa, itu lebih ke kepegawaian, kalau kita lebih yang
benar-benar pure ke masyarakat
luar. Intinya gini sih, kalo di rs ub yang bersentuhan langsung dengan pasien
itu adalah humas, tapi kalau yang bersentuhan dengan pegawai...yang tadi aku
sebutkan itu adalah kepegawaian, kecuali kalau pegawainya jadi pasien, itu
beda lagi, itu baru kita.
|
Bagaimana
relasi perusahaan dengan media?
|
Baik sih..baik-baik
aja sejauh ini. Kalau misalkan ada beberapa masalah, kaya misalkan
pemberitaan nih...misalkan RS UB udah bikin event, kita ngundang media A gitu...ternyata pemberitaannya ini
tidak menyangkut event yang kemarin
nih. Kita follow up penulisnya “ini
kenapa tulisannya bisa kaya gini? Padahal kemarin yang diwawancara bukan
ini”, itu terjadi sama aku. Jadi dia tanyanya apa...akhirnya
diwawancara...hasil beritanya apa...yang ditayangkan apa. Itu pun akhirnya
kan merusak citra RS UB yang selama ini sudah susah-susah kita bangun dong,
dan akhirnya kita konfirmasi, dan mereka akhirnya mempertanggungjawabkan
perbuatannya dengan membuat berita lain...bukan spamming sih, jadi kaya pergeseran ke klarifikasi, tapi judulnya
bukan klarifikasi...beritanya baru lagi, tapi tentang RS UB.
|
Apakah
pemberitaan yang sebelumnya ditarik kembali?
|
Berita itu gak bisa ditarik karna sudah naik cetak. Bukannya naik cetak
lagi...udah dijual, makanya itu kita taunya dari situ.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Apakah RS UB
pernah mengalami krisis?
|
Wah itu pasti,
apalagi kalau rumah sakit yang baru ya, perusahaan yang baru, bisnis yang
baru, begitupun juga dengan kita. Malah sebelum ini terbangun sudah banyak
banget krisis yah. Semua orang tau lah masalahnya tentang RS UB ini apa, kaya
ya orang ngeri lah tentang rumah sakit yang limbahnya dibuang kemana-mana
atau kesehatannya gimana, izinnya seperti apa. Makanya yang kita bisa
manajemen adalah ...mengundang warga-warga sekitar kaya RT, RW, terus abis
itu orang-orang yang sekitar sini tuh kita undang, kita ajak keliling. “Jadi
limbah kita tuh disini pak, bapak gausah khawatir. Limbah kita cair, padat,
sama medis/non-medis tuh kita pisah. Dibuangnya tuh disini..disini..jangan
khawatir rumah bapak kena”. Diajak keliling kamarnya, “kamarnya seperti ini,
pembuangannya salurannya seperti, laundrynya seperti ini”.
Begitu juga dengan media dan juga perusahaan, kalau perusahaan
pun...asuransi, gak perlu kerjasama sama kita, mereka harus tau dong mereka
kerjasama dengan rumah sakit yang kaya gimana sih, akhirnya ya kita ajak
keliling, mulai dari farmasinya seperti apa, kamar jenazahnya seperti apa,
lab nya seperti apa. Jadi kita clear-kan
bahwa rumah sakit ini terbangun sudah tidak ada masalah yang bertentangan
dengan hukum. Istilahnya gini, rumah sakit gak bisa berdiri kalau limbahnya
ini tidak di acc oleh Walikota
Malang...kaya gitu. Sedangkan SK nya sudah keluar sendiri, tertanda tangan
Walikota bahwa rumah sakit ini bisa berdiri gitu...jadi memang sudah clear lah.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Itu kan isu
ya, nah dalam isu itu kan ada issue
life cycle. Nah ketika isu itu muncul apa penanganan yang dilakukan?
