REVIEW JURNAL BAHASA WALIKAN SEBAGAI IDENTITAS AREK MALANG

by - 7:02 PM



Hanggoro, W. (2016). Etnografi. Bahasa Walikan sebagai Identitas Arek Malang. 16 (1). (23-30)

            Bahasa diidentikkan dengan sistem yang memiliki variasi. Dalam jurnal ini, Bahasa menjadi salah satu alat penunjuk identitas terhadap suatu komunitas. Dalam aplikasinya, Bahasa walikan sudah digunakan pada jaman penjajahan untuk mempermudah komunikasi antar pejuang hingga pada saat ini.
            Struktur dari Bahasa walikan sendiri yakni pelafalan kata yang dibaca dari belakang. Rumah dibaca hamur, pulang dibaca ngalup, mas dibaca sam, dan kecil menjadi licek. Penggunaannya di Kota Malang sangat masif dan dijadikannya atribut bagi orang Malang. Uniknya identitas ini dominan ditemukan dengan menganut unsur sepakbola. Penggunaan Bahasa walikan sebagai identitas dapat ditemukan dalam bentuk media sosial, contohnya yakni facebook. Salah satu akun profil menuliskan namanya dengan “Vannaki Aremania Licek” kata terakhir bermakna kecil sehingga nama ini bermaksud menyimbolkan Vannaki seorang aremania yang masih kecil. Identitas lainnya ditemukan dalam supporter sepak bola, misalnya saja salah satu akun fanpage seperti “Nganem Halak Tetep Arema” atau dibaca menang kalah tetap Arema (nama persatuan sepakbola di Kota Malang). Penggunaan bahasa walikan juga ditemui pada komentar-komentar nya seperti “LADUBKAN! NOBAR …” yang artinya budalkan atau berangkatkan. Istilah lain yang cukup terkenal yakni “Arema Day, Nganem Day” atau Hari Arema, Hari Kemenangan. Rupanya, penggunaan bahasa walikan telah identik dan bukan hal yang asing di kalangan suporter sepak bola Kota Malang.
            Dalam jurnal ini juga ditemukan bagaimana bahasa walikan ini menjadi suatu fungsi bagi komunitas itu sendiri. Tiga diantaranya yakni (1) Pengenal bahwa pengguna bahasa walikan adalah orang Malang, (2) Pembeda arek Malang dengan masyarakat Jawa dari daerah lain, (3) Pemersatu masyarakat Malang, (4) Identitas Malang-an.
            Fungsi pertama menjelaskan bahwa walaupun penggunaan bahasa walikan ini sudah sejak jaman penjajahan, ternyata tidak semua masyarakat utamanya di Jawa mengetahui tentang bahasa walikan ini. Bahasa ini mulai digunakan dan terkenal saat Arema berlaga di liga nasional dan pada saat itulah bahasa walikan dikenal khas dengan Arema atau Arek Malangnya. Ungkapan bahasa tersebut seperti ongis nade atau singo edan sebagai simbol dari persatuan sepakbola Arema. Sehingga, saat kita mendengar bahasa walikan maka secara umum stereotype yang muncul adalah orang tersebut berasal dari Malang.
            Fungsi kedua menyebutkan adanya pembeda antara masyarakat kota Malang dengan masyarakat berbahasa Jawa lainnya. Ketika bahasa ini telah menjadi identitas komunitas, tentu akan menjadi suatu pembeda inside outside group. Sekalipun bahasa ini diaplikasikan pada orang Jawa lain, maka terdapat perbedaan fonologi dalam pengucapannya. Selain itu, orang Malang juga dianggap sudah lihai dalam membalikkan kata, sehingga pembeda ini cukup jelas ketika bahasa walikan diucapkan oleh arek Malang sendiri.
            Fungsi ketiga mempersepsikan masyarakat Kota Malang yang bangga dengan bahasa walikannya, menjadikannya identitas dan pembeda serta menjadikan pemersatu pula. Sebagai identitas atau atribut komunitas yang sangat khas, bahasa ini mampu memersatukan masyarakat Kota Malang sendiri. Ketika seseorang menggunakan bahasa ini, maka mereka merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai unsur pengguna atribut budaya dari Kota Malang. Perasaan seperti itulah yang kemudian membawa bahasa walikan menjadi fungsi pemersatu masyarakat Malang
Fungsi yang terakhir juga sebagai pengulang dari ketiga fungsi lainnya. Bahasa sebagai salah satu atribut dan warisan budaya komunitas dijadikan sebagai identitas penguat budaya tersebut. Tanpa adanya bahasa, suatu komunitas kurang memiliki atribut untuk dijadikan ciri khas dirinya. Sehingga akan terjadi blured line dalam peneguhan atas dianggapnya komunitas mereka. Memiliki bahasa sendiri berarti memiliki perbedaan signifikan dan belum tentu bisa dicontoh oleh outside group komunitas itu sendiri. Saat bahasa walikan digunakan, maka orang Malang dapat meyakinkan orang lain bahwa dirinya juga sebagai bagian dari komunitas atau masyarakat Malang sendiri.

You May Also Like

0 pendapat