ANALISIS PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP FILM BRIGHT MATA KULIAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

by - 7:01 PM





DOSEN PENGAMPU: NIA ASHTON DESTRITY, S.I.Kom., M.A.


Disusun oleh:
A.Ahsani Taqwim
Dymi Marsa
Radityo Darwintoro Permadi
Laras Aprilia S.
Elsa Yuni K.
Qonita Assilah



PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018


LATAR BELAKANG
Selama ini kita tahu, film merupakan tempat untuk mencari hiburan. Tidak bisa disangkal, film menawarkan kita hiburan dan pengalaman yang berbeda dari media hiburan lainnya. Ditambah lagi hampir setiap minggunya film baru dengan genre yang berbeda-beda dirilis di bioskop maupun di internet. Film menggabungkan tiga unsur, yaitu jalan cerita, gambar bergerak, dan suara. Oleh karena itu, film merupakan media yang tepat sebagai sarana pembelajaran (Palapah & Syamsudin, 1986). Dengan penggabungan tiga unsur film tersebut, sangat memungkinkan bahwa film bisa menjadi media pembelajaran yang efektif.
Selain dalam pembelajaran, film juga merupakan media yang efektif untuk media propaganda. Dalam hal ini yang diutamakan adalah jangkauannya luas, dampaknya nyata, dan berampak secara emosional (McQuail, 2011). Propaganda disini bermacam-macam. Pada era keemasan Nazi, Film digunakan sebagai media propaganda untuk menebarkan kebencian kepada Yahudi serta propaganda untuk membuat rakyat percaya akan kejayaan Nazi. Film yang dirilis antara lain adalah The Triumph of The Will.
Salah satu propaganda yang sangat sering ditampilkan dalam film adalah propaganda rasialisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rasialisme berarti prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda. Rasialisme merupakan suatu istilah yang membangkitkan pikiran sama kuat dan reaksi emosional yang mengingkari tanggung jawab dan partisipasi dalam tindakan rasis dan berpikir (Lustig & Koesner, 2003)
Kali ini, judul film bertema rasisme yang akan kita bahas adalah ‘Bright’ yang dirilis pada 2017. Film ini bercerita tentang polisi berkulit hitam yang menjalankan tugasnya dengan seorang Orc sebagai rekan kerjanya. Film ini banyak menyampaikan pesan-pesan rasisme yang kuat dan bisa memengaruhi pandangan orang lain.   

IDENTIFIKASI RASISME
‘Bright’ merupakan film bergenre fantasi yang menceritakan tentang kehidupan manusia bersama bebarapa ras mitologi yaitu orc, elf, dan dwarves yang masing-masing ras tersebut memiliki perbedaan derajat. Elf merupakan ras yang memiliki derajat tertinggi karena memiliki power, berada di kelas pertama dan menduduki posisi penting di lini kehidupan. Manusia adalah ras yang derajatnya dibawah elf karena manusia sebagai pegawai atau pekerja di dalam kehidupannya. Orc merupakan ras yang memiliki derajat paling bawah karena bekerja sebagai pekerja kasar dan sering diperlakukan sebagai penjahat atau kriminal. Hal tersebut yang menjadikan film ini memiliki masalah tentang diskriminasi yang selanjutnya menjadi rasisme.
Orc, dalam film ini, merupakan ras yang berada di posisi paling rendah sehingga selalu menjadi objek diskriminasi ras Elf dan Manusia, dan selalu diperlakukan seperti kriminal. Hal ini menjadikan ras Orc berada pada posisi inferiotitas. Morris dalam bukunya menulis bahwa inferioritas merupakan produk dari konstruksi sosial (Sutopo, 2016).
Ras Elf berada di posisi paling atas, karena memiliki kekuasaan membuat mereka mendiskriminasikan ras dibawahnya, utamanya Orc. Mereka merasa  dirinya lebih baik dan maju dibanding ras yang lain. Menurut Du Bois pola pikir ini sangat kental dengan bias rasisme dan direproduksi untuk mempertahankan keistimewaan kaum lain (Sutopo, 2016).
Walaupun film Bright merupakan film fantasi, tetapi hal itu menjadi gambaran analogi dari apa yang terjadi di kehidupan kita saat ini, yakni tentang bagaimana suatu golongan atau ras yang merasa memiliki derajat yang lebih tinggi dari golongan lainnya sehingga dapat melakukan diskriminasi dan terjadi rasisme.


You May Also Like

0 pendapat