|
Jadi gini, karna
kita birokrasi dan humas ini dibawahnya direktur umum dan keuangan. Ketika
isu itu muncul, kita koordinasi dulu tuh untuk sebuah tim...tim krisis lah
istilahnya ya kan. Tim krisis kita rapat, konfirmasi sebenarnya masalah ini
tuh kenapa, akhirnya kenapa kita bentuk tim, kita kaji terlebih dahulu, karna
kalau kita udah naik ke media, kita jangan sampai salah ngomong dong, karna
itu bakal jadi ‘blunder’ buat kita juga kan
. Setelah masalah
ini kita ‘godok’ di mubes, kita maju ke kepala bagian, kepala
bagiannya...kepala bagian umum, kita ngobrol disana...langkah apa yang harusnya
kita lakukan, setelah itu rapat sama kabag, kabag dibawa ke wakil direktur
umum dan keuangan, sampai nanti pada akhirnya sampai di mejanya
direktur...kalau memang masalah itu serius banget lah misalnya, ketika
direktur sudah mengetahui, akhirnya kita bikin sebuah solusi. Jadi tim
krisis...istilahnya tim krisis disini humas ya, itu membuat sebuah...kaya apa
ya...kaya rangkuman lah...summary,
kita bikin...kita harus ngapain, ngapain, ngapain, setelah...hasilnya udah
ada, kesimpulan udah ada, baru kita ke public,
kaya gitu. Nah go public nya ya itu
tadi, kita ngomong ke media, kita...kalau misalkan ada masalah dengan pasien
yang perorangan, kita datengin pasiennya, kita kontak orangnya, kita
jelaskan...kalau misalkan kaya...”ada uang yang harusnya tidak terbayarkan”
misalkan ada masalah seperti itu, uangnya kita kembalikan...dengan syarat
emang dia bener dan memang...apa ya istilahnya, kalau memang kita salah ya
kita minta maaf dengan mengembalikan...eh dengan memberikan tanggung
jawab-tanggung jawab yang sudah kita berikan.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Apakah pernah
mengalami isu yang sangat besar untuk RS UB?
|
Sejauh ini enggak ada sih, aman lah...enggak tau lagi kalau nanti udah 5
tahun-6 tahun, pasti kan semakin gede perusahaan, pasti kan krisisnya juga
semakin banyak kan.
|
Bagaimana
keadaan perusahaan pada saat kejadian isu tersebut terjadi? Apakah yang
bekerja hanya humas saja atau bersama dengan unit-unit lain?
|
Tergantung
masalahnya berada di unit mana, jadi kaya misalkan ada pasien yang protes
lewat website nih, “RS UB memberikan pelayanan yang tidak baik dsb”, itu kan
di citra kita yang jelek, nah tim IT ngasih...kaya summary ke kita, “nih ada
pasien yang komentar kaya gini, gimana?”, akhirnya kita telaah tuh, pada jam
itu dia pelayanannya sama siapa, dia nyari dokter siapa. Akhirnya kita tanya
dokternya, kita tanya satpamnya kalau
misalnya itu ada hubungan dengan satpam, kita tanya tempat pendaftaran, “ini
orangnya kaya gimana tadi? Apakah ada mimik kecewa? Atau seperti apa”. Kalau
memang itu kesalahan kita, ya kita konfirmasi ke dia, kalau enggak ya kita
tetep konfirmasi ya dengan jawaban yang general
lah...”terima kasih atas saran yang telah diberikan atau komentar yang
diberikan dst” ya kaya gitu sih, yang jelas kita merespon kok kalau misalnya
ada hal-hal yang kaya gitu.
|
Jadi
komunikasi bersifat dua arah ya?
|
iya.
|
Ketika terjadi
komunikasi dua arah, apakah ada media yang jadi stakeholder RS UB untuk publikasi?
|
Tergantung
masalahnya, kalau memang masalahnya sudah sampai yang menyangkut media
cetak...kita ya otomatis konfirmasinya ke media cetak dan itu tadi yang
sesuai yang saya jelaskan, dia harus bikin berita baru lagi yang mengangkat
nama RS UB, tapi kalau beritanya...sori sori, kalaupun masalahnya biasa-biasa aja, atau isunya yang biasa-biasa aja, selagi
kita bisa handle...ya kita handle sendiri sih.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Saat
terjadinya kasus, apa RS UB pernah melakukan mediasi dengan stakeholder?
|
Sejauh ini masalah sama stakeholder...bukan
masalah sih, tantangan sama stakeholder
itu sejauh ini...media, ada satu media...itulah
intinya. Karna kita...humas ini kan masih...RS UB ini kan masih dibawahnya
rektorat nih, otomatis kita nyari solusi bareng-bareng sama humas
rektorat...kalau masalah yang tentang media itu, “gimana nih” yang akhirnya
kita mediasinya lewat...kita datang ke kantornya, kita minta penjelasannya,
terus udah gak sampai yang kita bikin konferensi pers yang kaya...ya itu sih
gak sampai sih.
|
Berarti apa
ada krisis dengan media?
|
Bukan krisis, kalau krisis kan sampai yang bener-bener kita...apa
ya...merubah citra kan kalau krisis, kalau RS UB ini belum sampai krisis sih,
tapi ya potential crisis juga
sih...ya itu sih, masih isu-isu dia.
|
apa ada
rekomendasi studi kasus krisis RS UB untuk di analisis oleh tim pewawancara?
|
Ini sih, sebenernya
banyak dari yang kecil-kecil itu. Bikin aja tentang kepercayaan masyarakat
terhadap RS UB ini, sehingga mereka tuh kaya bikin berita-berita sendiri gitu
loh, kaya “RS UB itu gak oke, kalau RS UB ini gak higienis,
kalau RS UB ini sebenarnya gak ada izinnya tapi terlanjut berdiri” ya kaya
gitu, dibikin gitu aja. Itu kan sebenernya general issue, Cuma dari general itu masih banyak
kecil-kecilnya...akhirnya berujung ke media, media memberotakannya kaya
gimana, terus orang-orang akhirnya gak percaya sama kita.
|
kapan waktu
terjadinya?
|
Pas tahun-tahun awal sih, bulan januari-an lah. Kita itu operasional 18
Desember 2016. Nah disaat RS UB ini udah mulai gencar-gencarnya promo atau
apa, timbul tuh masyarakat-masyarakat sini yang ngasih isu “eh RS UB inituh
sebenernya masalahnya limbah, ada masalah hukum” kaya gitu-gitu, ya akhirnya
kita bikin...ya bukan konferensi pers juga, makanya kita undang mereka
untuk...kita sodorin ini loh surat-suratnya. Kita juga ada company profile sih, nah di company profile itu kita juga sebutkan
dokumen, mulai dari izin mendirikan bangunan tahun 2009, izin membangun, izin
operasional, izin penunjukan tim untuk membangun RS UB ini ada...kita taruh
di company profile, dokumennya
lengkap.
|
Pewawancara
|
Narasumber
|
Apa dampak
dari isu-isu yang banyak ini ke RS UB? (setelah melakukan penanganan
isu-krisis)
|
Pasiennya banyak yang datang sih...pokoknya kan solusinya itu sudah kita
jalankan. Sebelum itu kan pasiennya gak ada yang kesini, takutnya kenapa?,
“dokternya disini tuh dokter koas dari FK”...bukan, kalau rumah sakit
itu...apalagi rumah sakitnya, rumah sakit tipe C. Rumah sakit yang bisa
menerima koas, penelitian itu adalah tipe B dan tipe A, makanya itu rumah
sakit yang tipe C, setelah dari RS UB ini langsung dihandle oleh dokter
spesialisnya itu kita jelaskan disitu. Kita juga ada pendekatan langsung sih
sama pasien,kita turun, kita tanyain “ibu sakitnya apa? Kebutuhannya apa?
Kira-kira di RS UB kirang apa?”
|
Bagaimana
hubungan RS UB dengan media?
|
Sangat baik,
kalaupun kita ada permasalahan sekecil apapun,
kita udah kontak media, kita konferensi terlebih dahulu secara personal sama
media itu...insya Allah si aman kalau itu...sejauh ini yang kita lakukan.
|
0 pendapat